Bali, Ekuatorial – Sepuluh meter di bawah laut Tulamben, Bali, Jumat (29/8) lalu. Pemandangannya lumrah, di kedalaman beberapa turis asing sudah menyelam pantai timur laut Bali itu sejak pagi. Tetapi sekelompok penyelam tampak sibuk mengelilingi terumbu karang dan semuanya memegang Coral Finder. Alat di tangan mereka itu adalah sebuah alat bantu berbentuk buku dari bahan tahan air setebal 34 halaman. Buku itu merupakan panduan untuk mengenali karang dari genusnya, dan baru beberapa kali diujicoba di perairan Indonesia.

Sebagai buku identifikasi yang lumayan baru, Coral Finder diklaim sukses mengidenfikasi hampir 80 genus karang keras di perairan Asia-Pasifik. Untuk mempermudah kerja para penyelam buku itu dilengkapi skala untuk mengukur panjang lebarnya terumbu, ada pula pensil bawah air untuk mencatat hasil identifikasi dan temuan lain yang pentinga dan sebuah kaca pembesar untuk membedakan beberapa genus terumbu karang yang memiliki kemiripan penampakan. Tapi yang paling penting dari buku itu adalah foto-foto genus terumbu karang yang menghiasinya, yang disusun secara sistematis dalam tabel. Foto yang terdiri dari 83 genus karang di kawasan Indo-Pasfik itulah yang menjadi kunci identifikasi dengan cara mencocokkannya dengan terumbu karang yang dijumpai di perairan.

Bila ingin memulai idenfitikasi, halaman pertama Coral Finder mengharuskan para pengamat menentukan bentuk hidup karangnya, dapat berupa bercabang atau branching, berbentuk tak tentu dikenal sebagai meander, atau padat, tipis dan mengerak, soliter, karang dengan polip yang menjulur pada siang hari, kolumnar, ataukah karang berbentuk renda serta pipa.

Bila koral yang ditemui, misalnya berbentuk branching, maka identifikasi tak selesai hanya sampai situ, karena Coral Finder dapat memberikan informasi lebih detil. Dalam grup kunci branching, bisa diperiksa apakah karang itu memiliki koralit aksial atau tidak. Koralit adalah satuan tempat hidup individu hewan karang yang berbentuk seperti mangkuk. Saya menemukan pada ujung-ujung percabangan utama karang ini nampak koralit aksial. Ciri-ciri ini sesuai benar dengan ciri pada genus Acropora.

Ternyata, semua karang genus Acropora memiliki koralit aksial sebagai karakter kuncinya. Hari itu, dari hasil identifikasi beberapa belas penyelam di sekitar perairan Tulamben, menunjukkan setidaknya terdapat karang dari genus Acropora, Pocillopora, Platygyra, Lobophyllia, Oulophyllia, Goniastrea, Cyphastrea, Leptastrea, Montastrea dan Merulina.

“Pada akhir pelatihan Coral Finder sebelumnya di Wakatobi, Berau, dan Kepulauan Seribu, sebagian besar peserta dapat mengidentifikasi 80 persen genus karang dengan benar” kata Rizya Ardiwijaya, Conservation Science Specialist TNC bidang terumbu karang sekaligus mentor dan koordinator pelatihan saat itu.

Coral Finder diciptakan oleh Russell Kelley, ahli komunikasi sains dari Universitas James Cook, Australia. Ia memaparkan munculnya ide pembuatan Coral Finder berawal dari terbitnya buku Corals of the World oleh J.N.E. Veron. Buku tersebut sudah diterbitkan sebanyak tiga volume pada tahun 2000. Ia menyatakan bahwa karya itu sangat gemilang dan segalanya akan berbeda, sehingga ia merasa setelah penerbitan buku itu dan di masa depan akan lebih mudah untuk memahami terumbu karang.

Namun, Russell sangat kecewa setelah lima tahun berselang, karang dan terumbu karang masih merupakan sesuatu yang misterius bagi kebanyakan orang. “Saya kemudian menyadari ini bukan permasalahan saintifik, ini masalah komunikasi. Saya mengambilnya sebagai tantangan untuk membuat Corals of the World lebih mudah untuk digunakan dan dipelajari. Jadi, Coral Finder adalah respon untuk penyelarasan dengan Corals of the World,” ungkapnya.

Sebelumnya, para pengamat terumbu karang melakukan identifikasi hanya berdasarkan ingatan. Biasanya ingatan berasal dari buku atau foto yang diambil di lapangan. Kemudian dicocokkan dengan yang ada di buku. Hal seperti itu juga yang dikatakan oleh Beginer Subhan, pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berkecimpung dalam penelitian terumbu karang.

“Saat era kamera digital identifikasi dilakukan pada foto, tapi waktu belum ada kamera digital identifikasi berdasarkan ingatan dan ilmu saja. Artinya tidak semua orang mampu sampai genus. Identifikasi ya sampai lifeform (bentuk fisik) saja,” terang Subhan. Harga alat idenfitikasi itupun tak tergolong mahal untuk para penyelam atau fotografer bawah laut profesional, yaitu sekitar 80 Dolar Australia atau kira-kira Rp 880 ribu.

Namun, identifikasi pada foto membuat pengamat tidak dapat mengkonfirmasi langsung ciri-ciri tiga dimensi pada karang. Kini penggunaan Coral Finder memungkinkan konfirmasi dilakukan sekaligus pengambilan foto dan pengecekan silang dalam bukunya.

Keunggulan Coral Finder juga diakui oleh salah satu peserta pelatihan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang Muhammad Hilmi. Selama ini ia mengaku tidak tahu genus karang, tetapi sekarang bisa lebih mudah mengidentifikasinya, karena menggunakan Coral Finder.

“Dulu saya pikir Porites itu bentuknya hanya masif saja, ternyata ada juga yang bercabang. Dan antara genus karang juga ternyata banyak yang mirip,” ujarnya saat berbincang usai pelatihan dilakukan. Ratih Rimayanti

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.