Posted in

BERADAPTASI DENGAN MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

thumbnailJakarta – Dampak negatif perubahan iklim tengah menjadi ancaman bagi kehidupan umat manusia. Dampak perubahan iklim juga bisa berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem, terutama masalah kelestarian keanekaragaman hayati. Di sisi lain, kelestarian keanekaragaman hayati dinilai sangat penting untuk mendukung upaya manusia dalam beradaptasi terhadap terjadinya perubahan iklim.

Species Conservation Coordinator WWF Indonesia, Chairul Saleh, Selasa (21/12/2010), menjelaskan bahwa keberadaan keanekaragaman hayati memiliki korelasi yang kuat terhadap terjadinya perubahan iklim. Kelestarian keanekaragaman hayati pun dianggap memiliki peran tersendiri dalam upaya manusia untuk beradaptasi dengan terjadinya perubahan iklim tersebut.

“Perubahan iklim dapat memberikan dampak bagi keberadaan keanekaragaman hayati. Sebaliknya, kelestarian keanekaragaman hayati juga dapat mendukung upaya manusia untuk mengatasi perubahan iklim. Melalui kelestarian dan keutuhan ekosistem yang menjadi habitatnya, keberadaan keanekaragaman hayati dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam melakukan adaptasi terhadap terjadinya perubahan iklim,” jelasnya.

Lebih lanjut, urainya, masyarakat yang tinggal berdekatan dengan keberadaan keanekaragaman hayati juga harus dipersiapkan agar dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim. Tujuannya, apabila masyarakat tersebut terkena dampak perubahan iklim, maka mereka tidak akan memberikan tekanan terhadap kelestarian keanekaragaman hayati. Salah satu bentuk adaptasi dalam hal ini adalah dengan mengembangkan pola pemanfaatan keanekaragaman hayati yang ada di sekitar masyarakat secara lestari, terutama keanekaragaman hayati yang kecil kemungkinannya terkena dampak perubahan iklim.

“Contohnya adalah masyarakat lokal yang tinggal di sekitar habitat orangutan. Selain dibantu dengan mencarikan jenis-jenis padi yang dapat tahan terhadap perubahan iklim demi mempertahankan sistem pertanian mereka, masyarakat di sana juga harus dibantu dalam pengembangan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati (orang utan – red.) secara berkelanjutan,” paparnya.

Mengenai hal ini, ia melanjutkan, sebenarnya sudah ada bentuk kepedulian dari masyarakat lokal terhadap kelestarian keanekaragaman hayati di sekitar tempat tinggal mereka. Misalnya adalah kerja sama yang dilakukan oleh WWF Indonesia bersama masyarakat lokal di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, melalui program adaptasi perubahan iklim untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dalam kaitannya dengan pelestarian orangutan di sana.

Meskipun begitu, tambahnya, sejauh ini pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia masih memiliki tantangan yang besar. Terutama dalam mengurangi tekanan laju hilangnya keanekaragaman hayati akibat berbagai hal, misalnya adanya deforestasi dan konversi hutan alam, pemanfaatan yang berlebihan (over exploitation), perburuan dan perdagangan ilegal, serta tentunya ancaman dari dampak perubahan iklim.

Hal tersebut ternyata juga diakui oleh Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Lahan dan Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Antung Deddy, Selasa (21/12/2010), pada kesempatan berbeda. Menurutnya, kerusakan hutan akibat pembukaan lahan dan kebakaran hutan merupakan tantangan terbesar dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia.

“Oleh karenanya, upaya penyadaran kepada masyarakat sangat diperlukan, mengingat keanekaragaman hayati merupakan penopang kehidupan. Dan hal ini telah coba dilakukan oleh KLH dengan cara melindungi spesies-spesies yang langka dan endemik. Sosialisasi kepada masyarakat pun terus dilakukan terutama melalui dunia pendidikan, agar masyarakat dapat mengerti mengenai peran keanekaragaman hayati bagi kehidupan,” jelasnya.

Permasalahan lain, sambungnya, adalah belum adanya upaya yang komprehensif untuk melindungi keanekagaraman hayati. Ditambah lagi dengan belum adanya upaya untuk melakukan kajian dan inventarisasi sumber daya genetik di Indonesia. Padahal, Indonesia merupakan negara terkaya nomor dua dalam hal keanekaragaman hayati setelah Brasil. “Jika ini (kajian dan inventarisasi – red.) tidak segera dilakukan, maka ancaman kenaikan suhu bumi akibat perubahan iklim akan mengakibatkan hilangnya spesies dan sumber daya genetik yang belum sempat diteliti,” tutupnya. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.