El Nino, fenomena kenaikan suhu perairan di Samudra Pasifik, diperkirakan akan menghampiri Indonesia pada pertengahan tahun ini. BMKG memprediksi, El Nino yang akan melanda antara bulan Juli dan September berpeluang besar memiliki intensitas lemah hingga sedang, namun peluang El Nino dengan intensitas tinggi juga dimungkinkan.

Haris Gunawan, Pusat Studi Bencana Universitas Riau dalam acara diskusi evaluasi wilayah moratorium di Jakarta (21/5) menyebutkan lebih dari 70% kebakaran yang terjadi pada awal 2014 terjadi di luar kawasan hutan dengan nilai kerugian ditaksir mencapai 15 triliun rupiah, atau setara dua kali APBD Provinsi Riau.

“Kita melihat kebakaran harus dari akar persoalan dan penegakan hukum merupakan bagian dari solusi komprehensif. Kita punya kesalahan dalam pengolahan gambut,” tuturnya. Menurutnya gambut yang jika pengolahaannya harus dikeringkan terlebih dahulu, maka manajemen airnya akan menjadi tidak terkontrol dan menjadi sangat rentan terbakar.

Ia meminta agar kasus di Riau ini dijadikan pembelajaran bagi pengeloaan gambut di berbagai wilayah lain. Jika pertengahan tahun ini El Nino jadi melanda, sangat mungkin hotspot akan meluas bahkan sampai ke 26% hutan yang masih tersisa di Riau.

Arief Yuwono Deputi III bidang Penanggulangan Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) ketika diwawancarai Ekuatorial di Jakarta (21/5) mengatakan saat ini KLH sudah melakukan beberapa upaya untuk mencegah dan mengurangi dampak yang akan terjadi terkait dengan kedatangan El Nino.

“KLH saat ini fokus pada kegiatan pencegahan dampak El Nino yang diperkirakan akan terjadi bulan mendatang,” ujar Arief. Ia menambahkan El Nino yang sangat erat kaitannya dengan kebakaran lahan dan menipisnya sumber daya air perlu adanya aksi pencegahan misalnya upaya pengelolaan air.

Arief menjelaskan, di tingkat masyarakat KLH sudah melakukan upaya penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat lokal di delapan provinsi melalui program masyarakat peduli api. Dalam program ini, masyarakat dibekali pengetahuan dan contoh langkah strategis kepada masyarakat untuk dapat cepat tanggap terhadap kebakaran yang terjadi.

“Untuk program masyarakat peduli api, pilot project sudah kami bentuk di Bengkalis Riau, dan Kubu Raya di Kalimantan yang memiliki sejarah buruk terhadap kebakaran lahan yang terjadi berulang-ulang,” jelasnya.

Delapan provinsi yang menjadi fokus kegiatan pencegahan dampak El Nino oleh KLH antara lain Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Arief menjelaskan pemilihan delapan provinsi tersebut didasari dari potensi kerusakan yang lebih tinggi akibat pengaruh El Nino dibandingkan dengan 26 provinsi lainnya.

Selain masyarakat, Arief juga menyebutkan bahwa KLH juga menyasar pemerintah daerah untuk ikut serta berupaya meminimalisir dampak kejadian El Nino. Di tingkat pemda KLH berupaya untuk memperkuat sistem informasi, sehingga pemerintah daerah bisa melakukan langkah ideal untuk pencegahan kerusakan lahan.

“Kami meyakini dengan adanya antisipasi pencegahan kebakaran di delapan provinsi, maka sebetulnya itu akan sangat efektif untuk mengurangi kebakaran lahan yang akan terjadi akibat kemarau ditambah lagi akibat pengaruh El Nino,” tutup Arief. Januar Hakam & Azhari Fauzi.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.