Solo, Ekuatorial – Pada tahun 2020 nanti, Indonesia diperkirakan akan mengalami krisis air bersih. Tak hanya Indonesia saja, bahkan dunia ini pun akan mengalami kesulitan yang sama. Untuk mengantisipasi hal tersebut, berbagai penelitian dilakukan untuk bisa meningkatkan keberadaan air bersih. Tujuannya agar air bersih jangan sampai terbukti menghilang.

Pranoto, peneliti sekaligus dosen di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret (MIPA UNS) Solo, Jawa Tengah menjelaskan penyebab mulai menghilangnya air bersih dikarenakan rusaknya sumber air terutama di wilayah perkotaan. Sumber air tersebut juga rentan tercampur polutan berupa logam berat dan juga bakteri e-colli.

Bahkan untuk wilayah Solo dan sekitarnya, mulai nampak mengalami krisis air bersih seperti di wilayah Wonogiri, Wonosari. Bahkan Klaten sendiri yang sebagai wilayahnya resapan air, juga mulai kekurangan air bersih.

Itu baru wilayah Solo, belum merambah wilayah lain di Indonesia. Misalkan wilayah DKI Jakarta, karena intrusi air laut yang masuk ke sumur membuat airnya menjadi asin. Membuat warga sulit untuk mengkonsumsinya. Khusus di wilayah Indonesia salah satu penyebab terjadinya krisis air bersih adalah masyarakat tidak bisa hemat dalam menggunakan air.

Kemudian, sisa air buangan yang digunakan oleh manusia banyak yang tercemar. Baik dari limbah rumah tangga, maupun limbah pabrik yang tidak memperhatikan pembuangan limbahnya. Bahkan mayoritas pabrik di Indonesia, kebanyakan belum memiliki instalasi pengolahan limbah.

Jika perusahaan besar memiliki dana cukup, kemungkinan mereka bisa melakukan pengolahan limbah terlebih dahulu sebelum di buang. Berbeda dengan limbah yang dihasilkan dari rumah tangga atau dihasilkan perorangan. Sehingga kebanyakan limbah tersebut di buang begitu saja oleh masyarakat tanpa diolah terlebih dahulu.

“Seperti sisa hasil mencuci pakaian. Sisa hasil cucian itu dibuang di tanaman dan di perkarangan. Mungkin tujuannya agar tanaman itu subur dan bisa mengurangi panas. Padahal, mereka tidak tahu bila hasil cucian yang dibuang ini menghasilkan pencemaran cukup berat. Seharusnya, ini bisa diatasi dengan sistem sanitasi yang bagus,” terang Pranoto, saat ditemui Ekuatorial, Kamis (4/12).

Sebab itulah Pranoto tertarik melakukan penelitian tersebut yang berasal dari pengalamannya semasa kecil, yang sering diajak kakeknya mandi di sungai dan keramas menggunakan lempung yang ternyata bisa bersih. Dari pengalaman itulah dirinya tertarik untuk meneliti khasiat lempung yang akhirnya mengembangkan apa yang disebut “adsorben” atau penyerap alami yang terbuat dari tanah lempung (alofan) yang diberi nama Prans Water Filter (PWF) .

“Kita gunakan bahan dari alam, karena tidak ada resiko. Efek samping tidak ada, selain itu mudah di dapat, efektif dan murah,” jelasnya.

Alofan atau lempung adalah zat kimia alami yang diambil gunung yang sudah tidak aktif. Lempung dari gunung tersebut diaktivasi sehingga bisa digunakan sebagai absorben atau penyerap alami yang mampu penyerap ion logam berat terhadap pencemaran air sungai. Karena secara kimia alofan ini memiliki kandungan aluminium dan silica yang mampu menyerap pencemar.

Menurut Pranoto tanah lempung sejak dari jaman dahulu terbukti memiliki khasiat yang tinggi. Jaman dahulu orang menggunakan lempung sebagai penawar sakit, biasa sebut ampo. Ampo sendiri adalah tanah lempung yang dipadatkan kemudian diiris dan dipanasi di kreweng atau genteng atap rumah untuk penawar. Ampo juga memiliki khasiat untuk menghilangkan rasa pahit daun pepaya dengan cara direbus dengan tanah lempung tersebut. Karena rasa pahit daun pepaya bisa diserap oleh tanah lempung.

“Jadi ketika air tanah masuk ke tanah dalam lewat penyaringan tanah lempung. Kandungan lempung ini menyerap pencemar,” terangnya lagi.

Alat penjernih air ini bisa dibuat dari pipa atau juga dari bambu lalu diberi ijuk, lempung padat yang sudah dikeringkan seperti genteng, jadi jika kena air tidak akan hancur. Kemudian arang batok serta tempat masuk keluar air. Alatnya terdiri dari lempung (alofan alam), karbon aktif, magnet dan exchange resin. Lempung berfungsi sebagai penyerap ion logam berat karbon aktif berfungsi sebagai penghilang bau dan juga menyerap logam. Magnet berguna untuk membuat air bersih dari serbuk besi. Exchange resin berfungsi untuk menghilangkan zat besi, mangan dan zat kimia lainnya yang mencemari air.

Alat penjernih air ini bisa dibuat dari pipa atau juga dari bambu lalu diberi ijuk, alofan, arang batok serta tempat masuk keluar air. Alofan atau lempung alami terbaik diambil dari gunung dengan ketinggian 1.000 – 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Di Jawa bisa diambil dari gunung Galunggung, Slamet, Lawu, Sindoro atau Wilis.

Pranoto mengungkapkan bahwa alat penjernih air ini bisa digunakan untuk 20 liter air per hari. Alat temuannya pernah diuji coba di daerah Pandeglang Banten dan Sorong Papua. Penjernih air buatan Pranoto ini tidak memiliki batas waktu pemakaiannya. Apabila tanah lempung tersebut sudah jenuh, cukup disiram dengan air panas kemudian di jemur kembali dan bisa dimanfaatkan lagi.

“Hanya perlu membersihkannya dengan cara menyiramkan air panas secara berkala. Ini untuk menjaga daya serap lempung alofa,” ungkapnya.

Saat ini alat penjernih air mulai di pasarkan, meski masih dalam jumlah yang terbatas. Sebab Hak Paten (HAKI) penjernih air dari lempung karya Pranoto sudah ada di tangan. Pranoto melakukan penelitian ini hampir 10 tahun lamanya, mulai dari tahun 2004 hingga selesai tahun 2013 lalu. Bahkan saat ini Pranoto juga sedang mengembangkan alofan sintetis yang di buat sendiri dan tidak diambil dari pegunungan. Bramantyo

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.