Banyak manfaat dengan menyelamatkan hutan, kata Dr Gro Harlem Brundtland, Duta Khusus Perubahan Iklim PBB, dalam sambutan pembukaan Forest Day 3, tanggal 13 Desember 2009, di Copenhagen, Denmark.
“Dengan melindungi dan mengelola hutan lebih baik, emisi karbon global bisa dikurangi dengan nyatan dan cepat, dengan biaya yang masuk di akal, sementara kita melindungi kehidupan komunitas lokal dan masyarakat adat. Upaya ini juga menyumbang pada pelestarian keanekaragaman hayati, mempertahankan pola hujan dan kualitas tanah, dan membantu negara-negara beradaptasi pada perubahan iklim,” kata Brundtland, yang pertama kali memperkenalkan istilah sustainable development atau pembangunan berkelanjutan pada tahun 1987.
Sayangnya, ia mengingatkan, kita saat ini merusak hutan yang menghasilkan emisi karbon 17% dari emisi global setiap tahunnya. Total jumlah ini sama dengan seperlima dari emisi gas rumah kaca dari kegiatan manusia.
“Jika deforestasi terus berlanjut pada tingkatan seperti saat ini, tidak mungkin kita bisa mencapai target peningkatan suhu global di bawah dua derajat celsius,” ujar Brundtland, yang juga adalah penulis laporan “Our Common Future” yang diterbitkan 20 tahun lalu dan yang pertama kali mengingatkan akan persoalan pemanasan global.
Lebih dari 11 juta hektar hutan tropis hancur setiap tahun dan selama 30 tahun telah mencapai luasan sama dengan luasan wilayah India, demikian dilaporkan dalam “Our Common Future.” Dan terbukti data FAO menunjukkan tidak ada penurunan laju kerusakan hutan sejak 1987. “Saat ini kita menuju kerusakan kawasan hutan seukuran India pada tahun 2017,” ujar Brundtland.
Saat inilah, menurut Brundtland, bagaimana krisis iklim bisa menolong kita menyelamatkan hutan dunia. Di sisi lain hutan juga bisa menyumbang dalam mengatasi krisis iklim.
“Jika kita ingin selamat, sangat mudah yaitu hentikan merusak tabungan karbon di daratan terbesar yaitu hutan,” ujar Brundtland.
Runyamnya, pemanasan global bisa membuat hutan mati yang kemudian menyumbangkan emisi karbon di atmosfer.
Hutan bisa menjadi peran kunci dalam memerangi perubahan iklim. Laporan menyebutkan, dengan menghentikan deforestasi, mempromosikan penanaman hutan kembali (reforestation), dan penghutanan kembali (afforestation) lebih murah 30% dari biaya mitigasi lainnya.
Ada dua hal penting dalam penerapan REDD+ di lapangan, menurut Brundtland. Pertama, negara maju harus memberikan komitmen untuk memberikan kompensasi ekonomi pada negara berkembang untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan dan meningkatkan kandungan karbon di hutan mereka (REDD+).
Kedua, negara berkembang harus berjanji melaksanakan pengurangan ini dengan cara berkelanjutan dalam lingkungan, sosial, dan ekonomi. Untuk itu, pelaksanaannya perlu transparan dan bisa dipertanggungjawabkan, dan hak komunitas yang tinggal di dalam hutan harus dihargai.
Jadi, katanya, REDD+ harus masuk dalam ketentuan mengatasi perubahan iklim setelah 1212.
Ia mengusulkan beberapa fase yang harus disepakati dalam negosiasi yang sedang berjalan saat ini yaitu:
Fase pertama mengenai mekanisme pendanaan harus mencakup biaya awal persiapan bagi negara berkembang untuk menerapkan REDD dan membiayai negara berkembang untuk memverifikasi pengurangan emisi dari hutan.
Fase kedua, fase pendekatan yang memungkinkan negara berkembang dalam beragam keadaan mempersiapkan penerapan REDD bisa dilibatkan.
Fase ketiga, struktur insentifnya adalah berdasarkan kinerja dan dirancang untuk mendorong kualitas pemantauan, laporan, dan verifikasi yang berkualitas tinggi.
Fase keempat, proses finalisasi negosiasi rancangan mekanisme rinci dalam jangka waktu setahun.
Di tengah semangat memanfaatkan hutan untuk mengatasi perubahan iklim, ia mengingatkan, hutan bukan hanya penyerap karbon. Ada lebih dari 1,6 miliar orang (hampir 20% dari populasi dunia) tergantung pada hutan untuk hidup. Lebih dari dua miliar orang, sepertiga populasi dunia, menggunakan biomasa untuk bahan bakar ketika memasak. Miliaran lainnya tergantung pada hutan untuk obat-obatan. Dan di lebih dari 60 negara berkembang, berburu dan menangkap ikan di dalam hutan adalah cara mereka memenuhi protein.
Hutan dunia juga berkontribusi pada miliaran dollar pada ekomomi global melalui keanekaragaman hayati, konservasi tanah, dan pengendali banjir. Hampir 60% air di dunia berasal dari hutan. Dan lebih dari separuh spesies binatang dan tumbuhan ada di hutan tropis.
Beragam nilai dan fungsi hutan dunia ini memberikan implikasi penting pada setiap diskusi mengenai peran hutan dalam mengatasi perubahan iklim. Mengatasi perubahan iklim memberikan potensi yang luas untuk meningkatkan manfaat hutan. Bagaimanapun ada risikonya jika upaya mitigasi direncanakan dan dilaksanakan dengan buruk.
“Ketika kita harus bertindak, kita harus juga memastikan integritas lingkungan demikian juga melindungi hak azasi manusia, sosial, dan lingkungan.