Bandarlampung, Ekuatorial – Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Telukbetung, Bandarlampung menerima sampah sebanyak 700 sampai 800 ton per hari. Daya tampung itu tidak sesuai dengan kapasitas sampah yang terus masuk ke lokasi tersebut. Untuk itu, Pemerintah Kota Bandarlampung pada tahun 2015 segera melaksanakan proyek perluasan TPA.

Menurut UPTD TPA Bakung Setiawan Batin, TPA Bakung dibangun sejak tahun 1994 di atas lahan 14,5 hektar dan memiliki kedalaman 15 meter. “Semakin hari volume sampah kian meningkat sampai melebihi batas toleransi,” katanya, Selasa (27/1).

Karena itu, secepatnya dibangun perluasan sekitar lima hektar (ha) setelah proses ganti rugi lahan kepada sekitar warga sekitar terselesaikan. Dalam proyek perluasan itu, pemerintah setempat menggandeng pihak swasta untuk turut serta.

“Sebetulnya, proyek perluasan areal pembuangan sampah sudah sangat mendesak dalam kurun lima tahun terakhir, tapi tahun ini baru mendapat titik temu dengan DPR,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, antisipasi kapasitas sampah tetap seimbang, pihaknya bekerjasama dengan kelompok pemulung. Ada sekitar 200-an pemulung berbekal pacung, keranjang atau plastik memungut sampah anorganik untuk dijual kembali.

“Setiap hari sampah yang datang tercampur, para pemulung itulah yang memilah-milah. Di sekitar lokasi pembuangan ada sel pengelolahan baik sampah organik pembuatan kompos dan pengelolaan sampah non-organik,” kata Setiawan.

Selain menyediakan pabrik pengelolaan sampah di sekitarnya, pemerintah setempat juga sudah mengeluarkan aturan baik pada rumah tangga maupun industri, untuk mengurangi sampahnya. “Tapi aturan tersebut sepertinya kurang mendapat respon yang baik, buktinya setiap hari volume sampah cenderung meningkat,” keluhnya.

Dampak yang sering terjadi dari lokasi pembuangan sampah saat musim kemarau kerap mengeluarkan letusan yang membahayakan nyawa pemulung yang mengais rejeki di sekitarnya. “Di bawah TPA ini mengandung metan yang sangat tinggi, jadi sering mengeluarkan percikan api yang dapat membahayakan orang sekitar,” katanya.

Selain itu, sering menimbulkan bau yang menyengat dalam radius lebih dari 1,5 kilometer. Nurhadiyati (38) warga Perumahan Citra Garden yang berlokasi di balik bukit dari pembuangan sampah Bakung kerap mengeluhkan aroma tak sedap.

“Kalau setiap kami buka pintu ya yang tercium aroma sampah. Maka tidak jarang penghuni di sini ingin menjual rumahnya. Tapi di satu sisi, air di rumah saya ini selalu hangat sepanjang hari,” kata dia.

Menanggapi persoalan itu, Setiawan menegaskan, keberadaan TPA Bakung lebih dulu dari pada pemukiman penduduk sekitarnya. “Bakung ini duluan ada, tapi setelah akses dibuka, banyak pendatang yang mendirikan rumah di sini, bahkan sampai saat ini sudah ada dua perumahan yang berdiri,” ujarnya. Eni Muslihah

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.