Meski banyak penelitian telah menunjukkan bahwa mangrove memberi sumbangan potensial terhadap pengurangan emisi karbon, Indonesia belum sepenuhnya siap melakukan sertifikasi karbon. Masalahnya, program mangrove yang ada saat ini belum memiliki kesatuan penghitungan.

Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut Kementrian Lingkungan Hidup Nursiwan Taqim menyebutkan, tiga tahun terakhir program sertifikasi mangrove yang dikenal dengan nama Rantai Emas (Rehabilitasi Pantai Entaskan Masyarakat) baru bergulir. Prosesnya kini masuk tahap kesepakatan dan penetapan prosedur yang lebih detail. “Kemungkinan tahun depan program ini mulai berlaku dan bisa dilaksanakan,” kata dia.

Sejumlah warga menanam Mangrove di kawasan pesisir Muara Ujung, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (4/6).  ANTARA FOTO/Lucky R.
Sejumlah warga menanam Mangrove di kawasan pesisir Muara Ujung, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (4/6). ANTARA FOTO/Lucky R.

Program Rantai Emas mencakup pembentukan kelompok masyarakat untuk membibitkan, menyemai, dan menjaga mangrove. Pemerintah berharap program tersebut direplikasi di wilayah lain dan pemerintah akan mencarikan pihak yang siap menjadi penyedia dana.

Lebih lanjut, Nursiwan mengungkapkan, lewat program sertifikasi tersebut Kementrian Lingkungan Hidup berupaya menghitung jumlah emisi yang terserap dari luasan hutan mangrove yang telah direhabilitasi dan dijaga oleh masyarakat dalam program itu. Secara umum Indonesia mengharapkan penurunan emisi gas karbon sebesar 26 persen pada 2020. Sebanyak 87 persen diantaranya berasal dari sektor kehutanan, termasuk di dalamnya kawasan mangrove.

Sementara itu, Direktur Wetlands Internasional Indonesia I Nyoman Suryadiputra kepada Ekuatorial menegaskan bahwa cadangan karbon dalam hutan mangrove amat besar. “Sebagian besar karbon tersebut tersimpan di bawah hutan mangrove, sehingga saat mangrove ditebang maka mesin penyerap CO2 hilang dan tanah di bawahnya terbongkar.”

Sebagai perbandingan, satu hektare hutan dalam kondisi baik paling banyak menyimpan 200-250 ton karbon. Sedangkan mangrove, walau jumlah cadangannya kurang lebih sama, tetapi ia juga punya kapasitas menyimpan karbon di lantai hutannya. Jika ditotal maka mangrove memiliki cadangan hingga 1.023 ton karbon per hektare. Kapasitas itu, imbuh Nyoman, belum ditambahkan dengan potensi mangrove hasil temuan terbaru para peneliti. Yakni beberapa mangrove yang ada di Indonesia tumbuh di atas lapisan gambut dan gambut tersebut jika kedalamannya mencapai 4-6 meter mampu menyimpan sekitar 1.600 karbon per hektare. Nyoman mencontohkan bahwa kondisi ini bisa dilihat di Cagar Alam Tanjung Panjang, Gorontalo.

Itu sebabnya, Nyoman menegaskan, bahwa kerusakan kawasan mangrove sama artinya dengan pelepasan emisi besar-besaran ke atmosfer dan kerusakan lingkungan yang besar. Ratih Rimayanti

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.