Posted in

GOOGLE EARTH ENGINE LATIH SEKITAR 30 LSM DAN BADAN PEMERINTAHAN INDONESIA

thumbnailTertarik ide sub nasional REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation and Enhancing Carbon Stocks in Developing Countries), Rebecca Moore dari Google Earth datang ke pertemuan Governors’ Climate and Forests (GCF) untuk melatih sedikitnya 30 LSM, Badan Pemerintahan Kalimantan Tengah dan Indonesia.
Palangkaraya-Kebutuhan data lapangan akan implementasi dan monitoring REDD+ sub nasional membuat Engineering Manager of Google Earth Outreach and Earth Engine Rebecca Moore menyempatkan diri khusus datang ke Indonesia untuk menunjukkan dukungan mereka. Moore dan timnya , 22/9, memberikan pelatihan singkat 3 jam bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Pemerintah Lokal dan Pusat dan beberapa jurnalis,  bagaimana cara mengukur karbon berdasarkan karakteristik pohon. Data itu kemudian dimasukkan ke Google Earth Engine, sebuah sistem baru Google untuk mempersenjatai orang biasa menjadi penjaga lingkungan.
“Kami bukan ahli (isu lingkungan). Yang kami lakukan hanyalah mengumpulkan data supaya setiap orang bisa mengaksesnya. Jika kamu ingin tahu apa yang sedang terjadi di bumi dengan cara yang mudah, buka saja Google Earth Engine,” kata Moore.
Yang dilakukan Google Earth Engine adalah mengumpulkan data-data sains dan riset lalu menggabungkannya dengan gambar muka bumi dari Satelit LANDSAT. Jika Anda menggunakan Google Earth Engine, yang didapat bukan hanya gambar untuk mencari jalan pulang ke rumah atau cari-cari tempat liburan yang oke, tapi juga gambar-gambar daerah terpencil sekalipun lengkap dengan data bahkan terkadang gambar hewan-hewan langka di sana. Jane Goodal, salah satu  pakar simpanse, telah menggunakan Google Earth Engine untuk memetakan penyebaran primata itu, sekaligus mendesak Pemerintah Tanzania menghentikan pembalakan di luar daerah konservasi.
Untuk keperluan REDD+, Google Earth Engine kini mengembangkan sistem mereka supaya setiap orang bisa mencari gambar area hutan tempat REDD+ dilaksanakan dan sekaligus mendapatkan data karbon di sana.
Google Earth Engine yang dikembangkan dari prototipe Google Earth, berkembang tak sengaja saat Moore berusaha memetakan pembalakan liar Hutan Redwood, Santa Cruz, dekat rumahnya di San Fransisco. Saat itu Moore berusaha membuktikan perusahaan kayu yang  telah memiliki izin tersebut melakukan pembohongan publik.
Berusaha mencari bukti, Moore yang tak puas dengan peta hitam putih Santa Cruz dari Kementerian Kehutanan Amerika, lantas menghubungi NASA untuk meminta gambar-gambar satelit mereka. Dengan setumpukan kaset data yang dikirim seminggu kemudian, Moore mengembangkan Google Earth Engine, yang menjelaskan bagian-bagian terdeforestasi, ditambah data-data dan foto-foto lapangan yang dia cari sendiri.  Setiap bulan gambar itu dia perbaharui, sesuai dengan pasokan gambar Satelit LANDSAT yang memotret seluruh muka bumi sedikitnya 2 kali sebulan.
Dengan data itu Moore membangkitkan kesadaran Masyarakat, Pemerintah dan Media Santa Cruz akan bahaya longsor, punahnya hewan langka, hilangnya pohon redwood yang telah berusia 200 tahun dan ancaman kekeringan akibat mata air mereka terletak di daerah penebangan.  Pihak perusahaan sempat menolak Kampanye Moore ini,dengan menyebut Google Earth Engine sebagai “mainan”.
“Saya jawab, kamu boleh saja menyebut ini mainan, tapi data-data ini akurat,” kata Moore.
Setelah mendapat dukungan luas masyarakat dan juga mantan Wakil Presiden Amerika Al Gore, setelah dua tahun kampanye Google Earth Engine berhasil membuat Kementerian Kehutanan mereka mencabut izin logging di sana.
Google Earth Engine juga bisa mejadi alat bagi warga biasa melaporkan kerusakan lingkungan mereka. Data yang dimasukkan ke Google Earth Engine berasal dari Google Androids, yang kemudian dimasukkan ke dalam situs mereka untuk kemudian diolah redaksi. Untuk REDD+, Anda bisa menghitung jumlah karbon berdasarkan karakteristik pohon di depan Anda. Sekalipunn berada di daerah trerpencil, para ilmuwan bahkan Masyarakat Adat Amazonia yang telah terbiasa menggunakan teknologi ini, biasa menyimpan banyak-banyak data ke kartu memori SD. Kemudian di kota, barulah semua data itu dimasukkan ke situs Google.
Saat ini Google Earth Engine telah didekati 2000 lebih LSM seluruh dunia dan dua hari lalu Moore telah bertemu Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto dan beberapa pemerintah lokal. Sebelumnya, Google Earth sudah digunakan para ilmuwan, aktivis lingkungan dan Masyarakat Adat di Tanzania, Amazon, Columbia dan Meksiko untuk memonitor pembalakan liar, pengungsi lingkugan, ancaman kekayaan hayati dan penegakan hukum.
“Mungkin suatu hari laporan mereka bisa dimuat di twitter juga, menjadi semacam twitter earth dan goggle+,’ kata Moore.
**

Sudah ada koreksi untuk kepanjangan REDD+ dan berdasarkan permintaan Avi Mahaningtyas, Koordinator GCF Indonesia, maka informasi dari Rebecca Moore tentang kedatangannya untuk melatih 30 LSM Indonesia diubah menjadi 30 LSM dan Badan Pemerintahan Nasional dan Kalteng.

Kepanjangan REDD+ diambil dari makalah Paket Untuk Media, Peliputan Tentang REDD+, dari Earth Journalism.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.