Kota Ternate diperkirakan hanya bisa mencukupi kebutuhan air masyakat nya hingga tahun 2030, diprediksi mengalami krisis air bersih pada tahun 2030. Tiga faktor yang dinilai bekontribusi adalah berkurangnya daerah resapan air, meningkatnya penggunaan summor bor dan peningkatan jumpal penduduk.

Oleh Budi Nurgianto

Liputan ini sebelumnya telah diterbitkan di Databerita.id pada tanggal 13 Juni 2019.

Ternate, MALUKU UTARA. Raut wajah Burhan Abdurahman, Wali Kota Ternate mendadak berubah saat membaca berita disalah satu surat kabar daerah tentang kebijakan rencana kenaikan tarif air yang dilakukan PDAM Ternate. Ia pun sesegera memanggil Kepala PDAM Kota Ternate guna dimintai penjelasan terkait rencana itu. 

“Menaikan tarif boleh saja, tapi harus dibarengi dengan peningkatan pelayanan. Saya sudah menyuruh staf memanggil Direktur PDAM.  Saya ingin dengar alasan rencana menaikan tarif air,”kata Burhan kepada wartawan belum lama ini.

Rencana kenaikan tarif baru air bersih yang diajukan PDAM Kota Ternate pada Tahun 2018, lantaran imbas dari meningkatnya biaya operasional dalam mendistribusi layanan air bersih untuk kebutuhan warga Kota, sementara subsidi pemerintah tidak mampu menekan kerugian yang dialami PDAM. Biaya kenaikan tarif baru itu rencananya digunakan untuk memaksimalkan pelayanan distribusi air dan membiayai program penciptaan sumur baru di wilayah Kota Ternate.

Penjelasan rencana kenaikan tarif oleh Direktur PDAM pada waktu itu, Syaiful Jaafar, disetujui oleh Wali Kota Ternate dan menyarankan PDAM Ternate untuk segera berkonsultasi dengan DPRD Kota Ternate tentang rencana kebijakan tersebut.  

Rencana kenaikan tarif air itu langsung disetujui semua pimpinan DPRD.   

Biaya operasional yang terus meningkat dan rencana dihilangkan nya subsidi pemerintah mendorong PDAM Ternate untuk menaikkan tarif dasar air di kota tersebut. Sumber: Budi Nurgianto

“Setelah mendengar alasan PDAM, sepertinya kami harus menyetujui kenaikan tarif. Apalagi tahun depan, PDAM tidak lagi mendapat subsidi dari pemerintah dan kenaikan tarif air merupakan langkah yang tepat mengatasi persoalan PDAM membiayai dirinya,” kata Merlisa.

Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PDAM Kota Ternate nomor 900/305 tahun 2018 besaran tarif air disesuaikan dengan jenis kelompok penguna.

Pada kelompok rumah tangga tariff air sebelumnya adalah Rp 2000 per meterkubik dan saat ini menjadi Rp 3000 per meterkubik, sementara pada kelompok restoran dan penginapan tarif air sebelumnya adalah 3000 per meterkubik menjadi 5000 per meterkubik.

Pada tarif baru, konsumsi pemakaian air akan diatur sesuai dengan standar kebutuhan dasar air minum yaitu sebesar 60 liter per orang per hari atau 10 meter kubik per kepala keluarga per bulan. Jika konsumsi diatas standar kebutuhan dasar air minum maka semua kelompok pelanggan akan dikenakan tarif baru.

Kebijakan kenaikan tarif air ini diberlakukan pada bulan Januari 2019.

 

Sistem pengelolaan air minum terpadu

Burhan mengatakan, pemerintah Kota Ternate sebenarnya sudah memiliki beberapa langkah untuk mengatasi masalah air untuk kebutuhan dasar warga kota. Langkah tersebut adalah dengan membangun system pengelolaan air minum (SPAM) secara terpadu dan perluasaan kawasan resapan air. 

“Untuk konsepnya sedang dibahas. Kami mengandeng Ditjen Cipta Karya Kementerian PU untuk membangun systim tersebut,” kata Burhan.

Burhan menambahkan, system pengelolahan air minum yang digagas pemerintah Kota Ternate dinilai menjadi solusi yang baik dalam mengatasi persoalan krisis air di Kota Ternate dan dapat meningkatkan pelayanan air untuk warga kota hingga 70 persen. 

Pemerintah Kota Ternate bahkan sudah menyiapkan lahan untuk system pengelolahan air minum dan menggalakan pembuatan 35 sumur resapan di wilayah sekitar sumber air ake gale di Kecamatan Ternate Utara. Pembuatan sumur resapan ini dilakukan untuk memudahkan air hujan meresap dalam tanah sehingga permukaan air bawah tanah bisa dipertahankan  

“Selain itu saya juga sudah memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate untuk membangun tembok di pantai untuk meredam intrusi air laut, serta mengajak masyarakat melakukan program nabung air yaitu gerakan membuat instalasi penampungan air hujan yang diintegrasikan dengan sumur resapan,” sambung Burhan.

Distribusi air terganggu

Tanda-tanda ancaman krisis air bersih di Kota Ternate sudah dapat terlihat sejak dua tahun terakhir. Delapan bulan lalu misalnya, warga perumahan Dipo Mart, Kelurahaan Tanah Tinggi Barat, Ternate Tengah, Kota Ternate terpaksa memesan kebutuhan air bersih setiap pekannya dari pemasok kebutuhan air bersih untuk wilayah Ternate Tengah dan Selatan lantaran pelayanan distribusi air bersih yang diberikan PDAM Ternate kerap tak berjalan.

Sistem distribusi kebutuhan air bersih yang diberikan PDAM untuk pelanggan di kompleks perumahan Dipo Mart, Tanah Tinggi Barat hanya diberikan dua hari dalam seminggu, itupun alirannya hanya berlaku untuk tiga jam layanan.

Muhamad Sanusi (29), salah satu warga perumahan Dipomart mengatakan,  untuk memenuhi kebutuhan air, warga kompleks perumahan membeli kebutuhan air bersih pada pemasok air yang menawarkan jasa pengangkut air bersih lewat mobil pick up dengan harga Rp 80 ribu per 1200 liter. 

Dalam sebulan setiap satu keluarga di kompleks perumahan rata-rata membutuhkan  2400 liter atau dua kali pemesanaan air pada penyedia jasa pengangkut air. Sedikitnya 80 keluarga atau 300 jiwa belum merasakan pelayanan saluran disrtribusi air selama 24 jam. 

“Ada juga rumah tangga yang membutuhkan empat ribu liter setiap bulan.  Kalau saya untuk bulan ini saja sudah dua kali memesan kebutuhan air bersih pada penyedia jasa angkutan air bersih,”ujar Sanusi.

Sementara pengelola PDAM mengatakan kondisi seperti itu tidak hanya terjadi di Wilayah Tanah Tinggi, tapi juga terjadi di wilayah ketinggian lainnya. Menurut Syaiful Jaafar, Direktur PDAM kala itu, aliran air untuk kebutuhan rumah tangga di daerah ketinggian dilakukan secara bergilir lantaran PDAM hanya memiliki satu pompa untuk menaikan aliran air di wilayah ketinggian.

 

Mata air tercemar air laut

Setahun sebelumnya, kondisi lebih buruk pernah dialami 500 kepala keluarga di empat kelurahan, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate. Mereka yang tinggal tak jauh dari PDAM Kota Ternate bahkan pernah hampir sebulan tak mendapatkan pasokan kebutuhan air bersih. 

Sumber mata air Ake Gaale  di Kelurahaan Toloko yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih tak lagi dapat dikonsumsi, lantaran mata air sudah terasa payau akibat telah terintrusi air laut.

Satu-satunya pasokan kebutuhan air bersih dari PDAM Ternate untuk warga empat kelurahaan adalah cadangan air yang ditampung pada kolam ukuran besar di belakang kantor PDAM Toloko.

Data PDAM Kota Ternate hingga Desember 2017 menunjukkan, tingkat konsumsi kebutuhan air di Kota Ternate tercatat mencapai 90 ribu liter per orang perhari atau dalam sebulan mencapai  2,7 juta liter yang dikonsumsi  28.505 pelanggan atau 155.430 orang. 

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, PDAM memanfaatkan sedikitnya tujuh sumur yang mencakup dua sumur dangkal, tiga sumur dangkal dalam, satu mata air dan danau  yang terletak di tiga kecamatan seperti Ternate Utara, Ternate Tengah dan Ternate Selatan.

Setiap satu sumur menghasilkan 33 liter air perdetik atau 2,8 juta liter air per hari atau setara dengan 28 ribu kubik. Tujuh sumur menghasilkan 199 ribu kubik air per hari. 

“Kebanyakan semua pasokan air baku  itu berasal dari sumur seperti di Kelurahaan Kalumpang, Skeep, Ubo Ubo, Falaraha dan Togafu. Dan  sistem penyediaannya dioperasikan tak hanya oleh PDAM,” kata Syaiful Jafar, mantan Direktur PDAM Ternate pada Ekuatorial.

Danau Ngade di Kecamatan Ternate Selatan. Sumber: Budi Nurgianto

 

Pada Februari 2019, PDAM pernah melakukan uji coba penggunaan sumber air danau Ngade untuk difungsikan memenuhi kebutuhan air di Kota Ternate. Uji coba hanya dilakukan sekali dan dihentikan lantaran protes dari warga yang mengunakan danau tersebut sebagai usaha tambak. Selain uji coba tersebut juga mendapat protes dari penggiat lingkungan di Ternate.

 

Kebutuhan air bersih ideal

Berdasarkan Data BPS  Maluku Utara yang tertuang dalam buku sanitasi Kota Ternate, di Tahun 2018 kebutuhan ideal air besih warga Kota Ternate adalah 70-220 liter per orang per Hari dengan cakupan pelayanan 80 persen.

Abdul Gani Hatari, Direktur PDAM Kota Ternate menjabat mengatakan tingkat konsumsi air bersih di Kota Ternate rata rata mencapai 160 liter per hari atau  4500 liter per bulan. Kondisi tersebut sudah diatas batas normal seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Nomor 71 Tahun 2016 tentang Perhitungan Tarif Air Minum.  

“Untuk ukuran normal konsumsi air di Kota Kecil seperti Ternate idealnya harus 60 liter per orang perhari atau 180 ribu liter perbulan atau 10 meter kubik per kepala keluarga per bulan.  Karena itu kami saat ini sedang mengaturnya,” kata Gani.

Balai Wilayah Sungai Kementerian Pekerjaan Umum Provinsi Maluku Utara memprediksi cadangan  air tanah di Kota Ternate tak lagi bisa mencukupi kebutuhan masyarakat hingga 20 tahun kedepan. 

Hasil studi investigasi tentang desain dan detail pemanfaatan air tanah di Kota Ternate tahun 2017 yang dilakukan Balai Wilayah Sungai Provinsi Maluku Utara mencatat, cadangan air tanah di Kota Ternate hanya bisa mencukup kebutuhan masyakat Kota Ternate hingga tahun 2030 atau Kota Ternate diprediksi mengalami krisis air bersih pada tahun 2030.

Kawasan yang akan paling terdampak dari krisis air tersebut adalah wilayah Utara Kota dan Kelurahaan yang berada di kawasan ketinggian seperti Jati, Tanah Tinggi, Ngade, Fatcei Moya,Torano, Marikurubu dan Kalumata Puncak. 

 

Maraknya kawasan pemukiman baru

Syarif Tjan, pemerhati air dan sanitasi di Kota Ternate mengungkapkan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya penyusutan cadangan air tanah yang menyebabkan krisis di Kota Ternate. Pertama adalah faktor hilangnya atau menyusutnya kawasan resapan air akibat maraknya pembangunan kawasan pemukiman baru. Faktor ini membuat luasan daerah resapan air di Kota Ternate lambat laun semakin menyempit. 

Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Kota Ternate Tahun 2017, luasan daerah resapan air di Kota Ternate mencapai 400 hektar yang tersebar di Kecamatan seperti Ternate Utara, Tengah dan Selatan. Luasan itu dinilai tak sebanding dengan luasan 

“Idealnya pulau sekecil Kota Ternate harus memiliki daerah resapan air seluas seribu hektar,” kata Syarif.

Faktor Kedua lanjut Syarif, adalah faktor tingginya pengunaan sumur bor sebagai layanan untuk memenuhi kebutuhan air. Dalam tiga tahun terakhir, masyarakat  Kota Ternate mulai marak  mengunakan sumur bor untuk pemenuhan kebutuhan air. 

Kondisi tersebut dinilai dapat membuat cadangan debet air tanah menyusut dan menyebabkan terjadinya proses intrusi air laut sehingga air menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi sebagai air minum.

“Dibeberapa wilayah seperti  Kecamatan Ternate Selatan dan Ternate Pulau, masyarakat cederung lebih banyak mengunakan sumur bor ketimbang layanan PDAM. Sejumlah hotel dan restoran bahkan diketahui membuat sumur bor dengan ukuran besar,” sambung Syarif.     

Sementara data Badan Lingkungan Hidup Kota Ternate 2018 menunjukkan, dari 30 hotel yang ada, 20 hotel mengunakan sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air pelanggannya.

Ketiga yaitu faktor jumlah penduduk. Dalam kurun waktu sepuluh tahun lonjak penduduk di Kota Ternate rata-rata mencapai 2,36 persen setiap tahunnya. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk Kota Ternate tahun 2008 mencapai 179 ribu jiwa dan melonjak menjadi 230 ribu di tahun 2017 atau bertambah 51 ribu jiwa dalam kurun waktu 10 tahun.

“Karena itu harus ada upaya menjaga keseimbangan antara air yang disedot dengan air tanah. Pemerintah Kota Ternate harus membuat  kajian lingkungan hidup strategis untuk melihat kondisi hilangnya proses hidrologis air secara periodik. Langkah ini dipercaya dapat memetakan masalah krisis air secara ekologis maupun distribusi. Pemerintah juga harus membatasi hotel mengunakan sumur bor,” usul Syarif.

Jumlah Penduduk Kota Ternate [2013-2017]. Chart: Tim databerita.id. Sumber: BPS Kota Ternate. Created with Datawrapper.

Rizal Marsaoly, Kepala Dinas Permukiman Kota Ternate mengungkapkan, salah satu instrument paling baik dalam pengendalian konsumsi air di Kota Ternate adalah dengan cara penataaan kawasan permukiman warga. Dan Izin mendirikan Bangunan (IMB) merupakan alat yang baik untuk mengontrol batasan permukiman dan ketersediaan kebutuhan air. 

“Waktu saya masih jadi kepala dinas tata kota, setiap orang yang ingin mengurus IMB diwajibkan menanam pohon dan membuat daerah resapan air. Tujuannya adalah membuat tabungan air tanah. Tapi sekarang saya tidak tahu lagi karena pengurusan IMB ada di dinas PU,” kata Rizal. 

Menurut Abdul Kader D.Arif , Ketua Pusat Studi Geologi dan Bencana Maluku Utara, debet air tanah di Ternate memegang peran penting menjaga bagian penyusun tanah. Air tanah merupakan sumberdaya alam terbarukan (renewable natural resources) yang memainkan peran penting pada penyediaan pasokan kebutuhan air bagi masyarakat. 

“Jika air tanah di Kota Ternate disedot secara berlebihan, dipercaya akan menganggu keseimbangan lapisan tanah dan air permukaan. Jadi masyarakat Ternate sebaiknya lebih bijak mengkonsumsi air,”kata Abdul Kader kepada Ekuatorial.

 

Tulisan ini telah di sunting ulang dan diperbaharui sejak penerbitan pertama pada 13 Juni 2019.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.