Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan merupakan salah satu sumber utama polusi udara di Jakarta. Ada tiga jenis yang diterapkan jik tidak uji emsisi: tilang, parkir tarif tinggi, dan denda pajak.

PENCEMARAN udara di Jakarta tidak bisa dipisahkan dengan faktor emisi gas buang kendaraan bermotor. Kajian Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Vital Strategies pada 2020 menemukan bahwa sektor transportasi masih menjadi kontributor terbesar untuk polutan NOx, CO, PM10 dan PM2.5.

Sektor industri menjadi kontributor terbesar untuk polutan SO2. “Karena itu kebijakan pengendalian pencemaran udara di Jakarta menyasar sektor transportasi,” kata juru bicara Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan dalam Lokakarya Pencemaran Udara di Jakarta, 2 Agustus 2022.

Yogi menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan satu-satunya pihak yang tidak melakukan banding ketika sejumlah lembaga negara digugat oleh 32 warga negara terkait pencemaran udara. “Sepekan setelah digugat, Jakarta menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019,” kata Yogi.

Instruksi tersebut, antara lain, mempercepat pembangunan fasilitas pejalan kaki, mengoptimalkan penghijauan, memperketat pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tidak bergerak khususnya pada cerobong industri aktif, merintis peralihan ke energi terbarukan untuk bangunan milik pemerintah dan memastikan uji emisi berlaku bagi kendaraan umum dan kendaraan pribadi berusia di atas 10 tahun.

Instruksi tersebut kemudian diperkuat dengan penerbitan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 66/2020 tentang uji emisi kendaraan. Aturan yang terakhir ini mewajibkan pemilik kendaraan pribadi dan kendaraan umum yang ada di DKI Jakarta untuk melakukan uji emisi kendaraan setiap satu kali dalam satu tahun. Aturan ini juga berlaku untuk kendaraan roda dua.

Data uji emisi ini dapat diakses oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta, kepolisian dan pengelola parkir untuk penegakan hukum bagi pelanggar. Sanksi bagi kendaraan umum dan kendaraan pribadi yang tidak melakukan uji emisi setiap tahun ada tiga. “Tilang, disinsentif parkir, dan denda pajak,” kata Yogi.

Kendaraan yang tidak melakukan uji emisi bakal ditilang. Kendaraan parkir yang tidak melakukan uji emisi berkala bakal dibebankan tarif parkir tertinggi (disinsentif parkir). Kendaraan yang tidak melakukan/tidak lulus uji emisi bakal di denda dan tidak bisa memperpanjang STNK.

Tilang dan denda parkir akan dilaksanakan oleh polisi, sementara disinsentif parkir oleh pengelola parkir. “Aplikasi e-uji emisi roda empat dan e-uji emisi roda dua akan mencatat kendaraan mana saja yang sudah dan belum lulus uji emisi per tahun,” kata Yogi.

Menurut Muhammad Shidiq, Kepala Kualitas Udara di Indonesia untuk program Clean Air Catalyst, emisi gas buang kendaraan bermotor merupakan penyebab tingginya pencemaran udara dari sektor transportasi. “Ini berkaitan dengan mesin kendaraan yang digunakan, semakin baru semakin baik kualitas pembakarannya,” kata dia.

Selain itu, jenis bahan bakar juga berpengaruh pada emisi gas buang kendaraan bermotor. “Semakin tinggi nilai oktan bensin, semakin sempurna pembakarannya,” kata Shidiq.

Pada 2021, aturan ini disosialisasikan dan akan diterapkan. Pada November 2021 ada peningkatan jumlah kendaraan yang melakukan uji emisi. Dari sekitar 200-400 ribu kendaraan di wilayah Jakarta yang biasanya melakukan uji emisi per bulan.

Pada bulan November, jumlah itu naik menjadi 1.900.025 kendaraan bermotor. Namun pada bulan berikutnya, jumlah itu drop ke angka 500.000.

Ternyata Kepolisian Daerah Metro Jaya dan pemerintah Jakarta sepakat menunda penerapannya. Alasannya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan jumlah tempat uji emisi tak sebanding.

Berdasarkan data dari Ditlantas Polda Metro Jaya, pada 2021, ada 16.519.197 motor dan 4.111.231 mobil pribadi yang ada di Jakarta. Sementara itu jumlah lokasi uji emisi kendaraan bermotor roda empat hanya ada di 302 lokasi dan lokasi uji emisi kendaraan bermotor roda dua hanya ada di 39 lokasi.

Kendaraan bermotor di Indonesia_Amandra Megarini
Data Kendaraan Bermotor di Jakarta tahun 2021. Sumber: Ditlantas Polda Metro Jaya.

Pertimbangan ini yang membuat Polda Metro Jaya menunda penerapan tersebut. Namun, menurut Yogi, kekurangan lokasi uji emisi itu sebenarnya peluang bisnis. “Uji emisi bisa dilakukan di kios, bengkel, SPBU maupun kawasan rumah tinggal,” katanya. Pengusaha hanya perlu mendaftar untuk mendapatkan izin pembukaan lokasi uji emisi melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) tanpa dipungut biaya apapun.

Pemerintah DKI Jakarta juga membuka sesi pelatihan bagi para teknisi untuk melakukan uji emisi. “Nanti kalau aturan sudah diterapkan, jumlah lokasi uji emisinya akan bertambah sendiri kok,” katanya.*

*Liputan ini pertama kali terbit di Forest Digest pada tanggal 5 Agustus 2002.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.