Ekuatorial, Wonogiri – Seluas 6.000 hektar lahan milik Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Lawu Utara, Jawa Tengah, diidentifikasi sebagai kawasan lahan terbakar di musim kemarau. Kawasan yang mudah tersulut berada di petak 63, wilayah yang lokasinya berdekatan dengan puncak Gunung Lawu.

“Kondisinya sudah kering dan banyak pendaki kurang peduli dengan kondisi, sehingga kawasan itu rentan terbakar,” kata Asisten Perhutani Bagian Kesatuan Pemangku Hutan Lawu Utara, Arief Nurjati, kepada Ekuatorial, Senin (3/8). Dia menambahkan, lokasi rawan tersebut ditumbuhi kayu rimba alam, jenis kayu yang sudah ada di kawasan puncak Lawu sejak lama. Percikan api dari puntung rokok atau sisa api unggun yang tidak dipadamkan dengan sempurna mampu menimbulkan kebakaran pada wilayah yang sudah sangat kering tersebut.

Selama musim kemarau, hujan sudah tidak turun lagi. Lereng yang berada di wilayah Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri itupun kehilangan banyak sumber air. Untuk mencegah kebakakaran, Perhutani menggalakakn patroli di kawasan pendakian Lawu yang padat pendaki. Satuan tugas telah bersiaga, anggotanya terdiri dari personel di enam resor pemantauan hutan Gunung Lawu. “Mereka bertugas menyisir wilayah yang terpetakan rawan kebakaran. Saat terjadi kebakaran, mereka bertugas memadamkan api.”

Arief mengatakan, Perhutani juga mengantisipasi faktor pemicu lain. Yakni aktivitas produksi arang oleh petani dan pengrajin. Sisa api dari proses pembuatan arang dapat jatuh ke rumput dan dahan kering di sekitar lokasi, sehingga memicu kebakaran. “Untuk itu, kami meminta seluruh masyarakat agar berhati-hati saat beraktivitas di sekitar hutan. Terutama saat musim kemarau seperti sekarang ini,” tegas dia.

Adapun, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Wonogiri telah memerintahkan petugas kehutanan lapangan dan warga 25 kecamatan di Kabupaten Wonogiri untuk mewaspadai kebakaran, baik yang terjadi di hutan lindung milik negara maupun hutan rakyat. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Wonogiri, Gatot Siswoyo, menjelaskan bahwa Wonogiri memiliki sekitar 20 hektar hutan negara. Selebihnya, 39,8 hektar ialah hutan rakyat.

Dia menjelaskan, kawasan yang terpetakan rawan berada di lokasi dengan akses sulit. Gatot memperkirakan, jika terjadi kebakaran maka pemadaman akan butuh waktu lebih untuk sampai ke lokasi. Kendala lain, Kabupaten Wonogiri minim alat pemadam api. Personel pemadam api hanya berbekal alat manual dan mengandalkan bantuan warga. Sedangkan untuk memadamkan kebakaran di wilayah Kecamatan Wonogiri Kota, pemerintah daerah memperoleh bantuan Dana Alokasi Khusus 2014 sejumlah Rp 32 juta berupa satu unit kendaraan operasional pemadam kebakaran beroda tiga.

Kendaraan tersebut, imbuh Gatot, dilengkapi foam, alat pemadam api ringan, pompa berkapasitas 500 liter, berikut selang 20 meter. “Nantinya, sepeda motor itu digunakan untuk penanganan pertama ketika ditemukan titik api. Untuk selanjutnya, tetap menggunakan mobil pemadam.” Bramantyo

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.