Bajak dan Salama adalah dua desa di Kabupaten Manggarai. Lagi-lagi, banjir dan longsor jadi momok di kawasan ini. Namun, keduanya menorehkan kisah berbeda dalam mitigasi bencana.

Bajak dan Salama Sungai Wae Pesi yang melintasi Desa Bajak, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. (Foto/Chairul Akhmad)
Sungai Wae Pesi yang melintasi Desa Bajak, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. (Foto/Chairul Akhmad)

Selamat Datang di Rumah Bibit Sibat Desa Bajak, begitulah tulisan papan nama yang terpampang di pinggir jalan raya Desa Bajak, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Di dalam rumah bibit tersebut terlihat sayuran beraneka ragam yang tampak subur dan menghijau. Memanjakan mata untuk sekadar menatap dan menikmati keindahannya.

Di bagian depan dekat pintu masuk, berjejer rapi tanaman sawi yang siap petik. Di petak-petak sebelahnya hingga menjurus ke belakang kebun, terdapat tanaman terong, pare, kangkung, dan tomat. Semua sayuran ini terlihat ranum dan segar. Hebatnya lagi semua proses pembibitan, penanaman, hingga pemupukan dikerjakan secara organik tanpa bahan kimia.

Kebun sayur yang dikelola Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) Desa Bajak ini merupakan salah satu program Livelihood PMI dan SIBAT dalam mengembangkan sumber daya alam di desa. Walau musim kemarau berkepanjangan, tanaman di kebun ini tampak subur karena tiap hari disiram oleh para relawan. Mereka bergantian bertugas mengurus kebun di sela-sela kegiatan harian.

Sore itu tampak tiga orang relawan SIBAT yang tengah sibuk menyiram dan membersihkan kebun. Di antara mereka juga tampak Penjabat Kepala Desa Bajak yang turut menikmati tamasya di dalam kebun. Terdapat sebuah gubuk kayu di bagian kebun sebelah pinggir yang digunakan relawan sebagai tempat rehat atau nongkrong.

Ketua SIBAT Desa Bajak Martinus Eda menuturkan, keberadaan kebun ini merupakan salah satu inisiatif untuk menyediakan sayur murah namun berkualitas bagi masyarakat. “Selama ini kan sayuran masuk dari luar, makanya kami menanam di sini,” ujarnya. “Kami menanam secara organik tanpa melibatkan pupuk kimia.”

Menurut Martinus, keterampilan bercocok tanam ini mereka dapatkan dari hasil pelatihan yang digelar PMI Pusat yang bekerja sama dengan Amcross dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebelumnya, ia dan relawan SIBAT yang lain tak mengerti tentang pertanian atau perkebunan.

“Namun, berkat pelatihan-pelatihan PMI ini kami jadi tahu. Apalagi PMI menghadirkan orang-orang hebat dari Jakarta untuk melatih kami. Jadi kami sangat bangga bisa bertemu dengan mereka,” ungkapnya.

Semua tanaman yang terdapat di kebun bibit dipilih berdasarkan kajian dan rekomendasi pakar IPB, disesuaikan dengan kontur tanah Desa Bajak. PMI tak hanya mengkampanyekan tentang PRB di Desa Bajak, namun juga mengembangkan program Livelihood. PMI Kabupaten Manggarai mulai masuk ke Desa Bajak sejak 2020, namun karena terbentur pandemi Covid-19 maka program baru berjalan setahun kemudian.

Bajak dan Salama
Kebun Bibit SIBAT Desa Bajak, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. (Foto/Chairul Akhmad)

Matriks pemangku kepentingan Kabupaten Manggarai

Pemangku KepentinganKapasitasPeluang Pelibatan Pemangku Kepentingan
BPBD Kabupaten ManggaraiPenanggungjawab dan pelaksana program PRB di tingkat kabupatenKolaborasi untuk re-aktivasi Forum PRB yang sudah pernah dibentuk
Dinas Pendidikan Kabupaten ManggaraiPenanggung jawab dan pelaksana program pendidikan di tingkat kabupatenDinas Pendidikan terbuka untuk berkolaborasi dengan pihak lain dalam hal PRB dan API selama ada koordinasi.
Dinas Pertanian Kabupaten ManggaraiPenangung jawab dan pelaksana program bidang pertanian di tingkat kabupatenMemiliki kapasitas sebagai pembuat kebijakan, program, dan penyediaan sarana dan prasarana pertanianKolaborasi dengan PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dalam intervensi livelihood ataupun ketangguhan ekonomi bagi warga bermata pencaharian sebagai petaniKolaborasi pelaksanaan sekolah lapang di wilayah program (baik sekolah lapang hama, cuaca, iklim) dengan BMKG
DPRD Kabupaten ManggaraiMembuat Perda bersama pemerintah daerahMemberikan persetujuan rancangan APBD yang diajukan pemerintah daerahMenyusun kebijakan dan anggaran penanggulangan bencana (mitigasi bencana), serta membantu dalam penguatan Forum PRB.
Stasiun Meteorologi Frans Sales LegaPenanggung jawab pengamatan, pengumpulan, penyebaran data, pengolahan, analisis dan prakiraan meteorologiPemberi layanan jasa meteorologi  BMKG Frans Sales lega terbuka untuk memberikan informasi-informasi seperti cuaca, iklim dan kegempaan kepada aktor-aktor kunci untuk mendiseminasiBMKG Frans Sales Lega terbiasa memberikan edukasi kepada sekolah-sekolahBMKG Frans Sales Lega terbuka untuk mengisi informasi cuaca iklim di alat-alat yang disediakan oleh aktor-aktor kunci. Contoh: apabila desa mau memiliki layar dengan koneksi internet BMKG bisa mengisi informasi cuaca dan iklim selama 24/7 dan realtime.
Ayo IndonesiaNGO yang bergerak di bidang pengembangan daerah perdesaan khusua Manggarai RayaMemiliki berbagai program pengembangan kapasitas pertanian dan livelihood lainnyaTerbuka untuk berkolaborasi dan membantu sebagai fasilitatorSalah satu NGO tertua yang ada di Manggarai dan sfokus untuk daerah Manggarai sehingga sangat mengenal karakteristik Manggarai, bahkan mengenal karakteristik warga hingga kearifan lokal yang ada.Ketua Ayo Indonesia yang juga merangkap sebagai Ketua Forum PRB di Kabupaten Manggarai berpotensi banyak dalam menginisiasi program-program PRB
Wahana Visi IndonesiaNGO yang fokus pada isu perlindungan anak melalui community engagement dan community empowermentMemiliki program child wealth nourishment, WASH, dan ODFTerbuka untuk berkolaborasi dalam program livelihood maupun intervensi PRB untuk anak di lingkungan sekolah maupun keluarga
Yayasan Caritas ManggaraiNGO sosiopastoral yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan keagamaan dan lainnya. Selain itu juga sering terlibat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana (mitigasi bencana) maupun tanggap darurat bencanaMemiliki program pemberdayaan ekonomi di masyarakat melalui pertanian organikJaringan lebih luas dan memiliki koordinasi yang baik dari level keuskupan hingga parokiJalur koordinasi dan komunikasi yang baik dari kesukupan hingga Paroki bisa menjadi media penyalur informasiTokoh agama yang berpotensi didengar masyarakat membuat CARITAS berpotensi untuk menjadi “influencer”CARITAS sudah memiliki orang yang berpengalaman dan terlatih dalam PRB terutama dalam respon serta kesiapsiagaan dan perlu diturunkan serta bisa menjadi fasilitator juga untuk berkolaborasi.

Penduduk Desa Bajak berjumlah 1.550 jiwa yang terbagi dalam 404 kepala keluarga (KK). Sebagian besar warga berprofesi sebagai petani ladang dan penambang pasir. Mereka menambang pasir di Sungai Pesi, salah satu sungai besar di Flores  yang membagi wilayah dua kabupaten antara Manggarai dan Manggarai Timur.

Hidup di daerah aliran sungai (DAS) di satu sisi memang rentan akan bahaya, terutama banjir dan longsor. Karenanya, PMI dan SIBAT giat bergerak di Bajak untuk mensosialisasikan pentingnya PRB dan mitigasi bencana. Mereka bergerak dari rumah ke rumah, keliling dari satu dusun ke dusun lain. Bahkan sesekali mengumpulkan warga di tempat pertemuan.

Martinus menyebutkan, dalam setahun terdapat tiga bencana yang melanda Desa Bajak, yakni banjir, kebakaran, dan tanah longsor. “Dari ketiga bencana ini yang paling berdampak besar adalah banjir. Dan itu hampir setiap tahun terjadi,” katanya.

Setelah melakukan kajian secara mendalam, Tim SIBAT akhirnya menemukan jawaban bahwa penyebab utama banjir adalah meluapnya Sungai Wae Pesi dan adanya pengikisan tanah di pemukiman warga. Karenanya, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko banjir adalah dengan membangun bronjong (timbunan batu yang diikat kawat besi) di sejumlah tempat yang dianggap rawan. Bronjong dapat dijadikan sebagai penahan air agar tanah tidak terkikis.

Tak hanya membangun bronjong sebagai bagian dari mitigasi bencana, SIBAT Desa Bajak juga membangun alat sistem peringatan dini berbentuk sensor dan sirene, seperti yang dilakukan SIBAT Kelurahan Reo. Alat ini merupakan bantuan dari PMI Wonogiri untuk PMI Kabupaten Manggarai. PMI Manggarai kemudian mendistribusikannya ke Kelurahan Reo dan Desa Bajak.

Selain itu, SIBAT juga mengajak warga untuk menam pohon di pinggir sungai demi mengurangi dampak banjir. Terdapat beragam jenis pepohonan yang ditanam oleh mereka. Martinus berharap warga dapat menjaga dan memilihara tanaman tersebut.

“Percuma kita tanam kalau tidak dipelihara, dijaga dan dirawat. Maka kemarin ada inisiatif untuk membuat Peraturan Desa (Perdes) guna menjaga dan merawat tanaman,” kata Martinus.

Bajak dan Salama
Sayuran di Kebun Bibit SIBAT Desa Bajak, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. (Foto/Chairul Akhmad)
Sayuran di Kebun Bibit SIBAT Desa Bajak, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. (Foto/Chairul Akhmad)

Perdes yang mengikat

Penjabat Kepala Desa Bajak Fransiskus Loso menyambut baik usulan SIBAT terkait Perdes ini. Oleh sebab itu, ia pun segera bergerak mengumpulkan aparat pemerintah dan tokoh-tokoh desa untuk membuat Perdes. Hal ini penting dilakukan demi mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana maupun mitigasi bencana. Akhirnya, aturan yang disebut Perdes No. 5 Tahun 2023 tersebut diteken pada 13 Juni 2023.

Perdes yang dibuat oleh Kepala Desa dan disetujui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu memuat 23 Pasal. Selain mengatur tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam mitigasi bencana, di dalamnya juga disebutkan tentang sejumlah sanksi yang bagi mereka yang  melanggar. Yang tak kalah penting adalah Perdes ini juga memuat tentang peran SIBAT dalam penyelenggaraan PRB. Inilah yang membuat 25 relawan SIBAT Desa Bajak makin bersemangat dalam berkegiatan.

Hanya memang, kata Fransiskus, pada awalnya Perdes sulit dijalankan karena mengandung sanksi. Perlahan namun pasti, masyarakat mulai menyadari pentingnya aturan tersebut demi kepentingan bersama.

“Perdes dibuat bukan karena intimidasi kepala desa dan perangkatnya, tapi melibatkan semua pihak,” ia menegaskan.

Di sisi lain, Fransiskus tak dapat menyembunyikan kekaguman dan kebanggaannya pada Tim SIBAT. Menurutnya, SIBAT yang didukung PMI telah banyak membantu Desa Bajak selama tiga tahun ini. 

“Semua kegiatan yang dilaksanakan SIBAT pada dasarnya untuk mendukung semua program pemerintah. SIBAT selalu menjadi yang terdepan. Tak hanya terlibat soal kemanusiaan, tapi juga kegiatan pengamanan bencana,” ujarnya.

Fransiskus menuturkan, Desa Bajak berada di sekitar daerah sungai. Dan dari tahun ke tahun selalu menghadapi banjir bandang. Masyarakat desa tidak pernah memikirkan bahwa suatu saat akan terjadi pengikisan yang luar biasa di sekitar pemukiman mereka. Apalagi ada kegiatan-kegiatan tambang lokal berupa galian pasir dan batu.

“PMI dan SIBAT yang menjadi mitra utama di desa selalu bergerak untuk menangani situasi ini. Dan kegiatan yang paling besar adalah penanaman 1.000 anakan pohon. Jumlahnya tahun ini sekitar 20.000-an pohon. Hampir 75 persen dianggap berhasil,” kata Fransiskus.

Namun, Fransiskus mengungkapkan, ada satu kendala cukup signifikan yang tengah dihadapi warganya. Kendala itu terkait dengan jaringan telekomunikasi yang belum ada di Desa Bajak. Warga tak bisa menggunakan telepon genggam, ponsel, atau internet.

“Kami di sini masih kekurangan jaringan. Untuk berkomunikasi saja setengah mati rasanya. Karena itu, kami mohon bantuan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membangun menara Base Transceiver Station (BTS) di desa kami. Demi memudahkan komunikasi dan informasi jika terjadi bencana,” pintanya.

Analisis Kuadran Mitra Strategis Kabupaten Manggarai

Bajak dan Salama
Analisis Kuadran Mitra Strategis Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur

Selain itu, kata Fransiskus, sarana komunikasi ini juga penting bagi anak-anak sekolah. Apalagi jika ada sistem belajar secara daring (online). Waktu ujian sekolah secara online, para siswa di Desa Bajak harus ‘mengungsi’ ke desa-desa tetangga yang terdapat sinyal telekomunikasi.

Kisah Desa Salama

Sebagaimana Desa Bajak, salah satu desa di Kecamatan Reok yang juga rawan bencana adalah Desa Salama. Wilayah ini termasuk kawasan yang paling dekat dengan laut dan DAS. Desa Salama juga disebut desa kantong karena ada satu wilayahnya yang masuk ke kelurahan sebelah.

Ketua SIBAT Desa Salama Adhar Yano mengaku, dirinya dan Tim Sibat Desa Salama telah melakukan sosialisasi sejak lama, namun tampaknya belum membuahkan hasil yang memuaskan.

“Di desa kami terdapat dua dusun yang paling terdampak jika terjadi banjir atau rob, karena lokasinya yang sangat dekat dengan pantai dan DAS. Setiap tahun air mengalir ke rumah-rumah warga hingga setinggi lutut,” tuturnya.

Menurut Adhar, kendala sosialisasi disebabkan masih kentalnya pengaruh tokoh desa terhadap warga. Jika tokoh setempat belum menyetujui, maka warga akan mengikutinya. Selain itu, kata Adhar, warga juga enggan diajak untuk menanam pohon di pinggir pantai. “Maunya mereka itu simple-simple. Contohnya pembuatan tanggul. Itu maunya mereka. Kalau macam tanam pohon mereka tidak mau terima,” ungkapnya.

Tentu saja pembuatan tanggul ini bukan perkara mudah karena membutuhkan biaya besar. Dan soal begini bukan wilayah atau domainnya relawan SIBAT. “Jadi mereka mau itu, tembok atau tanggul. Biar lebih aman di musim hujan kata mereka,” tandas Adhar.

Warga juga tak mau diajak menanam pohon karena saat ini sedang musim kemarau. Mereka menyatakan akan sia-sia menanam di saat kemarau karena panas. Walau disiram, pohon tersebut akan tetap mati jua.

Walau demikian, Adhar dan rekan-rekannya di SIBAT tetap berupaya meyakinkan warga akan pentingnya PRB. Sekecil apapun upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana tetap berarti. Karenanya, para relawan tetap menanam pohon cemara laut di sekitar Pantai Tempode.

Bagaimanapun jua, Ketua PMI Kabupaten Manggarai Ronny Kaunang tetap mengapresiasi kegiatan-kegiatan SIBAT di Desa Bajak maupun Salama. Demikian juga dengan SIBAT di Kelurahan Mata Air, Reo dan Baru.

Menurut Ronny, para relawan telah mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang cukup sebagai bekal untuk berkontribusi di masyarakat, terumasuk soal mitigasi bencana.

“Harapannya setelah program selesai, ilmu-ilmu yang mereka peroleh dalam kegiatan ini jangan sampai hilang. Suatu waktu bisa dipraktikkan lewat simulasi-simulasi. Dan ini tentu menjadi tanggung jawab kita nanti,” kata Ronny.

Ronny juga berjanji akan tetap mengawal dan memotivasi relawan SIBAT agar jangan kehilangan semangat dan tidak berkecil hati. Ia tak ingin mereka merasa seperti anak ayam yang kehilangan induk.

“Jadi kita akan tetap monitor. Dan kita juga akan menjajaki program-program baru apa saja yang bisa kita perbuat di kemudian hari. Hal ini penting supaya ilmu yang didapat tidak hilang,” ia menegaskan.

Moga harapan PMI, SIBAT, dan warga dalam hal PRB dan mitigasi bencana di wilayah masing-masing dapat segera terwujud. Dengan begitu, kisah indah di Desa Bajak juga akan tergurat di Desa Salama. [Chairul Akhmad]

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.