Save Sangihe Island (SSI) siap kembali menggugat jika PT TMS diberi izin operasi tambang lagi di Pulau Sangihe.

Warga Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, bisa sejenak bernapas lega. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 8 September 2023, telah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) terkait pertambangan emas dari PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Namun demikian, dalam konferensi pers daring pada Jumat (15/9), koalisi masyarakat sipil antitambang di Pulau Sangihe mewaspadai kabar akan dikeluarkannya izin operasi produksi baru kepada TMS dan menegaskan bakal melawan jika hal tersebut terjadi.

“Kami bahagia dan bersyukur kepada Tuhan karena Kementerian ESDM telah mencabut izin usaha produksi dari PT Tambang Mas Sangihe. Itu adalah sebuah kejutan,” kata Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM) dan aktivis Save Sangihe Island (SSI).

SSI, sambung Jull, menganggap keputusan itu adalah sebuah kejutan karena baru dikeluarkan sembilan bulan setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi ESDM dan TMS  pada Januari 2023. Seharusnya, menurut dia, pencabutan izin tersebut sudah dilakukan maksimal tiga bulan setelah keluarnya keputusan inkracht dari MA tersebut.

Dia menyatakan bahwa koalisi menyambut baik keputusan Kementerian ESDM tersebut akan tetapi mereka kemudian terkejut mendengar pernyataan pejabat Kementerian ESDM saat menyampaikan Keputusan Menteri ESDM Nomor 13.K/MB.04/DJB.M/2023 tentang pencabutan keputusan Menteri ESDM Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe.

Saat itu, dikabarkan CNN Indonesia (10/9), Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba ESDM Yose Rizal menyatakan bahwa kontrak karya (KK) TMS, yang disepakati pemerintah sejak 1997, masih berlaku dan anak perusahaan Baru Gold tersebut “bisa mengajukan kembali peningkatan tahap ke kegiatan Operasi Produksi dengan melengkapi persyaratan sesuai ketentuan.”

Yose juga menambahkan bahwa PT TMS tidak keberatan atas keputusan Kementerian ESDM tersebut.

“Ini menghina akal sehat, ketika satu hari setelah izin dicabut seorang direktur ESDM langsung mengungkapkan secara gamblang kepada publik melalui media bahwa (TMS) bisa mengajukan lagi izin. Ada sebuah kalimat dia juga menyatakan bahwa TMS tidak keberatan dengan pencabutan ini,” kata Jull.

“Wah, dia seperti sudah menjadi PR-nya TMS. Harus dipertanyakan siapa Yose Rizal itu.”

Jull mendesak pemerintah untuk benar-benar tidak memberikan izin penambangan di Pulau Sangihe. Ia mengingatkan, berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Sangihe yang luasnya kurang dari 2.000 km persegi –tepatnya 736,98 km persegi– adalah pulau kecil yang lingkungannya harus dilindungi.

Dia mengingatkan bahwa Sangihe bukanlah pulau yang tidak berpenghuni dan masyarakat di sana hidup dengan nyaman dan bahagia.

Baca juga: Perjuangan perempuan Sangihe menolak tambang emas

“Tidak dikenal lagi kontrak karya”

Sementara itu, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Muhammad Jamil menegaskan bahwa kontrak karya sudah tidak berlaku lagi sejak terbitnya UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara, yang diperkuat lagi dengan UU No 3/2020 tentang Minerba.

Menurut UU tersebut, Jamil menjelaskan, semua KK seharusnya diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan masa berlaku 20 tahun yang dapat diperpanjang dua kali, masing-masing 10 tahun. Sementara KK yang diberikan pemerintah kepada pada TMS pada 1997 berlaku hingga 2054.

“Tidak dikenal lagi kontrak karya, sehingga kita juga heran kalau kemudian masih ada perizinan-perizinan yang berstatus kontrak karya itu,” ujar Jamil.

TMS, melalui Senior In-House Legal Counsel Rico Pandeirot kepada Bisnis.com menjelaskan bahwa perusahaan tengah mengajukan kembali permohonan persetujuan izin operasi. Rico juga menegaskan bahwa TMS masih merupakan pemegang KK dengan pemerintah.

Menanggapi upaya TMS tersebut, Harimuddin, kuasa hukum yang mendampingi SSI dan Jatam, menegaskan bahwa mereka akan kembali menggugat jika hal tersebut terjadi.

“Berlakunya masa izin lingkungan menginduk kepada masa berlakukan IUP OP, yang sudah dibatalkan Mahkamah Agung. Maka dari itu izin lingkungan ini sudah batal dengan sendirinya dan tidak bisa dipakai untuk mengajukan izin operasi baru,” papar Harimuddin. “Pasti kita mengajukan gugatan baru.”

Kasus ini bermula ketika pada 23 Juni 2022 sebanyak 37 warga Sangihe menggugat Keputusan Menteri ESDM terkait pemberian IUP OP kepada TMS ke PTUN Jakarta. Warga menilai usaha tambang emas akan merusak ruang hidup mereka di pulau kecil tersebut. Gugatan mereka ditolak.

Warga kemudian mengajukan banding dan pada 29 Agustus 2022 Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi TUN Jakarta membatalkan putusan PTUN Jakarta serta mengabulkan seluruh gugatan warga. Hakim juga mengeluarkan putusan sela untuk menunda pelaksanaan IUP OP TMS di Pulau Sangihe hingga putusan perkara berkekuatan hukum tetap.

Menteri ESDM dan TMS kemudian mengajukan kasasi ke MA. Permohonan kasasi tersebut ditolak. Oleh karena itu, putusan PTTUN Jakarta jadi berkekuatan hukum tetap.

About the writer

Sandy Pramuji

After graduating from Padjadjaran University, Sandy has been active in journalism. Starting as a repoter at The National News Agency (LKBN) Antara in 2003, he then helped developing an English language...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.