Airmadidi, Ekuatorial – Tak kurang dari 600 hektare (ha) hutan lindung di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara bakal beralih fungsi menjadi “Hutan Kemasyarakatan”. Hal ini sebagai jalan tengah dari terus masuknya wilayah perkebunan rakyat ke areal hutan lindung. Meski demikian, Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara hanya memperbolehkan masyarakat untuk mengolah hasil hutan, tetapi tidak untuk menebang pohon.

“Kami sudah mengusulkan 600 hektar hutan lindung untuk diputihkan menjadi hutan kemasyarakatan. Masing-masing untuk Desa Teep, Desa Klabat dan Desa Pinili, Kabupaten MInahasa Utara. Tim juga sudah turun tetapi yang disetujui untuk diputihkan di Desa Teep, hanya 32 hektar untuk pemukiman saja,” ungkap Kepala Dinas Kehuitanan Kabupaten Minahasa Utara, Joppy Lengkong, Sabtu (1/3).

Dia mengatakan, mengingat kawasan Desa Teep yang masuk dalam hutan lindung, maka untuk penggunaan lahan hanya ada dua pilihan, diputihkan atau relokasi warga. “Jadi secara de jure hanya kawasan pemukiman saja yang diputihkan. Tetapi lokasi desanya berada di tengah-tengah hutan,” jelas Lengkong sambil menambahkan, terkait pemutihan lahan itu merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Menurut Lengkong, di kawasan itu yang diprioritaskan adalah fungsi hutan lindung. “Makanya masyarakat hanya boleh mengolah saja tidak boleh menebang dan memiliki lahan. Silahkan menanam tanaman Multipurpose Tree Species atau MPTS. Kami tidak akan mengusir warga dari wilayah hutan yang sudah lama dikelola sebagai kebun,” papar Lengkong.

Perubahan status hutan itu terjadi menyusul adanya aksi unjukrasa yang dilakukan masyarakat ke DPRD Kabupaten Minahasa Utara, pekan lalu. Unjuk rasa dilakukan karena keberatan dengan pemasangan papan pengumuman kawasan hutan lindung di desa mereka.

Menurut warga, pemasangan itu dilakukan oleh Dinas Kehutanan tanpa berkoordinasi dengan pemerintah desa. Padahal sebagian besar warga desa menyandarkan hidup mereka dengan mengola hutan tersebut.

Sementara itu tokoh masyarakat Minahasa Utara, Piet Luntungan mengatakan, pemerintah memang harus berhati-hati dalam membuat kebijakan termasuk menentukan status hutan lindung, sementara di sisi lain masyarakat setempat sangat bergantung dari hutan tersebut.

Menurut Luntungan, perlu ada pemahaman dari seluruh pihak secara bersama sehingga di satu sisi hutan dan segala keanekaragamannya tetap terpelihara, sedangkan di sisi lain masyarakat juga tidak dirugikan dengan pembatasan areal yang selama ini menjadi lahan perkebunan mereka. Yoseph Ikanubun

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.