thumbnailPara pakar kehutanan dunia sepakat, inilah saatnya mengubah arah pengelolaan hutan dan program konservasi yang sejalan dengan program pengentasan kemiskinan dan keamanan pangan.

Para pakar kehutanan sepakat memakai pendekatan berbasis lansekap dalam pengelolaan hutan. Pendekatan ini merupakan cara baru untuk memandang hutan di masa depan, yakni bukan sebagai semata-mata hutan dengan fungsi-fungsi ekologis dan jasa lingkungannya, tetapi hutan sebagai sumber pangan yang mampu memberi makan kepada manusia yang tinggal di sekitarnya.

Pengelolaan hutan berbasis lansekap merupakan rangkuman pendapat dari presentasi para pakar kehutanan dalam acara Forest Day 6 di Doha, Qatar pada Minggu (2/12),yang merupakan rangkaian kegiatan dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB, UNFCCC/COP18.

“Hutan ini harus dilihat dalam kacamata pertanian, ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan dalam arti yang luas,” kata Direktur Jenderal Pusat Penelitian Kehutanan Internasional-CIFOR Peter Holmgren. Ia mengungkapkan, selama ini para ahli meyakini bahwa hutan di negara berkembang telah mengalami degradasi karena mendapatkan tekanan dari pembangunan, khususnya di kawasan perdesaan. Hutan menjadi sumber pendapatan masyarakat untuk keluar dari kemiskinan dengan cara mengeksploitasinya tanpa kendali. “Keyakinan lama ini harus diubah, melalui pengelolaan hutan yang mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyat,” katanya.

Holgrem menambahkan, berbagai pengalaman para pakar dalam pengelolaan kawasan lansekap perdesaan, daerah aliran sungai, dan restorasi habitat, ternyata tidak signifikan untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Dengan nilai kontribusi sektor kehutanan di negara berkembang mencapai US$ 326 miliar pertahun, tidak mengherankan hutan dieksploitasi habis-habisan untuk menyediakan berbagai kebutuhan.

Penasehat senior dari International Climate and Forest Initiative Norwegia Andreas Tveteraas mengatakan, bahwa pemerintah umumnya akan memilih mengorbankan hutan bila rakyatnya kelaparan, sehingga terjadi eksploitasi hutan untuk memenuhi kebutahan pangan masyarakat. Oleh sebab itu, menurutnya, program-program konservasi harus sejalan kebutuhan masyarakat tanpa mengorbankan hutan. “Tantangannya adalah, membuat pengelolaan hutan sejalan dengan program penyediaan pangan untuk masyarakat.” IGG Maha Adi

Sekretaris Satgas REDD+ Heru Prasetyo mengatakan  bahwa ide dan gagasan hutan sebagai sumber pangan bukan hal baru untuk Indonesia, karena sudah ada dan dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun. “Itulah sebabnya, fungsi hutan sangat vital bagi masyarakat Indonesia, karena menjadi sumber kehidupan dan mata pencaharian,”ujarnya.

_

 

Forest Day merupakan rangkaian acara dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB-COP. Digagas pertama kali oleh CIFOR sejak COP enam tahun lalu, Forest Day merupakan ajang pertemuan para pakar kehutanan dunia, para akademisi, lembaga-lembaga donor, kelompok bisnis, lembaga keuangan internasional, aktivis dan para pemangku kepenting hutan lainnya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.