Untuk mengatasi perubahan iklim perlu langkah-langkah mitigasi dan juga adaptasi. Kehutanan adalah contoh terbaik bagaimana mitigasi dan adaptasi berjalan bersama-sama. Demikian disampaikan oleh Dr Rajendra Kumar Pachauri, Ketua Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dalam sambutan pembukaan Forest Day 3, di Kopenhagen, Denmark, tanggal 13 Desember 2009.
“Sangat jelas jika kita ingin memenuhi tantangan perubahan iklim, kita perlu menjalankan mitigasi dan adaptasi keduanya. Hutan adalah contoh tebaik bagaimana mitigasi dan adaptasi berjalan bersama-sama,” kata Dr Pachauri.
Pachauri juga mengatakan kenaikan suhu permukaan bumi antara 1,5-2 derajat celsius tidak hanya bisa diatasi dengan mengurangi CO2 di atmosfer, tetapi juga harus membalik arahnya. Apa pilihan yang paling mungkin untuk itu? Jawabannya adalah sektor kehutanan yang bisa mengurangi emisi dan sekaligus menarik karbon dioksida dari atmosfer sebagai karbon tersimpan (stock carbon).
Sektor kehutanan bertanggung jawab atas 17% emisi karbon dioksida global.
Mengutip laporan ke-4 IPCC yang menyebutkan kehutanan dapat memberikan sumbangan besar bagi mitigasi biaya rendah dan bersinergi antara adaptasi dan pembangunan berkelanjutan. “REDD adalah langkah mitigasi paling efektif yang bisa diadopsi saat ini,” kata Pachauri menegaskan.
Sayangnya, kata Pachauri, kesempatan ini telah hilang dalam konteks situasi saat ini dan tidak adanya itikat baik politik (political will) untuk menerapkan. Akibatnya hanya sebagian potensi saja yang bisa direalisasikan saat ini. “Tapi political will adalah renewable resources.”
Sektor kehutanan selama ini tidak pernah diutamakan, tidak masuk menjadi pertimbangan saat menyusun kebijakan pembangunan nasional. Malah, menurut Pachauri, sektor kehutanan terkena dampak dari kebijakan sektor lainnya.
Pachauri mengkritik kebijakan top down tidak berfungsi untuk sektor kehutanan. Sektor kehutanan butuh upaya dari bawah, dari akar rumput (grass-root). Butuh kebijakan dari bawah ke atas. “Kebijakan harus arahnya terbalik, bukan dari atas ke bawah, tetapi dari bawah ke atas,” ujar Pachauri.
Ia juga mengingatkan bahwa hutan memberikan kontribusi jasa yang besar sekali. Jika kita tidak mengakui adanya jasa ini, akan terjadi kehancuran sosial dalam skala yang luas. Kenyataannya kehancuran sosial telah terjadi di sebagian belahan dunia di mana komunitas dan suku-suku asli telah kehilangan manfaat hutan ini. Yang terjadi selanjutnya adalah tekanan sosial.
Menurut Departement of Economic and Social Affair PBB, lebih dari 1,6 miliar orang di seluruh dunia hidupnya tergantung pada hutan. “Jumlah yang besar, 25% dari total populasi di dunia,” ia menekankan.
Deforestasi akan menyengsarakan masyarakat yang tergantung pada hutan. Dampak dari deforestasi dapat sangat serius, karena bisa menimbulkan kekeringan, ketika kekeringan terjadi akan meningkatkan frekuensi kebakaran hutan. Di Afrika, pada tahun 2020 akan ada 75-250 billion penduduk terancam kekeringan, berdasarkan laporan ke-4 IPCC.