Setelah 2030, pembangkit listrik di Indonesia hanya dibangun memakai energi baru terbarukan. Pembangkit listrik tenaga surya akan mendominasi.
LAPORAN panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) awal bulan ini menjadi peringatan terakhir puncak bencana iklim, jika emisi karbon tidak diturunkan minimal 45% dari emisi tahunan sekarang. Menurut IPCC, transisi energi fosil ke terbarukan harus dimulai tahun ini juga. Energi adalah sektor paling banyak menyumbang emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.
Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan Indonesia telah memiliki rencana transisi energi menggunakan energi baru terbarukan (EBT) di sektor kelistrikan untuk meraih target penurunan emisi gas rumah kaca.
Berdasarkan Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC), Indonesia memiliki target menurunkan emisi karbon sebesar 29% atas usaha sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada 2030 dan nol emisi karbon pada 2060.
“Tidak ada lagi izin yang dikeluarkan untuk pembangunan pembangkit listrik bahan bakar fosil, kecuali yang sudah berjalan atau sudah teken kontrak,” kata Yudo dalam Webinar Masa Depan Energi Berkelanjutan, Sabtu 9 April 2022.
Dia merujuk pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2060. Dalam rencana tersebut, pembangkit Listrik batu bara milik PLN akan dipensiunkan lebih cepat.
Sementara untuk milik swasta, kontraknya tidak akan dilanjutkan. Pembangkit listrik dari gas alam, kata dia, akan dipensiunkan setelah 30 tahun. Meski demikian, penggunaan pembangkit listrik batu bara aka berakhir pada 2057 dan gas alam pada 2054.
“Setelah 2030, pembangkit listrik yang dibangun hanya menggunakan energi baru terbarukan,” kata dia melanjutkan. Jenisnya sendiri bervariasi. “Kami dorong ke berbagai bentuk. All resources. All technologies,” kata Yudo.
Alasannya, Indonesia memiliki karakteristik geografis yang unik. Sehingga Indonesia tidak akan menggunakan EBT Tertentu. Pembangkit Listrik Tenaga Surya akan mendominasi. Tetapi pembangkit listrik tenaga angin, ombak, geothermal, air dan nuklir tetap akan dibangun dan dioptimalkan.
Ada beberapa wilayah yang paling cocok menggunakan tenaga surya tetapi permintaannya rendah. “Pulau Rote di NTT itu setiap tahun mengalami musim kering selama sembilan bulan. Sama dengan Australia Utara,” Yudo mencontohkan. Banyaknya kasus serupa, kata dia, mendorong adanya teknologi super grid.
Super grid adalah jaringan transmisi dengan cakupan area luas. Jaringan ini memungkinkan perdagangan listrik dalam jumlah besar melintasi jarak yang jauh. Teknologi ini dapat mengatasi keterbatasan energi baru terbarukan, terutama energi surya dan angin.
“Kami akan mendorong adanya mekanisme investasi go green untuk pembiayaan. Jangan ada utang-utang lagi,” kata Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Merildzam dalam kesempatan yang sama.
Merildzam mengatakan bahwa dalam laporan IPCC terbaru, harga energi baru terbarukan (EBT) telah turun dan bahkan di bawah harga bahan bakar fosil . “Sistem kelistrikan di beberapa negara juga sudah didominasi EBT,” kata dia. Sehingga, seharusnya transisi energi bukanlah sesuatu yang terlalu sulit.
Namun, kata dia, Indonesia membutuhkan total investasi Rp 77.000 triliun hingga 2060 untuk mencapai target nol emisi bersih, atau setara 5 kali lipat dari produk domestik bruto Indonesia di 2020. Sehingga, kata dia, aspek terpenting dalam isu energi dan target nol emisi seharusnya diawali dengan efisiensi energi.
Laporan ini pertama kali terbit di Forest Digest pada tanggal 11 April 2022.
*Gambar utama: Panel surya di sebuah perkebunan di Mali, Afrika. Sumber: World Bank via Flickr under the Common Creative license BY-NC-ND 2.0