Tidak perlu lagi memilih satu di antara dua: Lingkungan atau Bisnis. Gedung ramah lingkungan terbukti mampu mengurangi emisi gas rumah kaca dan tetap menguntungkan bagi bisnis. Ini kisah tentang Kota Jakarta yang perlahan menjadi kota ramah iklim, ramah lingkungan, sekaligus ramah investasi.

Jakarta, Ekuatorial – Selain tingginya yang 230 meter dengan 57 lantai yang membuatnya terlihat menonjol di antara gedung di sekitarnya, pencakar langit ini tidak tampak istimewa. Arsitekturnya biasa saja, sebuah kolom raksasa berselimut kaca kebiruan yang berpendar tertimpa cahaya, seperti umumnya gedung pencakar langit di Jakarta.

Halamannya yang tak terlampau luas, dipisahkan oleh sekat serat kaca dan jalan selebar dua meter menuju mal dan hotel yang memanjang di sisi kanan dan belakangnya. Tidak terlihat taman gantung atau akar merambat yang menjuntai memenuhi dinding, hanya ada deretan pohon pucuk merah yang diatur berjajar rapi sama tinggi di sepanjang pagarnya.

Di pusat kesibukan Jakarta itu, sebetulnya banyak gedung lain yang dibangun lebih artistik, berpuntir, melengkung, dengan rimbun pohon menaungi halaman yang penuh bunga indah berwarna-warni.
Mencari apa yang luar biasa dari yang terlibat biasa saja pada pencakar langit yang satu ini, perlu menelisik lebih dalam.

Menara BCA di kawasan Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat ini adalah gedung pertama di Indonesia yang meraih sertifikat GREENSHIP EB Platinum, alias gedung ramah lingkungan berkategori paling prestisius. Sertifikat ini diberikan tahun 2012 oleh Green Building Council Indonesia (GBCI), lembaga sertifikasi gedung ramah lingkungan pertama di Indonesia.

Melampaui Standar
Gedung ramah lingkungan memang tak melulu berurusan dengan bunga, taman, dan pohon-pohon. Lalu apa keunggulan yang dimiliki Menara BCA yang tak dimiliki oleh gedung lain?

“Menara BCA ini telah berhasil melampaui standar penilaian yang rigid dari kami,” kata Ketua GBCI Naning Adiwoso

Standar yang juga diakui dunia internasional itu, terdiri dari lima parameter utama yaitu kesesuaian tapak, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber material dan siklus material, kualitas udara dan kenyamanan ruang, dengan bobot penilaian tertinggi pada efisiensi dan konservasi energi.

Perhitungan yang dilakukan pada gedung yang selesai dibangun tahun 2007 ini membuktikan bahwa mereka mampu menghemat konsumsi energi listrik sebesar 35% dari pemakaian pada gedung sejenis, atau setara penurunan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 6.360 ton per tahun.

Hampir semua lampunya memakai LED atau light emitting diode, yang mampu menghemat listrik sampai 70% dibandingkan lampu lain berdaya sama, dan mereka juga memasang lampu tabung jenis T5 yang dilengkapi sensor cahaya, yang mampu menyesuaikan tingkat pencahayaan saat ruangan gelap atau terang. Memakai lampu hemat energi berarti meringankan kerja penyejuk udara (AC), karena panas dari cahaya lampu berkurang sehingga ruangan mendingin.

Penyejuk udara di Menara BCA diatur pada 25ºC atau lebih tinggi dibandingkan kebanyakan gedung perkantoran lain di Jakarta yang biasa memasang pada 22ºC, tetapi tetap nyaman. Kuncinya, kaca luar gedung memakai teknologi insulated glazing atau dikenal juga sebagai double glazing yang diisi gas di antara lapisannya, untuk meneruskan panas dari luar gedung ke bagian lain di mana panas itu ingin dilepaskan. Hasilnya, panas yang diteruskan ke dalam ruangan sudah berkurang derajatnya.

Menurut perhitungan EECCHI (Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia), setiap penurunan satu derajat suhu AC akan meningkatkan enam persen konsumsi listrik. Artinya, dengan menyetel penyejuk udaranya tiga derajat lebih tinggi, menara BCA mampu menghemat 18 persen ongkos listriknya.

Karena 50-60% konsumsi listrik perkantoran umumnya dihabiskan untuk AC, maka penghematan satu persen saja bernilai sangat tinggi.

Gedung ini juga memberikan sejumlah fasilitas pendukung gaya hidup ramah lingkungan seperti penambahan parkir sepeda, pancuran bagi pesepeda untuk membersihkan badan, penambahan aerator pada wastafel agar air terasa lebih segar karena kandungan oksigennya meningkat. Tersedia pula alat pengukur kualitas udara, pelatihan internal bagi seluruh penghuni gedung tentang cara menghemat air dan listrik, dan pengolahan air bekas wudhu sebagai air pembilas toilet.

Selain itu, buangan air per orang per hari di gedung ini berhasil ditekan menjadi 40 liter, dibandingkan buangan rata-rata perkantoran di Jakarta yang mencapai 50 liter. Ada lagi, seluruh bagian lantai di luar ruangan dibuat berpori sehingga mampu menyerap hampir 100 persen air yang jatuh, dan dipakai kembali untuk berbagai keperluan di dalam kantor.

Ramah Iklim dan Hemat
Sayangnya, sampai awal Agustus 2014, keberhasilan BCA meraih Platinum hanya diikuti oleh dua gedung di Indonesia yaitu Kantor Pusat PT Dahana di Subang dan Kantor Kementerian Pekerjaan Umum di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Tiga gedung lainnya berhasil meraih kategori Gold yakni Sampoerna Strategic Square di Jalan Jenderal Sudirman, German Center di Serpong dan kampus ITSB (Institut Teknologi dan Sains Bandung) di Bekasi.

Jumlah ini belum sampai satu persen dibandingkan 700 gedung tinggi di Jakarta, apalagi di Indonesia. Negeri tetangga seperti Singapura telah memiliki 11 ribu gedung bersertifikat ramah lingkungan.

Namun, perkembangannya sangat menggembirakan. Beberapa gedung penting di Jakarta seperti Kedutaan Besar Austria, Amerika Serikat, dan Inggris semua dibangun ramah lingkungan, begitu pula gedung terbaru Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Pada saat bersamaan, studi yang dilakukan Lembaga Pembangunan Internasional Pemerintah Denmark (Danida) dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) pada beberapa gedung tahun 2012 justru menyimpulkan, gedung ramah lingkungan lebih menguntungkan untuk pengelolanya dan mampu mengurangi emisi yang mempengaruhi perubahan iklim global.

Gedung Kementerian PU contohnya, mampu menghemat pemakaian energi sebesar 56%, mengurangi emisi karbon sebesar 947 ton/tahun dan menghemat air 17,2% dibandingkan dengan konsumsi pada gedung biasa. Mengurangi pemakaian listrik berarti pula mengurangi emisi karbon dari pemakaian batubara atau minyak solar pada pembangkit listrik yang memasok energi ke gedung tersebut.

Studi yang sama juga menemukan bahwa Gedung PT Dahana di Subang ternyata tidak lagi memakai air bersih dari perusahaan daerah air minum (PAM) untuk keperluan kantor sehari-hari, tetapi sudah berhasil 100% memanfaatkan air dari sumber alternatif yaitu sungai, hujan, dan kondensat AC.

Penghematan biaya energi terutama tagihan listrik menjadi salah satu keunggulan gedung ramah lingkungan. Studi Danida lebih lanjut memaparkan bahwa Gedung ECCHI milik Kementerian ESDM di Jakarta Pusat, dapat menghemat tagihan listrik sebesar Rp 22,3 juta/tahun dari yang biasa mereka bayarkan, kampus ITSB menghemat Rp 237 juta/tahun, Sinarmas Land Plaza Office di Serpong mencapai penghematan Rp 542 juta/tahun, Gedung Pekerjaan Umum berhemat Rp 642 juta/tahun, sedangkan Menara BCA menghemat pembayaran listrik cukup besar yaitu Rp 5,6 miliar/tahun.

Dukungan terhadap klaim penghematan energi juga datang dari Malaysia. Menurut Direktur Manager IEN Consultant Poul E Kristensen yang berbasis di Kuala Lumpur, seperti dikutip seorang konsultan lingkungan Gita Lestari dalam blognya, gedung ramah lingkungan di Malaysia sudah terbukti menghemat 50% konsumsi listrik. “Dengan iklim dan tipikal gedung yang sama, gedung hemat energi di Indonesia diperkirakan juga dapat menekan konsumsi energi dengan persentase yang sama,”ujarnya.

Gedung Sehat
Faktor kesehatan di dalam ruangan juga tercakup di dalam sertifkasi gedung ramah lingkungan, karena sekitar 90% hidup manusia berada dalam ruangan. Menurut guru besar kesehatan masyarakat Universitas Indonesia Prof. Haryoto Kusnoputranto, ruangan yang memiliki kualitas udara buruk akan menimbulkan gejala gangguan kesehatan yang dikenal sebagai Sick Building Syndrom (SBS). Gangguan ini antara lain ditandai dengan sakit kepala, pusing, batuk, sesak napas, bersin, pilek, iritasi mata, pegal-pegal, bahkan sering dijumpai adanya gejala depresi.

Untuk memenuhi standar kesehatan dalam sertifikasi, gedung bersertifikat ramah lingkungan umumnya dilengkapi sensor karbon dioksida di dalam ruangan, untuk memantau konsentrasinya agar tak melebihi standar baku untuk kesehatan sebesar 1.000 ppm dan mengatur sirkulasi udara.

Asal bahan baku pembangun gedung juga menjadi faktor penting untuk menilai apakah gedung itu ramah lingkungan atau tidak. Kampus ITSB misalnya, semua kayunya berasal dari kayu bersertifikat secara legal sesuai aturan pemerintah tentang asal kayu.

Menara BCA juga mengurangi impor material karena akan menambah jejak karbon (carbon footprint) yang diemisikan saat pengangkutan, termasuk kaca selubung gedung yang telah berhasil dibuat pabrik dalam negeri.

Sedangkan Gedung EECCHI milik Kementerian EDSM memilih parket bambu sebagai pengisi lantainya. Pemakaian bambu akan mengurangi konsumsi kayu, terlebih lagi bambu yang diolah dengan baik memiliki daya tahan tinggi terhadap perubahan suhu dan tahan lama. Dampak lain dari pemakain barang produksi lokal adalah meningkatkan kesejahteraan para pengusaha lokal dan nasional yang memproduksinya.

Dorongan dari Tenant
Menjadi lebih ramah lingkungan, memang tidak otomatis menjadi lebih murah bahkan bisa lebih mahal. Pengelola Grand Indonesia misalnya, mengatakan bahwa investasi pembangunan Menara BCA yang awalnya Rp 700 miliar ternyata naik beberapa persen karena adanya tambahan dan penyesuaian beberapa harga peralatan ramah lingkungan.

Namun menurut Direktur Grand Indonesia Sawitri Setiawan, tambahan investasi itu akan segera kembali dalam beberapa tahun dan tidak mengurangi minat para calon tenant (penyewa).

Rupanya para penyewa gedung jauh-jauh hari sudah mewanti-wanti pengelola gedung agar mendapatkan sertifikat ramah lingkungan. “Mereka sangat concern dengan green building,” kata Sawitri, ”Sehingga kami yakin proses sertifikasi ini menguntungkan.”

Apa yang diduga Sawitri terbukti tak lama sesudahnya, karena dari tingkat hunian (occupancy rate) 85% pada tahun 2010, dua tahun kemudian naik menjadi 95% setelah bersertifikat GREENSHIP. Tingkat hunian Menara BCA ini ternyata lima persen lebih tinggi dibandingkan tingkat hunian rata-rata kantor di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Padahal tarif sewa Menara BCA yang sebesar US$ 20/m2/bulan ditambah biaya pemeliharaan US$ 7/m2/bulan, adalah salah satu yang termahal di Jakarta.

Kenaikan biaya karena persyaratan dalam sertifikasi juga diakui GBCI, tetapi mereka memastikan investasi itu akan kembali dalam lima tahun karena berbagai penghematan yang berhasil dilakukan.

Soal kemauan penyewa yang menjadi dorongan sertifikasi gedung, Naning Adiwoso ikut membenarkannya. “Mereka tidak mau menyewa kalau bangunannya tidak hijau. Kasus seperti ini banyak terjadi di Jakarta, dan mereka biasanya pindah mencari gedung lain,” katanya.

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat mengomentari sertifikat yang diperoleh gedung kementeriannya tahun 2013 lalu juga mengakui kenaikan biaya pembangunan sebesar 15%. “Namun, dengan umur gedung yang mampu bertahan 40 sampai 50 tahun, maka dalam jangka panjang biayanya jauh lebih murah,” katanya saat itu. Tanpa standar ramah lingkungan, umur pakai yang layak untuk gedung itu tak akan lebih dari 30 tahun.

Setara 4 Juta Pohon
Data yang dipaparkan GBCI menyebutkan bahwa perkiraan total luas gedung komersial di Jakarta tahun 2012 mencapai 9,44 juta m2. Jika gedung-gedung ini mampu mengurangi pemakaian listrik sebesar 15% saja dari 250 kWh/m2/tahun sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), maka dalam satu tahun saja emisi karbon berkurang 315.414 ton. Pengurangan karbon sebesar itu, setara dengan kompensasi karbon (carbon offset) yang dihasilkan oleh penanaman empat juta pohon.

Pembangunan dan sertifikasi gedung ramah lingkungan di Jakarta, sejalan dengan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pemda Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang disusun tahun 2012. Mereka menargetkan pengurangan CO2 sebesar 5,5 juta ton/tahun pada 2030, melalui program konservasi energi dan gedung hijau terutama pada sektor komersial, yaitu gedung-gedung milik swasta.

Untuk mencapai target penurunan emisi pada tahun 2020 dan 2030 sekaligus membangun kota yang lebih sehat dan hemat energi, maka diterbitkanlah Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau.

Pertama di Asia Pasifik
Aturan gedung hijau itu mulai diberlakukan bulan April 2013 dan mewajibkan pembangunan gedung baru yang memiliki lebih dari satu fungsi, dengan luas lantai di atas 50.000 m2 untuk mengadopsi konsep hijau atau gedung ramah lingkungan, sedangkan gedung lama wajib melakukan audit energi setiap lima tahun. Hotel dan sarana kesehatan dengan luas lantai minimal 20 ribu m2 dan sarana pendidikan minimal 10 ribu m2 juga wajib disertifikasi.

“Di kawasan Asia Pasifik, peraturan gubernur di Jakarta ini yang pertama untuk kota metropolitan, dimana pemerintah provinsi mewajibkan pengembang membangun gedung ramah lingkungan,” tutur Pandita, Kepala Seksi Perencanaan dan Pengawasan Struktur Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Bidang Pengawasan Pembangunan Provinsi DKI Jakarta.

Untuk memperlancar prosesnya, Pemprov dan GBCI juga telah menerbitkan panduan sertifikasi yang disebarkan kepada para pengembang properti di seluruh Jakarta.

Kewajiban membangun gedung ramah lingkungan di Jakarta memang ampuh mempengaruhi semua pengelola dan pemilik gedung, karena menurut Naning sampai awal Juni 2013 sudah terdaftar sekitar 100 gedung yang menyatakan keinginan mendapatkan sertifikat GBCI, 80% diantaranya dari Jakarta. Bila aturan ini tidak ditaati, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak akan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan dan Sertifikat Laik Fungsi.

“Alangkah baiknya, gubernur di daerah lain mengikuti langkah Jakarta untuk menciptakan gedung yang hemat energi dan mengurangi dampak pemanasan global,” kata Naning, sembari melanjutkan, “Di Indonesia kalau tidak mandatory, nggak jalan,” ujarnya

Merasa tidak cukup dengan peraturan saja, Pemprov Jakarta juga bergerak cepat melakukan audit energi di lingkungannya, sejak triwulan ke-3 tahun 2012. Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta Andi Baso kepada para jurnalis, hasil monitoring terhadap 31 bangunan milik pemerintah daerah yang melakukan penghematan penggunaan AC, listrik, dan air, sangat menggembirakan. Pemakaian listrik rata-rata menurun 5,5% dan biaya tagihan listrik rata-rata turun 4%. Pada triwulan ke-4, pemakaian listrik menurun rata-rata 1,8% dan 0,6% untuk tagihannya.

Dari audit energi itu, Pemprov DKI Jakarta memperkirakan mereka dapat menghemat biaya listrik sekitar Rp 400 juta dalam satu triwulan. Uang sebanyak itu tentu saja dapat dipakai untuk melakukan berbagai macam proyek padat karya atau memberikan tunjangan kepada warga miskin Jakarta, atau membayar tagihan listrik bulan-bulan berikutnya.

Insentif
Biaya sertifikasi gedung ramah lingkungan atau audit energi di Indonesia tergolong rendah yaitu berkisar Rp 75 juta-150 juta tergantung luas dan jenis gedung, dibandingkan sekitar Rp 1 miliar di Singapura. Sebagai lembaga sertifikasi gedung ramah lingkungan di Indonesia, GBCI tidak menyebutnya biaya sertifikasi tetapi donasi.

“Kalau kita sebut biaya sertifikasi, maka nilainya jauh di atas itu. Dan biaya sertifikasi yang mahal bisa membuat inisiatif gedung ramah lingkungan ini tidak akan menarik banyak peminat,” kata Naning.

Saat ini GBCI mulai mengalihkan upaya mendorong sertifikasi kompleks perumahan dan town house di berbagai kota di Indonesia. “Soal investasi bisa dihitung bersama agar harga rumah tidak menjadi terlalu mahal,” katanya.

Agar makin banyak yang berminat mendaftarkan propertinya untuk disertifikasi, GBCI terus melobi Kementerian Keuangan agar memberikan insentif kepada para pengembang yang telah mengantongi sertifikat ramah lingkungan GREENSHIP, dari Perunggu sampai Platinum.

Salah satu insentif yang diusulkan adalah pengurangan pembayaran pajak bumi dan bangunan, yang diyakini mampu mendorong semangat para pengembang untuk membangun gedung ramah lingkungan sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim global.

IGG Maha S. Adi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.