Ketika Konferensi Para Pihak yang ke-24 ditutup di Katowice, pertanyaan-pertanyaan masih ada pada isu-isu kunci. Indonesia telah aktif terlibat dalam pembicaraan iklim PBB sejak 1994 dan tetap berkomitmen pada NDC-nya sementara memperbarui komitmen terutama dalam emisi karbon dan tata kelola hutan dan lahan gambut.

Oleh Irena Pretika

Liputan ini pertama kali disiarkan oleh Metro TV pada 14 Desember 2018.

Indonesia telah menghadiri Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim sejak tahun 1994, awal mula pertemuan antar negara tersebut digelar. Untuk tahun ini, pertemuan tersebut bertujuan untuk menghasilkan aturan terkait bagaimana negara-negara dapat berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca berdasarkan Persetujuan Paris tahun 2015.

Apa untungnya bagi Indonesia apabila aktif di forum yang ingin menurunkan dampak dari perubahan iklim secara global tersebut?

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penyumbang terbesar emisi karbon dunia, terutama dari sektor kehutanan akibat kebakaran lahan dan deforestasi.

Namun, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengatakan bahwa hasil dari konferensi perubahan iklim telah dirasakan pada beberapa tahun belakangan, terutama terkait dengan pengelolaan lahan gambut. Porsi terbesar emisi karbon di Indonesia berasal dari lahan gambut dan kebakaran besar pada ekosistem tersebut di tahun 2015 telah meningkatkan emisi karbon nasional.

Oleh sebab itu, diperlukan pengelolaan lahan gambut. Beberapa perjanjian dan negosiasi bilateral yang sudah dilakukan selama perundingan iklim PBB telah menghasilkan panduan teknis and bantuan pendanaan yang bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan tata kelola hutan, yang akan berujung kepada pengurangan deforestasi dan kebakaran hutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.