Selain kerugian Rp 20 triliun, bencana asap di Riau menyebabkan puluhan ribu orang menderita sakit. Kejadian yang berulang setiap musim panas.

Winahyu Dwi Utami masih mengingat kejadian dua minggu di bulan Februari-April lalu. Wartawan sebuah radio di Pekanbaru, Riau, ini terpaksa membolos ke kantor karena asap yang pekat. “Jarak pandang di dalam kota cuma beberapa puluh meter di siang hari, sangat berbahaya untuk saya yang kemana-mana naik motor,”ungkapnya,”lampu motor saya juga tidak bisa menembus asap,” Tambahan pula ia beberapa kali terkena sesak napas karena terlalu banyak menghirup asap.

Utami adalah satu di antara 49.000 orang yang menderita iritasi pernapasan di Pekanbaru karena asap. Dinas Kesehatan Provinsi Riau menyatakan kualitas udara di sejumlah kabupaten/kota juga terpantau terus memburuk karena dampak polusi asap sisa kebakaran lahan dan hutan yang terus terjadi dan meluas.

Kota Pekanbaru sejak akhir Januari sampai pertengahan April kembali berselimut asap tebal, yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan yang hampir merata terjadi di Riau. Sebagian besar berasal dari lahan perkebunan yang akan dibuka untuk sawit. Perlahan asap itu menyebar ke Sumatera Barat dan Bengkulu, dua provinsi terdekat. Bencana itu hampir berulang setiap tahun, tanpa bisa dicegah. Bahkan tahun 2013 asap dari Riau menyelimuti seluruh Singapura dan sebagian Malaysia.

Dua kawasan yaitu Kota Dumai dan Kabupaten Siak dikabarkan sempat berada pada kondisi membahayakan. “Sebelumnya sempat dikabarkan kualitas udara di Dumai sempat berada pada 449 PSI (pollutant standards index) yang artinya sudah sangat tidak sehat atau berbahaya akibat tercemar kabut asap,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Zainal Arifin. Sedangkan di Siak, sempat berada di atas 200 PSI hingga sekolah-sekolah di dua daerah ini diliburkan. Menurut standar PSI yang kini telah diubah menjadi Air Quality Index, bila nilainya melebihi 300 AQI, artinya kualitas udaranya membahayakan kesehatan manusia.

Serangan ISPA
Data pada Dinas Kesehatan menyatakan akibat kabut asap tersebut, ada sekitar 15.292 orang telah terserang berbagai penyakit. “Warga paling banyak terserang infeksi saluran pernapasan akut yang jumlahnya mencapai 14.093 orang. Hal itu karena kualitas udara menurun drastis gara-gara asap,” kata Zainal Arifin.

Sampai akhir April, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) paling banyak terdapat di Kabupaten Rokan Hilir yakni mencapai 6.661 orang, kemudian Kota Pekanbaru (1.420), Dumai (1.237), Kabupaten Siak (1.232), Bengkalis (1.092), Pelalawan (780), Indragiri Hilir (421), Kampar (513), dan Indragiri Hulu ada sebayak 352 penderita.

Di Kabupaten Kepulauan Meranti, juga dikabarkan sebanyak 164 jiwa terserang penyakit yang sama, Rokan Hulu ada 106 orang, dan paling sedikit di Kabupaten Kuantan Singingi yakni hanya 15 jiwa terserang ISPA.

Dinas Kesehatan Riau memang telah mengeluarkan imbauan agar masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah untuk menghindari berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat kabut asap. “Polusi asap dalam kondisi yang membahayakan kesehatan,”katanya.

Selain ISPA, juga cukup banyak warga penderita pneumonia atau radang paru-paru, karena asap dengan jumlah keseluruhan mencapai 179 orang, asma 314 jiwa, iritasi mata dan kulit masing-masing 205 orang dan 501 orang. Untuk mengurangi dampak asap, Dinas Kesehatan telah meminta bantuan 100 ribu maske kepada kementerian kesehatan di Jakarta.

Kerugian Terus Meningkat
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat kabut asap di Riau meningkat drastis yang semula hanya Rp10 triliun pada Februari lalu, lalu sebulan berikutnya perkiraan itu naik menjadi Rp15 triliun, terutama saat asap memasuki level berbahaya yang menyebabkan penerbangan terhenti total.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau yang memperkirakan data kerugian Rp15 triliun itu, memaparkan bahwa macam kerugian terdiri dari Rp13,5 triliun akaibat penurunan tingkat produktivitas dan Rp1,5 triliun kerugian atas kehilangan aset dan dampak kesehatan.

Menurut Wakil ketua Umum Bidang Ekonomi dan Kerja sama Internasional, Kadin Provinsi Riau, Viator Butar Butar sektor ekonomi di luar ruangan paling besar menerima dampak tersebut.

Dia mengatakan menghitung kerugian secara pasti tentu sulit dilakukan karena butuh data yang sangat detail. Tapi, ada metode yang sangat sederhana dan sah secara metodologis. “Kami pakai pendekatan produksi, yang dihitung nilai tambah dari setiap aktivitas ekonominya. Saat ini terhenti maka menimbulkan kerugian ekonomi,” kata Viator di depan para jurnalis di Pekanbaru pada Januari lalu.

Analisisnya dilakukan atas patokan produk domestik regional bruto (PDRB) Riau. Menurutnya, untuk menghitung kerugian yang ditimbulkan banyak negara yang menggunakan pendekatan produksi, sebab pendekatan pendapatan dan pengeluaran sulit mendapatkan datanya. Saat ini PDRB Riau sekitar Rp520 triliun per tahun. Akibat kabut asap rata-rata angka produksi turun 30%. Artinya satu bulan ada 13,5 triliun kerugian yang ditimbulkan.

Pada kenyataannya kerugiaan ekonomi bisa saja lebih dari nilai itu. Sebab penurunan produksi setiap sektor bervariasi. Beberapa bidang ada yang mencapai 50%. Dia mencontohkan sektor perkebunan kelapa sawit, produksi anjlok sampai 50% lantaran pekerja susah memanen buah.

Sektor perhotelan juga salah satu yang berdampak serius. Akibat kabut asap hotel mengalami penurunan tingkat hunianbahkan mencapai 50%. Menurutnya, kebanyakan orang ke Pekanbaru menginap di hotel untuk berbisnis. Selama kabut asap semakin pekat penerbangan ke Pekanbaru ditutup sehingga imbasnya penurunan tingkat hunian. Semua aktivitas ekonomi yang dilakukan di luar ruangan semua terganggu. Begitu juga sektor perdagangan terganggu akibat arus barang tersendat.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerugian perekonomian akibat bencana asap dari kebakaran hutan dan lahan di Riau selama Februari sampai April 2014 telah mencapai Rp 20 triliun. Angka yang disebut itu naik sekitar 20 persen dari perhitungan sebelumnya yang memperkirakan nilai kerugian akibat bencana itu sekitar Rp 15 triliun.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, perhitungan kerugian berasal dari besaran Produk Domestik Regional Bruto Riau.“Karena bencana asap telah mengganggu aktivitas perputaran ekonomi dan uang sekitar 30 persen,” katanya dalam Seminar bertema Solusi Tuntas Riau Bebas Asap di Pekanbaru, Selasa (29/4). Perhitungan itupun, menurutnya, hanya dari dari sisi bisnis dan ekonomi saja, belum termasuk efek domino seperti kesehatan dan aktivitas lain yang terganggu.

Kebakaran Seluas 21.900 ha
Ia mengatakan biaya penanggulangan bencana asap untuk Riau juga sangat besar, karena sudah menyedot dana BNPB sekitar Rp 164 miliar, atau sepertiga dari anggaran penanggulangan kebakaran nasional yang mencapai sekitar Rp 500 miliar.

Jumlah itu bisa terus merangkak naik, apabila dihitung kerugian kerusakan lingkungan hidup karena berdasarkan data Satgas Darurat Asap Riau, lebih dari 21.900 hektar lahan dan hutan telah terbakar selama bencana asap terjadi. IGG Maha Adi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.