Posted in

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAGI KELAUTAN MAKIN TERASA

Jakarta – Sektor kelautan merupakan salah satu sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, sudah semestinya dibuat strategi agar dampak perubahan iklim terhadap sektor tersebut dapat diminimalisir, terutama di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya merupakan lautan. Terutama memberikan perhatian yang lebih kepada dampak yang dirasakan oleh para nelayan tradisional dan masyarakat pesisir.

 

Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Abdul Halim, Selasa (23/11/2010), mengungkapkan bahwa negosiasi isu kelautan dalam konteks adaptasi di konferensi perubahan iklim menjadi sangat penting dan strategis bagi Indonesia. Terlebih, secara geopolitik, Indonesia adalah negara kepulauan yang hingga kini tak hanya rentan terhadap efek perubahan iklim, melainkan juga lemah dalam pengawasan dan penyelamatan manusia, khususnya nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk membawa isu kelautan di Cancun, sambungnya, sudah semestinya Delri belajar dari Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim ke-15 di Kopenhagen tahun lalu. “Jelas sekali terlihat bahwa apa yang diperjuangan oleh Delri ketika itu bertolak belakang dengan apa yang menjadi persoalan utama nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, hal lain yang juga harus dihindari Delri dalam negosiasi kelautan di Cancun adalah perluasan kawasan konservasi dan industrialisasi pariwisata. Pasalnya, penetapan kawasan konservasi laut ditetapkan secara sepihak dan ekspansi industri kepariwisataan di dalamnya membuat wilayah kelola nelayan dipinggirkan. “Sumber penghidupan nelayan tradisional hilang dan fungsi laut pun bergeser menjadi komoditas untuk masyarakat dunia (global goods),” begitu urainya.

Dampak Bagi Nelayan

Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, sektor kelautan memang sudah semestinya mendapatkan perhatian yang lebih, khususnya di Indonesia. Hal ini mengingat dampak perubahan iklim yang sudah dirasakan oleh para nelayan di Indonesia, terutama ditandai dengan terjadinya pergeseran musim akhir-akhir ini.

Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang nelayan di Teluk Jakarta, Tiharom, Selasa (23/11/2010), bahwa fenomena pergeseran musim dan ketidakjelasan cuaca telah mempengaruhi proses penangkapan ikan di laut. “Hujan yang lebih sering terjadi telah mengancam penghasilan kami sebagai nelayan tradisional. Karena hujan yang sering terjadi itu dapat mempengaruhi suhu air laut, akibatnya udang dan ikan agak sulit untuk ditangkap,” ungkap nelayan tradisional asal Marunda Jakarta Utara tersebut.

Selain itu, sambungnya, kesulitan untuk melaut ketika cuaca tidak menentu juga diperparah dengan terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah industri di sekitar Teluk Jakarta. Serta ditambah lagi dengan adanya ancaman reklamasi pantai di sana.

“Luasan melaut kami pun berubah. Dari yang biasanya satu mil menjadi sekitar dua mil untuk mendapatkan ikan. Padalah kapal tradisional kami yang bermesin 3 – 5 GT tidak memungkinkan untuk mencapainya. Selain itu, biasanya kami hanya menggunakan satu alat tangkap, namun kini membutuhkan dua sampai tiga alat tangkap,” tutupnya. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.