Posted inArtikel / Agraria

Alam Indonesia dirusak kelas pemodal

Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) selama 2015-2022 setidaknya terdapat 2.710 konflik agraria yang merugikan 5,88 juta hektare lahan.

Krisis agraria dan ekologis di Indonesia semakin memburuk. Situasi ini adalah hasil kebijakan ekonomi-politik dan hukum yang lebih memihak kepada kepentingan liberal dan kapitalistik alias kelas pemodal. Tak hanya konflik agraria, tapi situasi ini membuat krisis ekologis.

“Tanah-tanah milik rakyat, kekayaan agraria, dan sumber daya alam telah dijadikan komoditas yang dapat dikuasai secara paksa demi kepentingan investasi dan beragam bisnis berukuran besar,” kata Dewi Kartika, Ketua Steering Committee (SC) Konferensi Tenurial 2023, dikutip dari laman Walhi Indonesia, Minggu, (21/10/2023).

Konferensi Tenurial 2023 resmi dibuka pada 16 Oktober 2023 di Gedung Serbaguna Senayan GBK.

Dengan tema “Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekologis Melalui Reforma Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,” konferensi ini telah menjadi sorotan dunia.

Konferensi ini adalah wadah bagi para pemikir, pemimpin, dan aktivis perubahan sosial untuk menjalajahi isu-isu kritis yang telah mengakibatkan ketidaksetaraan, konflik agraria, kerusakan alam, dan penyebaran kemiskinan struktural yang semakin meluas.

Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional dari WALHI, menegaskan, model pembangunan yang terus-menerus mementingkan modal dan kepentingan korporasi besar telah menjadi biang kerusakan alam, meningkatkan bencana ekologis, dan memicu konflik sosial yang meresahkan.

“Tapi masalahnya tidak hanya sebatas lahan yang hilang; masyarakat juga kehilangan pengetahuan lokal serta kekayaan tradisional yang selama ini menjadi penjaga alam dan sumber daya alam. Itu adalah kerugian yang sulit diukur,” kata Zenzi, di acara yang sama.

Ia  mengingatkan publik bahwa Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat menjadi saksi bencana ekologis terbesar tahun 2021-2022, yang membawa banjir dahsyat.

Data dari BNPB menggambarkan kengerian tersebut: 24.379 rumah tenggelam dalam banjir, lebih dari 112 ribu warga terpaksa meninggalkan rumah mereka, dan 15 jiwa tak dapat bertahan.

Bahkan Presiden Jokowi sendiri menyatakan bahwa banjir ini adalah yang terparah dalam setengah abad terakhir.

Konflik agraria

Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (2015-2022) setidaknya terdapat 2.710 konflik agraria.

Konflik-konflik ini berakar dari berbagai sektor, termasuk bisnis, pembangunan infrastruktur, pertambangan, hingga proyek-proyek strategis nasional dan destinasi pariwisata mewah.

Konflik agraria dan perampasan tanah ini telah menyebabkan peningkatan drastis jumlah petani miskin dan petani tanpa lahan di Indonesia. Tanah yang seharusnya menjadi milik petani produktif kini lebih sering diambil alih demi pembangunan dan investasi, sehingga merugikan rakyat.

Berdasarkan Data Sensus Pertanian 2013, lebih dari 11,51 juta keluarga petani menghadapi ketidakpastian lahan.

Namun, dalam waktu hanya lima tahun (2013-2018), jumlah petani miskin melonjak pesat menjadi 15,8 juta keluarga atau bertambah sekitar 4,29 juta keluarga (BPS, Survey Pertanian Antar Sensus 2018).

Fakta terbaru bahkan lebih mengejutkan: sebanyak 72,19% petani saat ini termasuk dalam kategori petani miskin. Sebanyak 91,81% di antaranya laki-laki dan 8,19% perempuan (BPS-Sintesis 2021).

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.