Bandarlampung, Ekuatorial – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Lampung dan tim yang terdiri dari Rhino Protection Unit (RPU), Wildlife Conservation Society (WCS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur menangkap tersangka kolektor gading gajah. Saat penangkapan tersangka bernama Nawa Angkasa hendak menerima pembayaran dari calon pembeli.

“Kami berhasil menggagalkan rencana transaksi gading gajah pada Senin (3/11) sore di sebuah rumah makan di Metro,” kata Kepala BKSDA Lampung, Subakir.

Tersangka akhirnya ditangkap di sebuah rumah makan 21 Kota Metro, Provinsi Lampung. Dari tangan tersangka tim investigasi menyita lima unit gading gajah masing-masinf berukuran 50 centimeter (cm) yang sudah terukir gajah. Ada juga yang berukuran 20 cm, yang sudah jadi bentuk cerutu berukiran kepala naga.

Tim investigasi akhirnya menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada pihak kepolisian. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan yang signifikan. Menurut Direktur Kriminal Khusus Polda Lampung, Kombes Mashudi lima unit gading gajah itu merupakan hasil koleksi tersangka, Nawa Angkasa. Kemudian Nawa memasarkan koleksiannya itu melalui jejaring sosial. “Rupanya ada yang merespon, ada yang mau beli koleksi gading itu dengan nilai transaksi Rp390 juta,” kata Mashudi.

Hasil pemeriksaan, diketahui pelaku adalah seorang dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (Stain) Kota Metro. Ia juga memiliki latar belakang magister hukum di Kampus Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

“Tersangka ini paham dengan hukum, jadi kami tim penyidik mengalami kesulitan untuk mengungkap jaringan penjualan gading gajah ini,” kata Mashudi. Tersangka menurutnya memilih bungkam terhadap pertanyaan penyidik, karena mengetahui mengungkap atau tidak suatu kasus tidak akan mempengaruhi hukuman yang akan dijalankannya nanti.

Pengungkapan kasus gading gajah ini diduga ada kaitannya dengan kasus kematian gajah jinak di TNWK Lampung Timur, hampir setahun lalu. Saat itu gajah jinak tersebut dipotong kepalanya, dan diambil gadingnya.

Koordinator Wildlife Crime Unit (WCU), Dwi Nugroho menyayangkan pengungkapan kasus transaksi gading gajah terkesan berjalan setengah hati. “Bagaimana tidak sulit, kerjanya hanya di kantor saja, padahal jaringannya di Lampung sudah jelas akan kemana larinya barang tersebut,” kata dia.

Menurutnya WCU mengungkap jaringan perdagangan gading sejak tahun 2003 lalu. Lebih lanjut ia mengatakan pemburu gading gajah tidak semua dari masyarakat sekitar kawasan hutan, ada juga pemburu yang berasal dari daerah lain. “Modus perburuan sekitar kawasan akan mengontak tim pemburu lainnya untuk mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan seperti senjata api jenis locok, jerat bahkan racun,” terang Dwi.

Dari hasil perburuan itu diserahkan pada penadah. Penadah di Lampung ini tersebar di wilayah Kabupaten Pesisir Krui, Liwa, Tanggamus, Way Kambas dan Bandarlampung.

“Penampung ada yang berprofesi sebagai pengerajin ukir, pipa gading yang telah diukir itu dijual ke masyarakat umum dan anggota dewan,” jelasnya.

Jika hasil perburuan dalam jumlah besar biasanya didistribusikan ke Pasar Rawa Bening, Jakarta. Biasanya hampir 70 persen yang dikirim ke luar Lampung gading gajah dalam bentuk sudah siap pakai. Kemudian dari Jakarta disalurkan lagi ke sejumlah daerah seperti Surabaya, Jogjakarta dan Jawa Barat.

“Jika aparat penegak hukum serius menangani kasus ini, semestinya tidak sulit memgungkapnya. Kami tidak dapat membayangkan betapa banyak gajah atau satwa lainnya terancam keberadaannya karena ulah pemburu yang kebal hukum,” kata dia lagi. Eni Muslihah

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.