Langsa, Ekuatorial – Praktek pertanian ramah lingkungan dengan metode System Rice Intensification (SRI) di wilayah Aceh terbukti memberikan keuntungan lebih baik, daripada sistem pertanian sebelumnya. Dengan menggunakan metode SRI, padi yang dipanen mencapai 1200 kilogram (kg) per 400 meter kubik (m3). Sedangkan sebelumnya hanya menghasilkan 120 kg per 400 m3.

Sulaiman, seorang pemuda petani dari Aceh Timur salah satu orang yang telah berhasil mengembangkan tanaman padi dengan metode tanam SRI. Menurut Sulaiman, metode tanam SRI berhasil meningkatkan hasil tanaman padi dari lahan yang kecil, dengan hasil yang berlipat. Sebagai pembanding untuk model tanam konvensional biasanya di Aceh tanah seluas 1 rante atau 400 meter kubik, menghasilkan 120 kilo atau 12 kaleng padi. Sedangkan padi model tanam SRI 1 rante menghasilkan 1200 kilo atau 25 kaleng padi. “ Untuk 5 rante menghasilkan minimal 1,3 ton padi,” ungkap Sulaiman, Senin (17/11).

Pertanian ramah lingkungan adalah pertanian yang tidak meng-eksploitasi lahan dan produksinya tidak bergantung pada bantuan produk industri serta menggunakan produk organik. Pertanian ini termasuk pertanian sehat dan berbiaya rendah.

Karena saat ini, isu tentang lingkungan dan kesehatan menjadi kekhawatiran bagi banyak orang. Semakin banyak orang yang menyadari betapa pentingnya menjaga kesehatan tubuh melalui asupan makanan sehat. Termasuk memilih bahan makanan dari pertanian yang tidak menggunakan pupuk dan anti hama yang mengandung unsur kimia.

Dengan alasan tersebut kemudian sejumlah pemuda di Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tamiang serta dan Kota Langsa mencetuskan tekat untuk mengembangkan pertanian ramah lingkungan. Mereka adalah para sarjana pertanian yaitu Sulaiman, Awaluddin, Kasdi, Kontoro Hadi, Halimuddin, Azhari, Agusnaini, dan Andre.

Awaludin, rekan program tersebut mengatakan saat ini mereka sedang mengembangkan pertanian ramah lingkungan di Aceh Timur dan Aceh Tamiang, serta Kota Langsa. Masing-masing telah membuat Demplot (Demontrasi Plot) di desa tempat tinggal mereka.

“Kami mempraktekan dan mengembangkan ilmu yang didapat selama kuliah dengan melakukan penelitian di desa,” ungkap Awaludin.

Selain mengembangkan pertanian ramah lingkungan, kini mereka juga menginventarisir jenis tanaman yang dipilih untuk di kembangkan serta mencatat hasil penelitian.

Awaludin juga menjelaskan memang ada perbedaan jenis tanah di Aceh dengan jenis tanah di pulau Jawa. Tanah di Aceh tinggi kadar asam, sementara di Jawa tidak. Kesalahan para petani konvensional di Aceh pada pemberian pupuk yang tidak mengurangi kadar asam tanah, tetapi justru meningkatkan kadar asam tanah.

Dari program bersama ini ada yang mengembang jenis tanaman padi, melon organik dan sayuran. Mereka juga mengembangkan pembuatan pupuk organik dan racun ramah lingkungan. Mengamati jenis hama dan media tanah. Ivo Lestari

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.