Guna ulang dapat menjadi solusi yang efektif untuk membantu mengurangi timbunan sampah plastik di Indonesia.
Sachet dan pouch, dua jenis kemasan plastik yang populer untuk fast-moving consumer goods (FMCG), telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, dampak lingkungan dan sosial dari penggunaan berlebihan kedua kemasan ini semakin menjadi perhatian serius, terutama di kawasan Jabodetabek.
Guna ulang (reuse dan recycle) bisa menjadi solusi alternatif yang menjanjikan. Demikian salah satu saran tim peneliti dari Dietplastik Indonesia dan Daya Makara Universitas Indonesia dalam laporan penelitian bertajuk “Evaluasi Dampak Lingkungan dan Sosial dari Pemanfaatan Sachet dan Pouch Serta Ekspansi Solusi Guna Ulang di Jabodetabek” yang dirilis Kamis (28/3/2024).
Studi dua lembaga tersebut mengungkapkan bahwa setiap warga Indonesia rata-rata mengkonsumsi 4 kg sampah sachet per tahun, setara dengan 14%-16,6% dari total timbulan sampah plastik nasional. Jika tidak diintervensi maka konsumsi sachet dan pouch berbahan plastik bisa mencapai 1,1 juta ton per tahun pada 2030.
Jumlah tersebut, tentu saja akan menjadi masalah besar yang sulit diatasi. Apalagi, hingga saat ini belum ada teknologi daur ulang yang mampu mengatasi permasalahan tersebut secara efisien.
Mereka memperkirakan bahwa sampah sachet dan pouch per kapita mencapai 4 kg per tahun, setara dengan 14%-16,6% dari total timbulan sampah plastik nasional. Kendala teknis dalam penanganan sampah ini juga memperparah situasi, di mana teknologi daur ulang yang ada tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut secara efisien.
Tim penulis juga menunjukkan bahwa nilai moneter dari biaya sosial plastik sachet dan pouch di Indonesia yang tidak terkelola dan mencemari lingkungan hidup berada di dalam rentang Rp1,19 – Rp1,78 triliun setiap tahunnya.
“Melalui peluncuran laporan ini, kami berharap para pihak yang berwenang dalam menyusun kebijakan bisa memanfaatkannya untuk menyusun kebijakan yang tepat terhadap alternatif pengganti plastik sekali pakai terutama sachet dan pouch,” Bisuk Abraham Sisungkonon, Kepala Klaster Penelitian Pembangunan Berkelanjutan Daya Makara Universitas Indonesia, menyatakan.
Dia juga menegaskan pentingnya kehadiran regulasi yang lebih ketat terhadap penggunaan kemasan plastik sekali pakai demi menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Solusi guna ulang
Solusi guna ulang merupakan salah satu bentuk penerapan reuse dan reduce yang tepat untuk diaplikasikan terhadap sampah plastik sachet dan pouch. Solusi ini memungkinkan penggunaan kembali kemasan yang dapat diisi ulang setelah produk habis dikonsumsi.
Implementasi solusi guna ulang seturut dengan mandat UU Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 75/2019. Pelarangan penggunaan kemasan sachet berbahan polypropylene (PP) dengan ukuran kurang dari 50 ml atau 50 mg oleh pelaku usaha dari sektor manufaktur terhitung sejak 1 Januari 2030 menjadi landasan implementasi solusi ini.
Dietplastik menyatakan saat ini mereka sedang menyusun peta jalan sistem guna ulang bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendukung Permen LHK No. 75/2019.
“Harapannya studi ini dapat semakin meyakinkan bahwa sistem guna ulang bisa menjadi industri baru yang dapat berkontribusi pada kebangkitan ekonomi. Apalagi setelah melihat fakta sampah sachet dan pouch dalam laporan ini, Dietplastik Indonesia semakin yakin bahwa dalam ekonomi sirkular, sistem guna ulang lebih tepat untuk diprioritaskan.” ujar Rahyang Nusantara, Deputy Director Dietplastik Indonesia.
Ekspansi solusi guna ulang di Indonesia diharapkan dapat menciptakan bangkitan ekonomi baru, menghindari eksternalitas negatif dari timbulan sampah sachet dan pouch, serta meningkatkan keberlanjutan lingkungan.
Sachet masih murah
Hepi Circle, jaringan pengiriman isi ulang pertama di Indonesia yang menawarkan produk pembersih sehari-hari dalam botol yang dapat digunakan kembali, berupaya menawarkan solusi guna ulang.
Namun, Kumala Susanto, pendiri dan CEO startup pertama Indonesia yang bergerak dalam bidang daur ulang tersebut, menyatakan masih banyak tantangan yang mesti mereka hadapi dalam usaha tersebut.
“Menjalankan bisnis guna ulang memang penuh tantangan, bersaing dengan sachet saat ini dijual sangat murah. Biaya extended producer responsibility (EPR) atau biaya pertanggungan jawaban produsen atas sampah barang yang diproduksi perlu dimasukkan per kemasan supaya menaikkan harga sachet,” kata Kumala.
“Sachet perlu dibuat mahal dan langka, sehingga guna ulang bisa bersaing. Guna ulang harusnya menjadi sistem yang normal atau umum di masyarakat,” tegasnya.
- Konsekuensi Mahkamah Konstitusi memerintahkan tidak menerbitkan peraturan pelaksana berkaitan UU KSDAHE
- Menavigasi pencemaran dan perjuangan hidup di tepi perairan Cilincing
- Belajar dari Kearifan Orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay, Kalimantan Timur
- BPKN: industri AMDK ‘kurang menghormati’ aturan label peringatan BPA
- Pengelolaan IPAL Sarimukti belum maksimal