Jakarta, Ekuatorial – Kunjungan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke Korea Selatan pekan lalu membawa informasi baru. Proyek tanggul raksasa di laut atau Saemangeum Sea Wall di Negeri Ginseng itu tidak cocok diterapkan di pantai Jakarta.

“Disain Jakarta Giant Sea Wall harus dievaluasi kembali,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jakarta, Andi Baso Mappapoleonro kepada wartawan di Balai Kota, Senin, 22 September 2014.

Screen Shot 2014-09-24 at 11.44.14 AM

Menurut Andi, kontur daratan Korea Selatan lebih tinggi daripada laut yang memungkinkan sistem buka-tutup tanggul digunakan. Sedangkan sebagian daratan utara Jakarta lebih rendah dari paras muka laut. Kalau ada pasang-surut air laut, alirannya turut membuang air limbah.

Oleh karena itu, mega proyek di Jakarta itu, katanya, haruslah menggunakan sistem pompa untuk membuang limbah ke laut. Jakarta Giant Sea Wall adalah tanggul laut raksasa sepanjang 30 kilometer yang membentengi Teluk Jakarta. Proyek ini membentang dari perbatasan Jakarta-Bekasi di sebelah timur hingga perbatasan Jakarta-Tangerang di sebelah barat. Di atas tanggul laut bakal dibangun jalan tol.

Proyek jumbo bernilai di atas Rp 200 triliun tersebut dirancang mengatasi banjir di Jakarta akibat kenaikan permukaan air laut, membersihkan air sungai sebelum ke laut, persediaan air bersih, dan reklamasi pantai. Rencana proyek ini dilakukan pada masa Gubernur Jakarta Fauzi Bowo dengan bantuan konsultan Belanda, Deltares, yang targetnya dibangun tahun 2020-2030.

Proyek raksasa ini kemudian dikoordinasikan Kementrian Perekonomian yang melibatkan Kementrian Pekerjaan Umum. Awalnya bernama Jakarta Defense Coastal Development kemudian menjadi National Capital Integrated Coastal Development. Pemerintah kemudian mempercepat rencana pembangunan proyek yang meliputi tiga tahap pembangunan.

Tahap A adalah proyek reklamasi pantai ditambah dengan peninggian tanggul rob di bibir pantai yang sejak tahun lalu mulai dilaksanakan. Tahap B yaitu pembangunan tembok bergambar garuda di laut dalam. Sedangkan tahap C ialah pembangunan tahap besar, giant sea wall serta pembangunan danau penyimpan dan pompa yang besar. Gubernur Joko Widodo dan didukung Menteri Perekonomian, setuju mempercepatnya ke tahap C.

Belakangan Korea Selatan siap membantu pembangunan mega proyek ini. Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Taiyoung Cho mengakui sudah dua kali rapat membahas proyek ini. “Antara kedua pemerintah sudah ada pembicaraan untuk membahas bersama-sama.

Kali ini Pak Wakil Gubernur Jakarta akan mengunjungi Korea, pasti akan bermakna,” kata Taiyoung, Rabu, 17 September 2014. Tanggul laut Saemangeum membentang di mulut Sungai Dongjin dan Mangyeong, di kawasan pantai Jeollabukdo. Wilayah ini terletak di selatan muara Sungai Geum, Distrik Gunsan, Kota Buan, Korea Selatan. Tanggul ini dibangun pada 1991 dan selesai pada 2010.

Panjang tanggul laut sekitar 30 kilometer. Korea siap membantu membuat masterplan, dan kami, katanya, bisa jadi contoh yang bagus.

Basuki Tjahaja Purnama yang sudah mengunjungi Saemangeum di Kores menyetujui adanya peninjauan ulang. “Tanggul laut raksasa di Jakarta lebih sesuai meniru konsep yang diterapkan Kota Rotterdam, Belanda,” kata Ahok kepada wartawan.

Menurut Ahok, daerah laut yang berada di dalam tanggul berfungsi sebagai waduk untuk memenuhi pasokan air ibu kota. Sistem buka-tutup justru membuat air laut tercemar masuk ke dalam waduk lantaran perbedaan permukaan air laut dan daratan. Hal yang sama juga terjadi jika limbah berasal dari aliran 13 sungai yang semuanya bermuara di Teluk Jakarta. Di Jakarta, ujarnya, air limbahnya tak akan bisa ke luar kalau tak dipompa.

Selain itu, Ahok berujar sistem buka-tutup pada tanggul laut akan membuat daerah pesisir dibanjiri air pasang. Studi kasus di Korea Selatan menyatakan sistem ini membahayakan keselamatan nelayan. Ada kasus, tiga nelayan Korea tewas diterjang air pasang saat pintu tanggul dibuka di tahun awal pengoperasian tanggul Saemangeum. Namun Ahok masih membuka kemungkinan kerja sama dengan Korea Selatan untuk teknik pembangunan tanggul.

Sampai saat ini belum jelas apakah proyek raksasa tanggul laut di Teluk Jakarta sudah memiliki kajian lingkungan strategis dari Kementrian Lingkungan Hidup. Maklum proyek jumbo ini bakal mempengaruhi ekosistem pesisir Bekasi dan Tangerang, serta pelabuhan Tanjung Priok serta Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang di Jakarta Utara. Tim Ekuatorial

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.