Posted inMultimedia / Laut dan maritim

Pencurian ikan oleh kapal asing kian menggila di Natuna Utara

Kapal pencuri ikan di Laut Natuna ada 50-100 unit setiap hari. Sedangkan kapal patroli Indonesia hanya belasan. Pengawasan selama ini tidak tertumpu di daerah pusat sebaran kapal asing pencuri ikan di Natuna Utara.

Liputan ini pertama kali terbit di Mongabay Indonesia pada tanggal 4 Juni 2021 dengan judul “Kala Kapal Asing Curi Ikan Kian Menggila di Perairan Natuna Utara”.

Oleh Yogi Eka Sahputra

Dedi, seorang nelayan Natuna, kaget kala melihat kapal asing Vietnam, berukuran 100 Gross Ton (GT) melaut di perairan Natuna Utara, awal Mei lalu. Kalau biasanya, nelayan hanya berpapasan dengan kapal kecil. Pria 53 tahun ini pun mengabadikan bentuk kapal dan titik koordinat kapal besar itu melalui telepon pintarnya.

Dedi menduga kapal ini penampung ikan hasil curian kapal kecil Vietnam yang melaut di Natuna. “Setidaknya, ada tiga kapal berukuran besar,” katanya kepada Mongabay dari Batam, 17 Mei lalu.

Temuan ini, katanya, menjadi satu indikasi kapal asing pencuri ikan makin berani. Dedi melaut di perbatasan Natuna walau kapal hanya berukuran 10 GT.

“Saya selalu melaporkan kalau ada kapal asing. Akhir-akhir ini sudah bosan, tidak ada juga respons,” katanya.

Selang 10 hari sejak temuan Dedi, Badan Keamanan Laut (Bakamla) menangkap kapal ikan asing kecil berbendera Vietnam mencuri ikan di Laut Natuna Utara. Penangkapan oleh petugas patroli laut KN Pulau Dana-323 diawali pengejaran dramatis.

Petugas patroli di Kapal KN Pulau Dana-323 harus memastikan kapal tetap berada di perairan Indonesia. Begitu kedua kapal berdekatan, petugas melompat guna menguasai kapal asing itu.

Sekitar 300 kilogram ikan hasil tangkapan nelayan Vietnam ada di dalam kapal. Sebanyak enam anak buah kapal (ABK) berkebangsaan Vietnam diamankan.

Penelitian Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), organisasi yang fokus pada isu tata kelola laut, menguraikan praktik pencurian ikan oleh kapal asing (illegal unreported unregulated/IUU fishing) di Natuna kuartal pertama 2021.

Peneliti Imam Prakoso dan Andreas Aditya Salim, menggunakan data pergerakan kapal di laut Natuna Utara melalui Citra Satelit ESA Sentinel-2 yang digabungkan dengan pergerakan kapal yang terlihat melalui sistem automatic identification systems (AIS).

Citra satelit ESA melacak semua pergerakan kapal setiap hari walaupun nahkoda tak menghidupkan AIS. Sistem satu lagi, mendeteksi perjalanan kapal khusus yang menyalakan AIS ketika melaut di perairan Indonesia.

“Pendeteksian atau analisis kapal di laut bisa menggunakan banyak teknologi, masing-masing itu saling melengkapi.”

Andreas Aditya Salim, Peneliti, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI)

Dari gabungan kedua sistem ini, IOJI menemukan lokasi perairan yang sering dijadikan kapal asing Vietnam tempat mencuri ikan di laut Natuna. Mereka pakai alat tangkap trawl.

Trawl ini merupakan alat tangkap ikan yang melibatkan penarikan jaring ikan dengan menyapu dasar laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, alat tangkap ini sangat merusak ekosistem bawah laut.

Pada periode Februari 2021-April 2021, katanya, data satelit menunjukkan jelas sejumlah kapal berpasangan, sebagai ciri utama kapal ikan dengan alat tangkap pair trawl.

Imam mengatakan, analisis pertama mereka, kapal ikan Vietnam terlihat memasuki wilayah zona ekonomi khusus (ZEE) Indonesia di laut Natuna Utara pada 26 dan 28 Februari 2021. Dalam dua hari itu, ada 52 unit kapal Vietnam masuk.

Begitu juga pada 18 dan 20 Maret 2021, ada 35 kapal ikan Vietnam masuk, diduga kuat menangkap ikan ilegal di Laut Natuna Utara.

Jumlah kapal asing Vietnam yang melaut di Natuna Utara makin menjadi-jadi pada 2 April 2021. Setidaknya, sekitar 100 kapal ikan asing asal Vietnam terdeteksi melalui analisis mereka. Bahkan, tak hanya terpusat melaut di daerah perbatasan, juga masuk lebih jauh ke Pulau Natuna.

“Itu membuktikan makin berani kapal asing masuk ke Indonesia, meskipun ada penangkapan oleh petugas keamanan patroli laut Indonesia waktu bersamaan,” kata Andreas.

Penampakan garis perbatasan di perairan Natuna Utara yang sebagian masih disengketakan oleh Vietnam. Nelayan Vietnam tidak mengakui ZEE (garis hitam) yang diklaim Indonesia merupakan daerah ZEE. Grafis: Yogi Eka Sahputra. Sumber data: Indonesia Ocean Justice Initiative.

Penelitian IOJI juga menunjukkan pusat IUU fishing di Laut Natuna Utara berada di antara daerah perbatasan Natuna dengan Laut China. Luas pusat kegiatan itu sekitar 100.000 km2.

“Kami menyimpulkan, intrusi kapal Vietnam pelaku illegal fishing di Natuna Utara dalam level kritis,” kata Imam.

Data time series pergerakan kapal asing Vietnam sulit dibuat, karena di perairan Natuna Utara kapal pencuri ikan bisa beraksi dalam waktu lama. Sedangkan, yang bergerak keluar masuk perairan adalah kapal besar penampung.

Kapal besar inilah yang terbaca di data AIS. Kapal besar dipastikan menghidupkan AIS.

“Kalau kami menduga, kapal besar yang terdeteksi AIS itu kapal menyediakan logistik, sebagai support dan penampung ikan tangkapan hasil curian kapal kecil,” kata Imam.

Penelitian ini sejalan dengan kesaksian nelayan Natuna. Melalui satelit AIS, IOJI menemukan kapal asing Vietnam berukuran besar di laut Natuna Utara. Seperti 28 Maret 2021 ada 31 kapal asing Vietnam melaut di Natuna. Ketika itu, satu kapal berukuran lebih besar dari yang lain. “Kapal ini diduga sebagai kapal pengangkut ikan, panjang diperkirakan 65 meter,” kata Imam.

Tidak hanya dibantu kapal besar penampung, kapal asing nelayan Vietnam yang melaut di Natuna juga dijaga kapal patroli Vietnam FIsheries Resource Surveillance di sepanjang garis batas landas kontinen sepanjang tahun. Kapal penjaga itu juga terlihat melalui deteksi AIS.

Video: Yogi Eka Sahputra / Mongabay Indonesia

Kapal patroli vs kapal asing

Kapal patroli atau pengawas penting dalam menjaga kawasan perairan Indonesia. Satu penyebab kapal asing marak karena pengawasan keamanan laut Indonesia lemah.

Data IOJI menyebutkan, kapal pencuri ikan di laut Natuna ada 50-100 unit setiap hari. Sedangkan kapal patroli Indonesia hanya belasan. Selain kalah jumlah, kapal patroli Indonesia, selama ini tidak berada di daerah pusat sebaran kapal asing pencuri ikan di Natuna Utara.

“Laporan nelayan kepada kami, selama April 2021, tidak ada ditemukan kapal patroli Indonesia di Laut Natuna Utara,” kata Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna, baru-baru ini.

Nelayan Natuna, katanya, sangat mengeluhkan kapal asing Vietnam di Natuna Utara, karena menyebabkan hasil tangkapan nelayan lokal menurun. “Bahkan, ketika menteri KKP ke Natuna, kami sudah sampaikan soal kapal asing, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut,” katanya.

Kalau pemerintah serius melawan pengambilan ikan ilegal di Natuna Utara, dengan memanfaatkan nelayan lokal bisa jadi solusi. Hendri bilang, nelayan Natuna yang melaut di perairan perbatasan bisa melaporkan setiap saat ada kapal asing. “Tentu dengan cara pemerintah meningkatkan kapasitas kapal.”

Pantauan IOJI dengan citra satelit memperlihatkan kerap kali kapal patroli berada di luar kawasan penangkapan ikan ilegal.

Penilaian IOJI ini dari pergerakan kapal patroli pemerintah Indonesia. Keberadaan kapal patroli kebanyakan hanya di Natuna bagian Timur, atau lebih mendekati Kota Batam yang berbatasan dengan Malaysia. Sedangkan kapal pencuri ikan dilihat dari satelit berada jauh di tengah Natuna Utara yang tidak terjamah kapal patroli.

“Masuknya kapal-kapal ikan Vietnam lebih jauh ke ZEE Indonesia, diduga karena minim kehadiran kapal patroli pemerintah Indonesia.”

Imam Prakoso, Peneliti, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI)

Selain itu, meskipun ada penangkapan kapal asing belum membuat jera. Jumlah tangkapan kapal asing di Natuna, masih sangat kecil dibanding kapal ikan asing yang beroperasi di Natuna Utara.

Sebaran kapal ikan yang ditangkap KKP periode Januari sampai 15 April 2021. Terdapat 72 unit kapal ikan yang ditangkap, 12 diantaranya kapal asing, 60 unit kapal Indonesia. Grafis: Yogi Eka Sahputra. Sumber data: Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Suharta, Sekretaris Ditjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan mengatakan, kesulitan berpatroli ke perbatasan Natuna Utara. Patroli di laut Natuna Utara juga lemah dari segi sarana kapal, baik dari jumlah atau kapasitas. Mereka mendeteksi kapal Vietnam di Laut Natuna Utara, petugas perlu waktu perjalanan 10-12 jam menuju lokasi.

Sekarang, katanya, kapal asing Vietnam sudah pintar mengakali petugas patroli. Mereka tidak lagi berkumpul di satu titik tetapi ada sebagian berpencar. “Jadi, ketika kita ke sana, mereka sudah lari duluan. Kalau kita nggak ada mereka masuk lagi. Kucing-kucingan.”

Kondisi itu membuat hasil tangkapan patroli KKP berkurang. Biasanya bisa menangkap lima atau enam kapal Vietnam sekaligus, sekarang cuma satu, dua dan tiga. “Itu sudah dengan effort yang tinggi mengejar mereka,” kata Suharta.

Kapal ikan asing Vietnam, katanya, tak pernah jera meskipun beberapa kali ditangkap oleh kapal patroli Indonesia.

Dia cerita beberapa tahun lalu pernah mengembalikan 500 ABK kapal Vietnam yang ditangkap. Semua nelayan dipasangkan baju batik simbolis deportasi ke negara asal mereka. Beberapa bulan setelah itu tertangkap lagi, masih pakai batik berwarna merah yang diberikan KKP. “Kita heran juga kenapa negara mereka membiarkan.”

Saat ini, tempat penampungan ABK Vietnam di Batam sudah penuh. Setidaknya, ada 500 ABK berada di Batam. “Kita sudah koordinasi dengan Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) untuk mendeportasi seluruh ABK,” kata Suharta.

Hasil penelusuran Mongabay, dari data rencana kerja dan anggaran (RKA) KKP 2021, waktu operasional kapal pengawas berkurang. Pada 2020, waktu operasional kapal pengawas 150 hari, di RKA KKP 2021 turun jadi 122 hari.

Berarti, dalam satu tahun masih tersisa 243 hari lagi yang tak masuk dalam waktu operasional kapal pengawas. KKP belum menjawab upaya konfirmasi soal data ini.

Begitu juga dengan anggaran operasional kapal pengawas KKP, Rp298 juta tahun ini. Anggaran ini turun dari Rp355 juta pada 2020. Namun secara keseluruhan anggaran KKP 2021 naik Rp43 miliar.

Yuldi Yusman, Ditpolair Korpolairud membenarkan kondisi laut Natuna seperti analisis IOJI. Polairud memiliki enam kapal patroli di Kepulauan Riau, hanya tiga kapal bisa naik ke Natuna Utara.

Polairud, katanya, menangkap kapal ikan Vietnam di Natuna melalui informasi intelijen. Informasi ini diteruskan kepada salah satu dari enam kapal patroli yang ada di Kepri.

Kendala mereka saat mau mengamankan kapal asing, perlu enam sampai delapan jam dari waktu awal informasi diterima.

“Kapal polisi kita bersandar di Batam, kalau sudah dapat informasi mereka langsung bergerak ke Natuna, seperti penangkapan yang kami lakukan beberapa waktu lalu,” kata Yuldi.

Kapal Vietnam sering mundur ketika kapal patroli Polri mulai mendekat. “Ketika kita sudah sampai, mereka sudah berada di titik aman.”

Yuldi menduga, kapal ikan asing Vietnam sudah mendapat informasi dari kapal patroli mereka kalau patroli Indonesia mengetahui keberadaan mereka. “Jadi, mereka saling memberi informasi juga tentang keberadaan kita. Itu kendala yang sering kita hadapi,” katanya.

Andreas bilang, sinergitas KKP, Polri, Bakamla, dan TNI bisa membuat kapal ikan asing Vietnam jera. Dia contohkan, dengan tangkap massal di titik berkumpul kapal asing, yaitu di Natuna Utara. Kalau penangkapan di pusat kapal asing itu, katanya, akan banyak tangkapannya.

“Kalau ini dilakukan, akan ada efek jera nantinya.”

*Liputan ini hasil serial kelas belajar “Journalist Fellowsea” yang didukung oleh The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dan Yayasan EcoNusa.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.