Sampah di Kota Bandung dalam setahun jika dibandingkan dengan Candi Borobudur jumlahnya adalah 75 kali candi tersebut.

Kita mungkin jarang menyadari bagaimana cerita perjalanan sampah yang dibuang keluar dari rumah. Mungkin sampah tersebut berakhir di TPA yang penuh juga kumuh. Bagaimana jika sampah tersebut dikumpulkan dari satu kota? Jumlahnya sangat mencengangkan.

Sebagai gambaran, sampah dari Kota Bandung yang dibuang ke TPA Sarimukti besarnya bisa melebihi besar Candi Borobudur.

“Sampah di Kota Bandung dalam setahun jika dibandingkan dengan Candi Borobudur jumlahnya adalah 75 kali candi tersebut,” kata Cendra Panni, dikutip dari laman organisasi lingkungan Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) Bandung, diakses Jumat (20/10/2023).

Cendra merupakan trainer dari YPBB yang dalam kesempatan tersebut menyampaikan hal tersebut dalam pelatihan Zero Waste Lifestyle yang digelar Partai Hijau Indonesia (PHI) bekerjasama dengan YPBB.

Faktanya, sampah sudah sangat banyak. Akan ada masa dimana kita tidak punya lahan lagi untuk menyimpan sampah. Selain itu dijelaskan juga berbagai masalah dan penyakit yang timbul dari sampah.

Permasalahan sampah sangat dekat dengan kehidupan manusia. Namun sering kali terabaikan. Padahal setiap orang punya peran penting dalam bertanggung jawab dengan sampah yang kita produksi dari rumah. Salah satunya memilah dan mengompos sampah yang dapat mengurangi 70% sampah yang dikirim ke TPA.

Terungkap, penyelesaian permasalahan bisa dimulai dari meninggalkan pola lama dalam mengelola sampah rumah tangga. Contohnya, seperti membuang sampah di sungai dan pembakaran sampah.

Kita bisa mulai menerapkan prinsip 4R yakni, reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang) dan replace (mengganti). Selain itu juga melakukan pemisahan sampah organik dan sampah anorganik.

“Kalau mau mencapai sepenuhnya Zero Waste, kita mesti cek dan (cari cara) kurangi sampah. Tapi kalau cuma mau sampai 70% Zero Waste, tindakannya dua: memisah dan mengompos,” ujar trainer dari YPBB lainnya, Anilawati Nurwakhidin.

Darurat Sampah Kota Bandung

Bandung sendiri saat ini masih mengalami darurat sampah akibatnya penuhnya TPA Sarimukti. Sampah menumpuk di mana-mana, termasuk di pasar-pasar, antara lain di Pasar Induk Gedebage.

Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mendorong tumpukan sampah di TPS kawasan Pasar Induk Gedebage segera ditangani. Hal itu disampaikannya saat meninjau sejumlah wilayah Kota Bandung, Jumat 20 Oktober 2023.

Ia mendorong aparat kecamatan dan Perumda Pasar Juara segera berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup terkait penanganan sampah di kawasan tersebut. Selain itu, Ema meminta semua pihak berkomitmen dalam penanganan sampah di masa darurat ini.

“Kalau ini dibiarkan, apa kota ini mau jadi lautan sampah? Tentu saja tidak. Jadi saya minta ini Pak Camat segera berkoordinasi dengan Perumda Pasar dan DLH Kota Bandung,” tegasnya.

Ia juga meminta pihak kewilayahan untuk gencar menyosialisasikan pemilahan sampah sejak di hulu atau di level rumah tangga. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada sampah bercampur saat dibuang ke TPS.

“Sampah organik dan anorganik, itu didorong untuk diselesaikan secara mandiri. Yang boleh dibuang ke TPS, itu sampah residu,” pesannya.

Ema menyebut, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan oleh masyarakat dalam upaya penanganan sampah mandiri.

Misalnya penanganan sampah organik. Kata Ema, beberapa solusi bisa mulai dicoba oleh masyarakat.

Seperti dengan media magot, atau kompos. Di level rumah tangga, masyarakat juga bisa mencoba metode Lodong Sesa Dapur (Loseda).

“Beberapa metodenya sudah ada. Silakan dipilih yang paling cepat, dan paling cocok di wilayahnya,” kata Ema.

Sedangkan untuk sampah anorganik, masyarakat bisa menyetorkannya ke bank sampah, atau ke pemulung/pengepul.

“Sampah anorganik ini juga bernilai ekonomi. Silakan bisa disetor ke bank sampah. Atau yang paling mudah berikan ke pemulung. Biarkan itu menjadi sumber rejeki tambahan mereka,” ujarnya.

“Kalau sampah residu, misalnya belum bisa menangani, itu menjadi tanggung jawab kami. Dengan begitu juga, jumlah sampah yang kita produksi bisa ditekan cukup banyak,” imbuh Ema.

Ke depannya, Ema menyebut penanganan sampah di Kota Bandung harus berbasis cluster. Ia berharap, akan muncul cluster penanganan sampah seperti di cluster pusat perbelanjaan, hotel, kantor pemerintahan, kantor non pemerintahan, kewilayahan, sekolah, kampus, dan masih banyak lagi. “Belum lagi cluster tempat ibadah, dan cluster lainnya. Penanganan sampah ini harus menjadi gerakan masif, semua harus terlibat,” pungkasnya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.