Berdasarkan penilaian maksimum CREA, polusi dari PLTU Suralaya berdampak terhadap 1.640 kematian tiap tahunnya.

Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyebut aktivitas kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Banten, berpotensi memberi dampak buruk pada kesehatan dan perekonomian masyarakat. Penilaian itu diungkap dalam laporan berjudul Air quality impacts of the Banten-Suralaya complex, yang terbit 12 September 2023 lalu.

Berdasarkan penilaian maksimum yang mereka buat, kompleks PLTU Banten-Suralaya berdampak 1.640 kematian tiap tahunnya dan kerugian kesehatan senilai AS$1,16 miliar (setara Rp15,8 triliun). Seturut skenario ini, PM2,5 menyebabkan 1.063 kematian akibat stroke (401), jantung (365), infeksi saluran pernapasan (91) dan lain sebagainya.

Jamie Kelly, Analis Kualitas Udara CREA mengatakan, pembakaran batu bara di kompleks PLTU Banten-Suralaya menimbulkan polusi udara yang terdiri dari partikel halus (PM2,5), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2) dan ozon (O3).

Perhitungan mereka menunjukkan bahwa kompleks PLTU Banten-Suralaya bisa berdampak pada perempuan hamil, rata-rata 1000 kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah, 1500 anak-anak menderita asma, termasuk lebih dari 1000 kasus asma baru

“Dampak kesehatan juga bisa kita lihat pada jumlah hari cuti yang harus diambil warga karena sakit. Kami hitung rata-rata lebih dari 742 ribu jumlah hari sakit,” kata Jamie ketika merilis laporan tersebut, Selasa (12/9/23). “Jika dihitung, biaya dari kerugian kesehatan tahunan itu lebih dari AS$1miliar.”

Potensi dampak buruk terhadap kesehatan itu, lanjutnya, terjadi karena emisi PLTU Banten-Suralaya telah melebihi baku mutu yang diperparah dengan lemahnya pengendalian pencemaran udara dan teknologi yang belum cukup baik.

Namun, kerugian kesehatan dan ekonomi itu dapat diminimalisir lewat sejumlah pendekatan. Menurut Jamie, penegakan bakumutu nasional (15 mg/m3) dapat mencegah 97-268 kematian, mengurangi kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), mengurangi kasus asma baru pada anak-anak, kelahiran prematur, serta menghemat biaya kesehatan sebesar AS$70 juta-AS$190 juta (Rp0,940-2,6 miliar).

Jika dihitung, biaya kerugian kesehatan tahunan itu lebih dari AS$1 miliar

Jamie Kelly, Analis Kualitas Udara CREA

Sementara, penerapan teknologi terbaik di PLTU Banten-Suralaya, akan menurunkan rata-rata konsentrasi tahunan PM2,5 menjadi kurang dari 0,2 mg/m3 dan dapat menyelamatkan hingga 1.560 nyawa setiap tahunnya.

Penerapan teknologi terbaik juga disebut dapat mencegah 1.689-1.839 kunjungan ke UGD, 966-1.176 kasus asma baru pada anak, 883-967 kelahiran prematur, 577-631 kelahiran dengan berat badan kurang, dan 700.000-766.000 ketidakhadiran kerja setiap tahunnya.

“Semua ini (penerapan teknologi terbaik) dapat berarti adanya potensi keuntungan ekonomi sebesar Rp15,1 triliun,” terang Jamie.

Berdasarkan perkiraan-perkiraan tadi, pihaknya memberi rekomendasi pada pemerintah untuk menerapkan kepatuhan terhadap standar nasional dan memberi sanksi pada unit-unit yang tidak mematuhi standar tersebut. Selain itu, pemerintah diminta menerapkan standar yang lebih ketat dan menerapkan teknologi baru sebagaimana telah dilakukan Cina, Uni Eropa dan Korea Selatan.

Irwan Edi Syahputra Lubis, General Manager PT PLN Indonesia Power (IP) Suralaya PGU yang hadir dalam peluncuran laporan itu, enggan menanggapi penilaian-penilaian yang disampaikan CREA. Menurutnya, PLTU Suralaya selalu memerhatikan baku mutu dan pelestarian lingkungan dan memastikan emisi yang dihasilkan tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan pemerintah.

“Terkait masalah kesehatan, laporan CREA kami baca dan pelajari juga, bahwa itu semua adalah modeling berdasarkan (potensi) yang maksimal ataupun worst scenario. Kami tidak ingin berdebat di situ,” ujarnya.

Dia menyebut, operasional PLTU Suralaya telah dilengkapi teknologi ramah lingkungan seperti Electrostatic Precipitator (ESP), Low Nox Burner dan juga Continuous Emission Monitoring System (CEMS), untuk memastikan emisi gas buangan dari pembangkit dapat ditekan semaksimal mungkin.

Irwan menerangkan, CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi dari pembangkit secara terus-menerus, sehingga emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time dan dipastikan tidak melebihi bakumutu ambien yang ditetapkan KLHK.

Sementara, lanjutnya, ESP adalah teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi menangkap debu dan emisi gas buang yang mampu menyaring dan menangkap debu dengan ukuran sangat kecil di bawah 2 mikro meter, dengan efisiensi mencapai 99,9%.

Dia menilai, selama 39 tahun beroperasi, PLTU Suralaya selalu berupaya menekan emisi semaksimal mungkin, serta memonitor secara real time, dengan alat yang terhubung langsung ke dashboard Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Karena keberhasilan mengendalikan emisi di seluruh pembangkit, PLN IP menerima proper emas dari KLHK yang merupakan penghargaan tertinggi dalam manajemen pengelolaan lingkungan dari tahun ke tahun,” ujar Irwan.

“Seperti tahun 2022 lalu ada 15 penghargaan proper emas untuk seluruh pembangkit PLN, termasuk di antaranya PLTU Suralaya 1-7, PLTU Banten 1 Suralaya, PLTU Lontar dan PLTU Pelabuhan Ratu.”

Di samping penerapan teknologi, dan capaian-capaian tadi, ia menambahkan, sejak tahun 2020 PLN IP telah menggunakan biomassa, yang pada tahun 2022 konsumsinya mencapai 132 ribu ton. Serta, melakukan pemasangan PLTS atap dengan total daya sebesar 1243 kwp (Killowatt peak).

About the writer

Themmy Doaly

Themmy Doaly has been working as Mongabay-Indonesia contributor for North Sulawesi region since 2013. While in the last nine years he has also been writing for a number of news sites in Indonesia, including...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.