Jakarta, Ekuatorial – Berbagai tanggapan muncul pasca keluarnya Peraturan Presiden – Perpres Nomor 62 Tahun 2013 tentang Badan Pengelola Penurunan Gas Emisi Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut atau REDD+. Badan ini dianggap tidak bergigi dan hanya sebagai macan kertas karena hanya memiliki fungsi koordinasi, sinkronisasi dan lain-lain. Namun, sebagian mengatakan tidak juga karena di dalamnya ada pengelolaan.

Bahkan, Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto mengatakan awasi saja dulu Badan ini, biarkan bekerja yang terpenting nanti figure pemimpinnya. Pernyataan ini tentu membuat skeptis banyak kalangan, mampukah Badan ini menangani masalah-masalah yang cukup rumit terkait REDD.

Abdon Nababan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara – Sekjen AMAN mengatakan, bahwa Perpres ini bersifat multifungsi dan memerlukan penjelasan apa yang dimaksud dengan koordinasi, apa yang dimaksud dengan sinkronisasi, dan apa yang dimaksud dengan pengelolaan.  Selanjutnya, di dalam Perpres ini juga tidak secara khusus mengatakan bahwa hal-hal yang menghambat penyelenggaraan REDD diberikan kewenangan mutlak.” Jadi, penegasan-penegasan ini yang tidak ada di dalam Perpres Badan REDD,” ujarnya.

Terkait kata pengelolaan apa yang dikelola, hanya REDD. Kalau ternyata tidak ada lahan yang bebas dari konflik, artinya tidak ada yang dikelola. Padahal, persoalan hutan tumpang tindih antara hak hutan negara dengan hutan adat belum jelas, izin-izin juga tumpang tindih. “Pertanyaannya adalah, kalau tidak ada yang bebas dari kekacauan artinya tidak ada REDD di Indonesia,” ujarnya.

Dia menambahkan, Bisakah Badan ini jika di suatu kawasan dinyatakan cocok untuk REDD maka dengan kekuasaan yang diberikan Perpres ini bisa mencabut seluruh izin-izin yang menghambat penyelenggaraan REDD di suatu kawasan ? “Tentu sulit karena tidak disebutkan di dalam Perpres itu,” katanya.

Sebagai contohnya, jika ada persoalan tumpang tindihnya izin di suatu kawasan, ada persoalan antara masyarakat adat dengan hutan negara cq Kementerian Kehutanan. Apakah bisa Badan ini mengatakan kalian keluar semua karena ini mau REDD, ini bukan urusan Kemenhut. Engak bisa kan.

Selanjutnya, pertanyaannya REDD ini mau dilakukan dimana kalau Badan REDD ini tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin-izin yang tumpang tindih dan membereskan kekacauan-kekacauan itu.

Terkait figure siapa yang akan memimpin Badan ini, tentu menjadi sangat penting karena situasinya yang mengambang.  Namun, saat ditanyakan siapa kira-kira yang pantas untuk memimpin Badan REDD ini,  Abdon Nababan mengelak untuk menjawabnya. Dia hanya mengatakan yang jelas figure ini memiliki kapasitas dan kapabilitas serta integritas untuk memimpin Badan ini.

Lebih jauh, hal-hal yang dianggap krusial dari Badan REDD ini dan menjadi sangat penting, adalah figure pemimpin, menggunakan instrument yang telah ada dari Badan Informasi Geospasial, stranas REDD harus menjadi standar minimum dalam penyelenggaraan REDD+, serta one map policy. (Wishnu)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.