Karanganyar, Ekuatorial – Aneh, mungkin itulah yang bisa menggambarkan kondisi Wilayah gunung Lawu yang selama ini menjadi sumber mata air bagi lima Kabupaten dari dua provinsi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meski saat ini curah hujan cukup tinggi, namun kondisi terbalik justru dialami wilayah provinsi Jawa Tengah yang letaknya di ujung timur ini.
Selama ini sejumlah mata air dari lereng gunung Lawu menjadi sandaran kehidupan bagi lima kabupaten yaitu, Karanganyar, Sragen, Wonogiri, di Jawa Tengah dan Kabupaten Ngawi dan Magetan di Jawa Timur, namun saat ini sumber mata air yang ada di kawasan hutan di kawasan gunung Lawu mulai mengalami penyusutan.
Pasalnya selama beberapa waktu terakhir ini hutan di gunung Lawu mengalami kerusakan yang cukup parah. Gunung Lawu yang memiliki ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini, mengalami kerusakan mulai dari hutan Lawu di bagian tengah sampai ke puncaknya dari bagian tengah kawasan hutan banyak rusak bahkan gundul hutannya.
Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Lawu Karanganyar, Suroso bahkan harus berusaha keras mencari sumber mata air baru untuk menambah pasokan air dari sumber yang sudah ada. Sebelumnya PDAM yang sudah memiliki sumber air yang tersebar di sumber mata air di Gumeng Jenawi, Ngargoyoso, Karangpandan dan Jatiyoso namun saat ini kondisinya mulai berkurang.
“Sumber mata air hampir tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan di Karanganyar ini. PDAM memiliki sumber mata air di Gumeng Jenawi, Ngargoyoso, Karangpandan dan Jatiyoso namun debitnya sudah banyak berkurang,” jelas Suroso saat ditemui Ekuatorial di ruang kerjanya, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (12/2).
Padahal ungkap Suroso kebutuhan air bagi masyarakat sudah ditambah dengan air dari sumur artesis yang dibuat di beberapa wilayah di Matesih, Jaten dan Karanganyar Kota. Namun tetap saja karena air tanah banyak yang sudah berkurang debit airnya.
“Sebab itulah perlu dilakukan pencarian sumber mata air baru sebagai antisipasi penurunan debit sumber air yang sudah dimiliki sebelumnya. Ketika musim kemarau panjang lalu penurunan debit air di sumber PDAM mencapai 30 persen. Sebab sebagian sumber mata airnya dalam kondisi kering,” jelas Suroso.
Pencarian sumber mata air baru dirasa sangat penting di lakukan dan mendesak dilaksanakan. Saat PDAM mencari di beberapa titik lokasi diantaranya Kerjo, Di Popongan di Karanganyar Kota, Ngringo dan Dagen, di wilayah Jaten.
Lokasi tersebut saat ini sedang diteliti bekerja sama dengan pihak lain dengan menggunakan teknologi geolistrik untuk mengetahui seberapa banyak kandungan air di dalamnya. Juga untuk mengetahui apakah air tanahnya layak dikonsumsi atau tidak.
“Masih proses pencarian dan penelitian untuk mendeteksi sumber air yang besar yang bisa disuntik sehingga keluar air dengan debit besar, digunakan teknologi geolistrik,” lanjutnya.
PDAM memanfaatkan teknologi geolistrik karena berdasarkan pengalaman dari berbagai pihak penemuan sumber air akan lebih tepat sehingga sekali dibor akan keluar air karena pipa pengeboran akan langsung menemukan sumber air di dalam tanah. Bukan sekadar air serapan tanah. Kedalamannya mencapai lebih dari 150 meter di bawah bumi. Sehingga diharapkan mampu menghasilkan air dengan debitnya besar dan pastinya bersih.
PDAM juga memanfaatkan kali Pepe, yang dulunya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi produksi gula di pabrik gula Colomadu saat masih produksi. Karena pabrik gula Colomadu saat ini sudah berhenti beroperasi, maka dimanfaatkan oleh PDAM Karanganyar sebagai sumber mata air.
“Kualitas air Kali Pepe setelah dilakukan proses penelitian hasilnya jauh lebih bagus dibandingkan dengan air sumur. Air bahan bakunya sangat bagus,” ungkapnya.
PDAM Karanganyar, jelas Suroso memiliki sistem pengolahan air yang mampu menyaring menjadi air bersih yang tingkat kebersihannya dijamin. Air bahan bakunya sangat bagus,” lanjutnya.
Selain Karangannyar yang menggunakan aliran sungai Pepe, Solo melakukan uji coba pengolahan dengan memanfaatkan aliran air sepanjang kali Pepe. Air yang semula berwarna coklat diolah menggunakan mobil mesin pengolah air milik PDAM Solo menjadi air minum layak dikonsumsi.
Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo didampingi Wakil Wali Kota (Wawali), Achmad Purnomo dan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Air Minum (PDAM) Solo, Singgih Tri Wibowo mencoba air minum dari air Kali Pepe yang sudah diolah menjadi air minum layak konsumsi. Bahkan Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo berkesempatan mencoba meminum air olahan yang berasal dari kali pepe.
“Tidak ada rasanya. Sama seperti air mineral lain,” ungkapnya di Solo Jawa Tengah, belum lama ini.
Rudy menjelaskan bahwa dana untuk mengolah air yang berasal dari kali Pepe menjadi air layak minum membutuhkan dana yang tidak sedikit. Mencapai seratus miliar rupiah. Nantinya akan digunakan untuk membangun instalasi pengolahan air juga embung.
“Pembangunanya bertahap, jika hanya mengandalkan dana APBD tidak mungkin,” terangnya.
Sementara itu Dirut PDAM Solo, Singgih Tri Wibowo, tahap awal uji coba mesin pengolah air ini hanya dapat menghasilkan air bersih satu liter per detik. Karena itu perlu pembangunan embung agar air hujan juga bisa ditampung. Kalau overload, air bisa dibuang, dan air di dalam embung itu yang akan diolah sebagai sumber air bersih.
Kondisi keringnya sumber mata air yang selama ini menjadi sandaran Kabupaten-kabupaten yang ada di bawahnya, juga dibenarkan oleh Dosen Ekologi dan Lingkungan Hidup FKIP UNS, sekaligus peneliti gunung Lawu, Puguh Karyadi.
Menurut Puguh, kerusakan sumber mata air di lereng Gunung Lawu ini dipicu akibat kerusakan hutan gunung Lawu sudah mencapai tahap kristis.
“Hasil penelitian yang dipetakan melalui foto udara sangat jelas terlihat bahwa kawasan Lawu dari sisi tumpuan vegetasinya sudah tidak memenuhi syarat yang baik sebagai daerah tangkapan air. Hutan Lawu yang mayoritas ditumbuhi pohon pinus masuk dalam kategori vegetasi yang boros, tidak pas untuk konservasi tangkapan air. Akibatnya terjadi penurunan debit air debit air tanah yang signifikan,” jelas Puguh saat ditemui Ekuatorial di UNS, Solo, Kamis (12/2).
Apa yang diungkapkan Puguh berdasarkan hasil penelitiannya ternyata terbukti benar. Saat ini khususnya di wilayah lereng gunung Lawu tepatnya di Karanganyar Jawa Tengah sumber mata air mulai terkuras habis.
“Dari 30 mata air yang tersebar di berbagai wilayah di lereng Lawu debit airnya sudah mengalami penurunan yang sangat besar,”pungkasnya. Bramantyo