Jakarta, Ekuatorial – Greenpeace Indonesia dan Serikat Petani Kelapa Sawit berkomitmen mewujudkan target nol deforestasi industri kelapa sawit Indonesia. Ahmad Saleh Suhada, Koordinator Solusi Kampanye Hutan Greenpeace, menilai komitmen ini penting untuk keberlangsungan industri kelapa sawit serta memiliki dampak positif bagi lingkungan.

“Semenjak awal tahun ini, kami melihat ada upaya positif dari perusahaan besar kelapa sawit yang mulai tidak lagi melakukan deforestasi, ini tren yang baik,” ujarnya dalam seminar Membangun Peta Jalan Pekebun Kelapa Sawit Mandiri dan Berkelanjutan, di Hotel Merlynn Park, Jakarta (10/11).

Ahmad mengatakan, pertemuan ini merupakan penyatuan komitmen antara lembaganya dengan pemangku kepentingan di sektor kelapa sawit. “Greenpeace selalu mendorong target nol deforestasi dalam industri kehutanan, SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit) juga memiliki komitmen sama. Jadi kita satukan bersama komitmen itu dan kita susun strategi bersama industri sawit berkelanjutan,” tambahnya.

Ia mengungkapkan bahwa saat ini industri minyak sawit mengalami transformasi, termasuk pekebun mandiri skala kecil untuk mendorong industri yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Oleh karenanya dalam diskusi ini akan dibahas juga rencana strategi untuk mewujudkan target tersebut.

Lebih lanjut, Ahmad menyebut peningkatan produktifitas tanpa ekspansi merupakan strategi utama dalam komitmen ini. Ia menyebutkan peningkatan produksi tandan buah segar sawit melalui efisiensi lahan tanpa ekspansi, dapat meningkat menjadi 36 juta ton per hektar per tahun. Dengan begitu ia mengatakan target peningkatan produktifitas dan penyelamatan lingkungan dapat berjalan seiring.

Selain itu, ia menyebutkan fokus strategi lainnya yaitu pemetaan prioritas langkah-langkah pengembangan inovasi pertanian, pengembangan pupuk organik, dan pengurangan ketergantungan pestisida kimia. “Selain itu diperlukan pelatihan bagi petani sawit mandiri mengenai teknis-teknis pengelolaan sawit mulai dari tanam, pemupukan, hingga panen. Dengan begitu pekerjaan akan efektif, efisien, dan dapat meningkatkan produktivitas,” imbuhnya.

Senada dengan hal itu, Mansuetus Darto Alsyhanu sependapat bahwa komitmen itu akan mampu meningkatkan produktivitas, meningkatkan kapasitas dan juga mampu memperkuat kelembagaannya. Ia mengatakan, dalam membangun perkebunan sawit yang berkelanjutan, ada tiga strategi penting lainnya. Pertama yaitu pemenuhan aspek legal dalam kepemilikan lahan, pendekatan FPIC (Free and Prior Informed Consent) terkait dengan penggunaan lahan oleh pihak lain. Terakhir, yaitu komitmen untuk tidak membuka hutan dan gambut.

Ia berharap dengan komitmen dan strategi yang diungkapkan, maka target nol deforestasi dapat dilakukan. Selain itu, peningkatan produktifitas, ekonomi dan lingkungan dapat tercapai dengan baik.

Di akhir diskusi, Ahmad mengatakan komitmen ini baru merupakan langkah awal dalam tata jalan menuju pekebun sawit yang ramah lingkungan. Selanjutnya, masalah utama terkait implementasi dan pengawasan di lapangan merupakan langkah yang harus segera dibuat. “Pemerintah harus bisa mengawasi dan mengawal implementasi di lapangan agar hutan dan gambut yang lestari,” tutupnya.

Sebelumnya berbagai konflik seperti penggunaan areal hutan dan gambut marak terjadi salah satunya akibat penggunaan lahan oleh industri kelapa sawit. Melalui komitmen dari perusahaan besar seperti Wilmar, Golden Agri Resources, Asian Agri dan Cargill, permasalahan lingkungan diharapkan dapat segera tertangani. Januar Hakam

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.