35 jurnalis dari berbagai media berpartisipasi dalam Agrarian Media Reform Award melalui karya-karya yang mengangkat isu-isu dan berbagai tantangan dalam sektor agraria. Tiga jurnalis yang mengangkat suara petani sabet penghargaan treats, termasuk Ika Ningtyas yang menulis tentang perjuangan petani Bongkoran dalam mempertahankan tanah mereka.
Ika Ningtyas, jurnalis Ekuatorial memenangi Agrarian Reform Media Award II. Artikel yang berjudul Nasib Buram Petani Bongkoran berhasil menyabet juara kedua. Ika melaporkan perjuangan ratusan petani desa Bongkoran, Banyuwangi, Jawa Timur dalam mempertahankan tanah mereka menghadapi PT Wongsorejo.
Ika berharap dengan adanya Agrarian Reform Media Award 2018 ini bisa berdampak dengan semakin banyaknya jurnalis yang tergerak untuk menulis isu agraria. Sebab selama ini isu tersebut cukup terpinggirkan padahal kita sedang mengalami persoalan agraria yang kompleks seperti makin banyaknya konflik agraria, ancaman krisis pangan, dan persoalan kedaulatan pangan lainnya.
“Media harus memberi ruang bagi kelompok termarjinal seperti petani dan nelayan yang kerap menjadi korban dalam konflik agraria, mengangkat kearifan lokal dan inovasi-inovasi yang penting untuk penyelesaian masalah-masalah dalam isu agraria” ujar jurnalis perempuan yang juga aktif di berbagai organisasi ini.
Senada dengan yang diungkapkan Ika, menurut Aditya Heru Wardhana, Direktur Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ), organisasi yang mengelola Ekuatorial penghargaan ini merupakan bukti komitmen Ekuatorial untuk selalu mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang selama ini terabaikan.
“Kami ingin menyuguhkan karya jurnalistik yang akurat dan bermutu kepada masyarakat ” lanjut Aditya. Sejak didirikan tahun 2006, SIEJ mempunyai misi untuk meningkatkan kapasitas jurnalis dan media dalam memberitakan permasalahan lingkungan dari berbagai aspek. Saat ini SIEJ memiliki anggota lebih dari 500 jurnalis yang tersebar di 30 kota dan provinsi.
Penyerahan hadiah dilakukan di sela sela acara Peluncuran Menuju Global Land Forum 2018 di Hotel Akmani, Jakarta Pusat.
Abdul Rojak, Dewan Tani Serikat Tani (STI) Indramayu menyatakan dulu, STI menganggap wartawan sama sekali tidak peduli dengan nasib kaum tani. Pasalnya, menurut pengalaman Abdul sewaktu berkonflik dengan Perhutani beberapa tahun silam, tidak ada wartawan yang mau memuat aspirasi kaum tani dalam berita.
“Tapi ternyata, masih banyak teman-teman wartawan yang peduli dengan nasib kami dan menyuarakan suara kaum tani. Rekan-rekan yang berdiri di sini merupakan bukti keberpihakan tersebut,” tuturnya. Pada kesempatan tersebut, Abdul Rojak menyerahkan caping sebagai bentuk ungkapan terimakasih dan apresiasi kaum tani kepada jurnalis.
Agrarian Reform Award II dimulai dengan penerimaan karya jurnalistik setiap peserta yang dari 10 Mei – 10 Juli 2018. Selama waktu tersebut, tercatat 35 jurnalis ikut berpartisipasi. Mereka terdiri dari 19 jurnalis Nasional dan 16 jurnalis lokal. Sedangkan karya jurnalistik yang diterima berjumlah 46 dikarenakan setiap peserta diperbolehkan mengirimkan maksimal 3 karya jurnalistik mereka. Sama seperti sebelumnya, ajang kali ini dibagi menjadi dua kategori, yakni kategori teks dan audio visual.
Dari seluruh karya peserta yang diterima, Dewan Juri yang terdiri dari Imam Wahyudi (Dewan Pers), Gafar Yudtadi (IJTI), Abdul Manan (AJI), dan Dewi Kartika (KPA) akhirnya menetapkan tiga pemenang di masing-masing kategori.
Pemenang pertama untuk kategori teks, diraih oleh Dionisius Reynaldo dari Kompas.id dengan judul karya “Hinting Pali, Solusi Adat Petani”. Pemenang kedua oleh Ika Ningtyas dari Ekuatorial dengan judl karya “Nasib Buram Petani Bongkaran”. Terakhir, Kresna Sugianto dari Tirto.id dengan judul karya “Nasib Warga Kulon Progo yang Belum dan Sudah Digusur Proyek Bandara menyabet juara III.
Sementara tim Berkas Kompas dari Kompas TV kembali menjadi pemenang pertama untuk kategori audio visual dengan judul karya “Bandara Kertajati Gusur Petani?. Pemenang kedua diraih Rully Kurniawan dari CNN TV dengan “Indonesia Darurat Generasi Petani” dan pemenang ketiga jatuh kepada Tim Indonesiaku Trans7 dengan judul “Desa Mulawarman, Kami yang Bertahan di Jerat Tambang. Ekuatorial.