Sorong, Ekuatorial – Makin berkurangnya jumlah ikan membuat nelayan di Sorong, Papua makin jauh melaut. Ditambah dengan kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), beban nelayan kini makin berat saja dirasa.

“Wilayah tangkapan sekarang ini sudah tidak bisa di pesisir lagi, sekarang harus mencari ikan jauh hingga Pulau Batanta kira-kira 30 mil jauhnya dari Sorong,” kata Frans Worabay, wakil Ketua Kelompok Kerukunan Nelayan Tangkap Tradisional Kota Sorong, Minggu (12/4).

Menurut Frans karena makin jauh mencari ikan, maka butuh waktu makin lama dilaut. Dirata-rata saat ini perlu waktu seminggu untuk mencari ikan dilaut.

Jarak yang makin jauh itu juga membuat pengeluaran nelayan makin besar. Pasalnya mereka harus memakai BBM lebih banyak dari sebelumnya. “Butuh 150 liter minyak solar dengan harga seliter Rp 7.500. Kalau hasil tangkapan hanya 100 kilogram, itu sama saja buang-buang ongkos,” ungkap Frans lagi.

Saat ini tangkapan ikan disekitar Sorong ditampung di tiga pasar lokal, yaitu Pasar Sentral Remu, Pasar Boswezeen dan Pasar Jembatan Puri. Karena kondisi itu juga membuat jumlah tangkapan ikan justru menjadi makin sedikit, dan lebih mahal harganya.

Hal itu diakui oleh Gito, penjual ikan keliling saat ditemui Ekuatorial di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebelum di jual ke masyarakat. “Paling murah untuk satu basket harganya Rp 150.000, paling mahal bisa sampai Rp 350.000. Padahal seringkali isinya tidak penuh cuma setengah saja,” ungkap Gito.

Hal senada juga di sampaikan oleh Rahmat yang sudah sejak tahun 2009 menjadi penjual keliling ke masyarakat. “Ikan sekarang berkurang dan mahal. Kalau di PPI belinya sama nelayan bagan, sebab nelayan tradisional biasanya jual sendiri,” ujarnya.

Sebelumnya, Purwanto dari The Nature Conservancy (TNC) menyebutkan memang kondisi itu wajar karena secara umum perikanan di Indonesia telah mengalami kelebihan tangkapan (over fishing).

“Akibatnya total tangkapan menjadi menurun dan daerah tangkapan menjadi makin menjauh,” papar Purwanto.

Yang paling terdampak dari kondisi ini jelas nelayan tradisional dan lokal didaerah-darah. Karena beban mereka bertambah besar, sementara pemasukan justru tak sepadan.

“Pemerintah perlu mencari solusi jangka pendek dari berbagai masalah perikanan di tingkat lokal. Karena tanpa hal tersebut dapat diselesaikan, maka mustahil rencana jangka panjang bisa diselesaikan,” tambah Purwanto.

Kelompok kerukunan nelayan tangkap tradisional Kota Sorong beranggotakan nelayan yang tersebar di wilayah Sorong Kota hingga Kepulauan. Mereka melaut menggunakan katinting atau perahu dengan motor berkekuatan 15 pk. Niken Proboretno.

Artikel Terkait :
Sepuluh Bagan Salah Gunakan Ijin di Raja Ampat
Raja Ampat Terancam Perburuan Hiu
Indonesia Tenggelamkan Empat Kapal Pencuri Ikan di Raja Ampat

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.