Posted inArtikel / Perubahan Iklim

Deras hujan di Greenland bukti rusaknya keseimbangan alam

Fenomena langka hujan di Greenland hanya permulaan saja. Sederet konsekuensi tengah menanti Bumi karena rusaknya keseimbangan alam.

Peneliti Centre for Planetary Health and Food Security di Griffith University, Willow Hallgren menilai perubahan iklim telah menyebabkan kerusakan serius pada seluruh planet. Fenomena langka hujan yang turun di Greenland, menurut Willow hanya permulaan saja. Sederet konsekuensi buruk menanti Bumi karena rusaknya keseimbangan iklim. 

Seperti diketahui, hujan turun di Greenland pada 14 Agustus 2021. Pulau teritori Denmark yang dilapisi es dan dekat dengan Kutub Utara itu dilanda 7 miliar ton hujan selama 24 jam. Terakhir kali hujan deras turun di Greenland pada tahun 1950. Ini mengkhawatirkan karena tetes hujan akan mempercepat pencairan es.

Willow memaparkan, es yang mencair dari Samudra Arktik dan Greenland telah menyebabkan masuknya air tawar ke Samudra Atlantik Utara. Ini telah berkontribusi pada melambatnya sistem arus laut penting, yang membawa air hangat dari daerah tropis ke Atlantik Utara yang lebih dingin. 

Arus ini, yang disebut Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC), telah melambat sebesar 15% sejak tahun 1950-an. Jika AMOC melambat lebih jauh, konsekuensinya bagi bumi bisa sangat besar. Ia bisa menyebabkan hutan hujan Amazon lebih sering kekeringan, monsun di Afrika Barat jadi tak stabil, dan es di Antartika mencair lebih cepat.

“Es di Antartika akan lebih cepat mencair seiring dengan turunnya hujan di Greenland. Fauna yang hidup di daerah kutub juga akan kehilangan ekosistem ,” tutur Willow dilansir dari The Conversation.

Meningkatnya suhu rata-rata di Bumi menyebabkan kerusakan serius di tempat-tempat yang paling sensitif terhadap perubahan suhu. Misalnya, dua daerah kutub. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi fauna yang membutuhkan es untuk bertahan hidup karena tempat ini adalah ekosistemnya. 

The Meteorologiaenred, situs diseminasi ilmu meteorologi, klimatologi, dan ilmu lain yang terkait, menegaskan bahwa kenaikan suhu telah merusak keseimbangan. Menurut data dari Pusat Data Es dan Salju Nasional AS (NSIDC), tingkat pencairan lapisan es mencapai puncaknya pada 14 Agustus 2021 di kawasan seluas 872.000 km2. Luas area yang mencair ini lebih kurang setara dengan luas negara Namibia di Afrika. 

Keesokan harinya setelah peristiwa ini, area lapisan es yang hilang sudah 7 kali lebih luas dibandingkan dengan rata-rata yang terjadi pada pertengahan Agustus. Hanya tahun 2012 dan 2021 yang mencatat lebih dari satu peristiwa pencairan seluas 800.000 kilometer persegi.

Senada, dalam laporan terbarunya yang dirilis 9 Agustus 2021, IPCC (Panel Pakar Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah memperingatkan dimulainya perubahan dalam semua sistem iklim di Bumi. Banyak perubahan yang belum pernah terjadi dalam ratusan, bahkan ribuan tahun, termasuk semakin panasnya suhu di wilayah Kutub Utara sehingga es di Greenland mencair dan turunlah hujan deras. Perubahan tersebut tidak akan dapat diputar kembali dalam puluhan atau ratusan tahun mendatang.

Seperti yang dikatakan IPCC, hilangnya es yang berkelanjutan di abad XXI adalah hal yang hampir pasti dan, seperti yang dikonfirmasi oleh penelitian lain, nampaknya akan terjadi lebih cepat dari yang diharapkan.

“Di Greenland, 60 persen kenaikan permukaan laut disebabkan oleh pencairan es. Jika tren hilangnya es berlanjut pada tingkat saat ini, pada tahun 2100 nanti 400 juta orang akan menghadapi risiko banjir pesisir setiap tahun,” tulis Themeteorologianred.com.

Sebuah komunitas ilmiah juga tengah mempelajari secara ekstensif untuk melihat apa konsekuensi yang mungkin terjadi setelah hujan turun di Greenland. Menurut komunitas tersebut, ini bukan pertanda baik untuk Bumi dan juga terkait lapisan es yang terus mencair. 

Air di atas lapisan es akan membuatnya lebih mudah mencair. Tidak hanya membuat lapisan jadi lebih hangat, air juga menyerap sinar matahari lebih banyak. 

Untuk memahami hal ini ada konsep albedo. Albedo adalah rasio jumlah sinar matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dibandingkan dengan total sinar matahari yang mengenai permukaan tersebut. Semakin terang warna permukaannya, semakin banyak radiasi matahari yang akan dipantulkan.

Jika esnya benar-benar putih maka memiliki indeks albedo tertinggi. Air lebih gelap dari es sehingga menyerap lebih banyak sinar matahari. Oleh karena itu, lapisan es yang terlapisi air akan lebih mudah mencair.

Menukil dari laporan IPCC, terdapat banyak perubahan iklim yang terjadi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam ribuan tahun. Beberapa perubahan yang sudah mulai terlihat bergerak yakni seperti kenaikan permukaan laut yang berkelanjutan. Perubahan ini sulit dibalikkan karena membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun.

Namun demikian, masih ada perubahan iklim yang bisa diintervensi atau dikendalikan, yakni pengurangan yang kuat dan berkelanjutan dalam emisi gas karbondioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya. Ini akan berguna untuk membatasi perubahan iklim. 

Hasil dari pengendalian perubahan iklim untuk emisi gas karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya ini memakan waktu 20-30 tahun. Dalam kurun waktu tersebut dapat diketahui apakah suhu global bumi lebih stabil ataukah tidak.

Tetapi perubahan iklim tak hanya soal suhu udara. Perubahan iklim membawa perubahan berbeda di daerah berbeda, yang pada akhirnya akan meningkatkan peluang pemanasan selanjutnya. Berikut ini contoh dampak perubahan iklim yang dipaparkan IPCC:

  • Perubahan iklim mengintensifkan siklus air. Hal ini menambah intens curah hujan dan banjir yang terkait dengannya, juga kekeringan yang lebih intens di banyak kawasan lain.
  • Perubahan iklim memengaruhi pola hujan. Di dataran tinggi, curah hujan cenderung meningkat, sementara itu diproyeksikan menurun di sebagian besar subtropis. Juga akan terjadi perubahan curah hujan monsun, yang bervariasi menurut wilayah.
  • Daerah pesisir akan terus mengalami kenaikan permukaan laut sepanjang abad ke-21, yang berkontribusi terhadap banjir pantai yang lebih sering dan parah di daerah dataran rendah dan erosi pantai. Peristiwa permukaan laut ekstrem yang sebelumnya terjadi sekali dalam 100 tahun dapat terjadi setiap tahun pada akhir abad ini.
  • Pemanasan lebih lanjut akan memperkuat pencairan lapisan es, dan hilangnya lapisan salju musiman, pencairan gletser dan lapisan es, dan hilangnya es laut Arktik musim panas.
  • Perubahan pada lautan, termasuk pemanasan, gelombang panas laut yang lebih sering, pengasaman laut, dan penurunan kadar oksigen, jelas dipengaruhi manusia. Perubahan ini mempengaruhi ekosistem laut dan orang-orang yang bergantung padanya dan perubahan ini akan terus berlanjut, setidaknya selama sisa abad ini.
  • Untuk kota, beberapa aspek perubahan iklim jadi makin kuat, termasuk panas (karena daerah perkotaan biasanya lebih hangat daripada sekitarnya), banjir dari peristiwa curah hujan yang tinggi, dan kenaikan permukaan laut di kota-kota pesisir.
About the writer

Bhakti Hariani

Bhakti Hariani is a journalist who has been active in the world of journalism for 13 years. She started her career as a journalist at Harian Monitor Depok from 2008 to 2015. Then continued to Harian Suara...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.