Jakarta – Ekuatorial. Laporan New Climate Economy dengan tema “Pertumbuhan Lebih Baik, Iklim Lebih Baik” diluncurkan oleh Komisi Global Ekonomi dan Iklim di Jakarta (7/11). Kepala Badan Pengelola REDD+ Prasetyo mengatakan, laporan ini menggemakan visi Indonesia untuk pengurangan emisi 26 hingga 41 persen. “Pengurangan emisi ini masih tetap mempertahankan tujuh persen pertumbuhan ekonomi, tidak menghambatnya,” ujarnya pada acara peluncuran tersebut.
Heru menegaskan, dengan adanya laporan ini, dilema pemerintah dalam memilih ekonomi dan iklim dapat dihilangkan. Laporan ini justru memberi pesan kepada pemerintah dan swasta bahwa kita dapat menumbuhkan ekonomi dan menanggulangi dampak perubahan iklim secara beriringan dengan adanya bantuan teknologi.
Ia juga mengatakan laporan yang telah ditulis kembali dalam bahasa Indonesia ini, akan menjadi acuan yang baik bagi pemerintah dan swasta terkait pengambilan keputusan ekonomi ke depan. Menurutnya, Pemerintah baru dapat mengadopsi rekomendasi-rekomendasi yang ada dalam laporan ini, agar Indonesia tetap berada pada pertumbuhan ekonomi yang baik.
Setuju akan hal itu, Satya Tripathi, Direktur Eksekutif dan Kepala United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia (UNORCID) mengatakan bahwa ekonomi dan iklim memang harus bisa berjalan bersamaan. Hal itu menurutnya sangat penting, untuk mendapat kondisi ideal karena keduanya memiliki hubungan yang berkesinambungan. “Mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan dengan tidak mengancam pertumbuhan ekonomi, dan bahkan dapat menjadi katalis untuk pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan kuat,” jelasnya.
Penasihat Senior NCE, Michael Jacobs, mengatakan penyusunan laporan ini untuk menyediakan referensi praktis bagi para pembuat kebijakan terutama pada sektor energi, tata guna lahan dan hutan, dan juga perkotaan. “Untuk pertumbuhan ekonomi pesat dan menurunkan emisi beriringan, diperlukan adanya peningkatan efisiensi, ketersediaan infrastruktur, inovasi, dan struktur perekonomian yang baik,” terangnya.
Laporan NCE ini juga menyoroti titik kritis dunia 15 tahun ke depan. Oleh sebab itu investasi yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam 15 tahun ke depan akan menentukan masa depan sistem iklim dunia. Kesempatan terbesar Indonesia dalam merespon perubahan iklim terletak pada upayanya dalam melawan deforestasi,
Laporan New Climate Economy (NCE) adalah sebuah program unggulan dari Komisi Global Ekonomi dan Iklim (Global Commision on the Economy and Climate). Komisi ini dibentuk oleh tujuh Negara yaitu Kolombia, Ethiopia, Indonesia, Norwegia, Korea Selatan, Swedia dan Inggris. Laporan ini merupakan sebuah inisiatif independen untuk menganalisis bagaimana negara dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dan menangani resiko-resiko yang ditimbulkan akibat perubahan iklim.
Laporan NCE memuat 10 Rencana Aksi Global, dimana 3 rencana di antaranya menyebutkan dengan jelas persoalan pemanfaatan lahan. Laporan ini menyerukan penghentian total deforestasi hutan alam pada tahun 2030, melakukan restorasi atas 500 juta hektar hutan lahan pertanian yang hilang atau terdegradasi pada tahun 2030, serta mempercepat peralihan pemanfaatan pembangkit tenaga dari batubara yang menyebabkan polusi. Selain itu laporan ini juga menekankan pentingnya tata kelola hutan bersamaan dengan restrukturisasi ekonomi politik hutan dan lahan gambut yang bijak. Januar Hakam.