Palangka Raya, Ekuatorial – Kabut asap akibat kebakaran hutan tak hanya berdampak buruk bagi manusia, tapi juga bagi Orangutan. Di Kalimantan Tengah, ratusan orangutan kena penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan gangguan pada mata.

Monterado Fridman, Koordinator divusu komunikasi Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Nyaru Menteng mengatakan sudah terdeteksi ada 20 orangutan terkena ISPA. Sementara puluhan orangutan juga mengalami gangguan mata.

“Mereka (orangutan-red) sangat muda usia dibawah 10 tahun, dan belum mempunyai kekebalan tubuh yang sempurna untuk adaptasi dengan kondisi lingkungan,” katanya saat ditemui Ekuatorial, Rabu (24/9).

Perilaku Orangutan yang mengalami ISPA, terindikasi ketika partikel debu dan karbon sisa proses pembakaran masuk ke saluran pernapasan, Hal ini yang menyebabkan alergi yang berlebihan. Maka muncul infeksi bronchitis dan pneumonia akibat sistem pertahanan tubuh yang menurun. Indikasi bisa terlihat dari orangutan yang malas beraktivitas, disusul diare. Selain juga sering mengusap matanya karena pedih.

“Tidak banyak yang kami lakukan. Kecuali, memberi obat-obatan dan vitamin untuk meningkatkan sistem kekebalan. Dan memberi bantuan oksigen saat penanganan awal,” Jelas drh Marios Tandang, tim medis di Nyaru Menteng.

Jumlah Orangutan yang terkena ISPA dan gangguan mata kemungkinan bisa bertambah. Pasalnya pada Selasa malam, tak jauh di lokasi pelepasliaran Nyaru Menteng ada lokasi kebakaran hutan seluas total 95 hektare (ha). Dilokasi pelepasliaran itu pernah ada 169 individu orangutan dilepaskan. Masalah akan bertambah berat kalau prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) benar adanya, yaitu akhir musim panas sampai bulan Oktober.

“Mungkin akan lebih banyak lagi orangutan yang akan menyusul. Tapi, semoga tidak terjadi,” ucap Monterado menambahkan.

Yayasan BOS Nyaru Menteng pada tahun 2014 ini sudah menerima enam bayi orangutan, akibat dampak pembakaran lahan. Pada tahun 2012 lalu, pernah juga menyelamatkan bayi orangutan, yang waktu itu mengalami luka bakar sekitar 80 persen.

Di lokasi berbeda, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah (BKSDA Kalteng) menyatakan, belum ada menemukan satwa yang mati terjebak kobaran api dalam kebakaran hutan dan lahan di daerah mereka tahun ini.

Kepala BKSDA Kalteng, Nandang Prihadi, Rabu (24/9) melalui Kepala Tata Usaha, Toto Sutiyoso, menyebutkan hingga saat ini pihak BKSDA belum ada menerima laporan dari masyarakat adanya satwa dilindungi yang mati atau terjebak api.

“Ya statusnya saja hutan, padahal sebenarnya kebakaran yang terjadi banyak berada pada lahan-lahan semak, yang bukan merupakan habitat satwa-satwa yang dilindungi,” ucapnya.

Ditambahkan Toto, selain kebakaran yang terjadi saat ini tidak bersifat sporadis dengan titik api yang merata, tetapi terjadi dari beberapa titik api yang kemudian menyebar. Sehingga banyak satwa-satwa dilindungi yang telah menyingkir terlebih dahulu sebelum api sampai ke daerah hunian para satwa tersebut.

“Kalau ditemukan paling-paling yang mati ular, karena biasanya mereka berada di bawah tanah atau di lubang-lubang sehingga bisa terjebak. Tapi sampai saat ini kami belum menemukan bangkai satwa dilindungi mati karena terbakar,” terangnya.

Sensor yang dimiliki para satwa, dikatakan Toto lebih sensitif dari manusia, sehingga ketika hawa panas ekstrem mulai datang, secara insting mereka akan menyingkir mencari tempat perlindungan yang lebih aman. maturidi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.