Posted in

BISAKAH PEMULIAAN TANAMAN BANTU ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM?

Jakarta – Pemuliaan tanaman bisa menjadi solusi bagi para petani untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Pemuliaan tanaman dilakukan melalui persilangan, seleksi, dan mutasi terhadap beberapa jenis tanaman agar tahan terhadap kekeringan. Namun resiko kesepadanan terhadap lingkungan sekitar juga patut dicermati, agar tak menimbulkan bahaya dimasa depan.

Guru besar Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Sumarji, menjelaskan bahwa pemuliaan tanaman merupakan kegiatan yang dinamis dan berkelanjutan. Kedinamisannya dicerminkan dari adanya tantangan dan kondisi alam lingkungan yang cenderung berubah. Oleh karenanya, kegiatan pemuliaan akan berpacu sejalan dengan perubahan tersebut.

“Kita dapat menciptakan kualitas yang tahan terhadap kekeringan untuk menyikapi berbagai fenomena alam, seperti global warming. Kita mendesain tanaman yang paling tahan dan mampu berproduksi. Terutama padi yang tahan terhadap kekeringan,” urai Sumarji pada acara semiloka tentang Perlindungan Hak Petani atas Benih, di Jakarta, Selasa (29/6).

“Caranya dengan memasukkan gen-gen tahan kering ke tanaman yang ingin kita muliakan. Kita juga menyeleksi tanaman-tanaman yang tahan kering, kemudian dilakukan penyilangan untuk menjadikan tanaman unggul yang tahan kering,” ungkap Sumarji.

Fenomena cuaca pancaroba, bencana kekeringan dan banjir, atau isu pemanasan global sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan pemuliaan tanaman. Fenomena alam tersebut justru menjadi ajang untuk menguji varietas yang merupakan hasil dari proses pemuliaan tersebut.

Hal tersebut kemudian dikuatkan oleh Warsiyah selaku Koordinator Bidang Sains Petani dari Ikatan Petani PHT Indonesia Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Menurutnya musim pancaroba sama sekali tidak mengganggu proses pemuliaan. “Fenomena itu kita sikapi dengan menciptakan varietas yang misalnya saja tahan terhadap kurangnya air saat terjadi kekeringan. Hal itu juga sebagai proses pengujian kuat atau tidaknya varietas yang dihasilkan,” ucap Warsiyah, pada kesempatan yang sama.

Pada dasarnya, para petani secara alamiah memang sudah melakukan pemuliaan sejak pertama kali mereka terlibat dalam budidaya tanaman, baik tanaman pangan, holtikultura, maupun tanaman industri. Khusus untuk tanaman padi dan jagung, mereka memilih yang terbaik dari segi rasa, hasil, maupun umur. Padi yang terpilih kemudian ditanam untuk musim-musim berikutnya. Para petani pun sudah memiliki kemampuan dasar dalam melakukan pemuliaan tanaman, yaitu dengan melakukan koleksi, penyilangan, dan seleksi.

Kegiatan pemuliaan tanaman tersebut memang diharapkan dapat menghasilkan beragam varietas unggul baru. Selain itu, tentunya juga memiliki produktivitas yang tinggi serta memiliki beberapa karakter lain yang mendukung upaya peningkatan kualitas dan daya saing. Pemuliaan tanaman sendiri didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan genetik tanaman seperti modifikasi gen atau pun kromosom, untuk merakit varietas unggul yang berguna bagi kehidupan manusia.

Namun dilain pihak Tedjo W Jatmiko dari Aliansi untuk Desa Sejahtera menolak kemungkinan tersebut. Menurutnya belum tentu hasil ujicoba tersebut bisa berjalan lancar pada kondisi sebenarnya dilapangan.

“Belajar dari berbagai pengalaman yang ada, ujicoba pada skala laboratorium dan praktik dilapangan bisa berbeda hasilnya. Banyak faktor yang mempengaruhi,” ucap Tedjo, pada kesempatan berbeda.

Selain itu menurutnya untuk urusan seperti ini, terkadang mengandung keinginan monopoli didalamnya. “Kemungkinan untuk beradaptasi bisa saja ada. Tapi apa benar hal tersebtu juga bisa meningkatkan kesejahteraan petani dari sistem monopoli,” tambah Tedjo lagi.

Unsur kehati-hatian terhadap berbagai kemungkinan tersebut harus pula diperhatikan pengambil kebijakan. Mengingat selama ini, berbagai proses pemuliaan tanaman yang dilakukan masyarakat justru dianggap sebagai hal yang salah, mengingat adanya peraturan mengenai Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki industri besar. Peraturan tersebut yang kemudian dijadikan senjata untuk memonopoli bahan dasar produk pertanian.(prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.