Posted in

REBUT PASAR KAYU DUNIA MELALUI SVLK

thumbnailSatu-satunya jalan terbaik untuk mengubah citra indonesia dari negara pelaku ileggal loging menjadi pemain utama bisnis baku kayu di pasar dunia adalah dengan menerapkan sertifikasi hijau. Inilah yang coba didorong penggiat kehutanan di Indonesia, mekanisme itu dikenal dengan sebutan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).

“Dulu Indonesia disebut sebagai negara pelaku illegal logging  terbesar di dunia. Itu adalah masalah lalu, sekarang kita punya inisiatif mendorong perbaikan tata kelola hutan secara lestari melalui SVLK,’kata Ahmad Edi Nugroho, Co Director Multistakeholder Forestry Programm (MFP)  dihadapan peserta Workshop Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk jurnalis yang diselenggarakan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bekerjasama Yayasan Kehati dan MFP di Solo (9/8).

Menurut Edi, sistem tata kelola Indonesia bila tak segera diperbaiki, bangsa ini akan terus mengalami kerugian baik secara ekonomi maupun ekologi. “Indonesia menderita 2 kali kerugian di sektor kehutanan yaitu kehilangan kayu dan dituding sebagai pelaku illegal logging. Nah dengan sistem verifakasi dan legalitas kayu, kita ingin membuktikan bahwa kayu-kayu yang dipakai industri di Indonesia itu legal,”jelasnya.

Lewat SVLK diyakini bisa membangun kembali kepercayaan dunia sebagai salah negara pemasok utama bahan baku kayu di pasar kayu internasional, sekaligus menjadi terobosan dan jawaban bagi permasalahan kehutanan di Indonesia.

SVLK tertuang dalam P.38/Menhut-II tahun 2009, sebagai satu-satunya sistem dan standar legalitas kayu nasional, dan merupakan jaminan kepada pasar global bahwa ekspor kayu produk berbahan dasar kayu Indonesia memakai bahan baku yang berasal dari sumber yang legal  dan menjamin keseimbangan ekosistem.  SVLK sendiri akan meliputi aspek perizinan, pemanenan, pengangkutan, hingga pengolahan di industri.

Standar SVLK kini telah diakui dunia terutama Uni Eropa. “Mereka mengapresiasi iniasitif Indonesia dalam sistem tata kelola hutan secara lestari, karena ternyata SVLK melebihi dari ekspektasi Uni Eropa,”ungkapnya. Sembari menambahkan, pengembangan mekanisme SVLK perlu didukung semua pihak, termasuk jurnalis untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki komitmen yang tinggi dalam memerangi kegiatan illegal logging, dan mewujudkan pengelolaan hutan lestari,”tandasnya.

Sementara Diah Y Raharjo, Direktur Program MFP mengatakan, selain perlu memperbaiki tata kelola hutan secara lestari, Indonesia juga harus memperbaiki sistem data base yang kuat yang nantinya sangat berguna untuk menampik tudingan dari NGO internasional seperti Greenpeace. “Kelamahan kita adalah, Indonesia tak mempunyai data yang kuat yang bisa memastikan dan melacak kayu-kayu tebangan dari hulu ke hilir,”ujarnya.

Seraya mencontohkan, ekspor kayu golondongan merbau yang dilakukan oleh Malaysia dan China ke Amerika dan Uni Eropa sebenarnya bisa dipersoalkan, karena pohon Merbau hanya tumbuh di Papua.”Ekspor kayu Merbau ini pasti ilegal karena Pemerintah Indonesia tidak mengizinkan ekspor kayu bulat. Tapi kita tak bisa membuktikannya karena tidak ada sertifikasi yang menyebutkan asal usul kayu itu,” kata Diah.

SVLK ini sangat penting dalam menjamin ketersedian dan legalitas bahan baku bagi industri kayu dan ekspor produk berbahan dasar kayu di pasar dunia. Sejumlah negara pembeli, seperti Eropa, Amerika, dan Jepang hanya menerima produk-produk kayu yang legalitasnya terjamin dan ramah lingkungan. Mereka mensyaratkan berbagai standar dan perangkat peraturan terkait hal ini, seperti Eropa dengan Timber Regulation.(Marwan Azis/Beritalingkungan.com).

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.