Burung di Indonesia mengalami penambahan spesies pada tahun 2024, totalnya menjadi 1.836 spesies. Temuan itu tersaji dalam Status Burung di Indonesia 2024, yang dipublikasi oleh Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (BirdLife Indonesia Association) atau Burung Indonesia.

Sebelumnya, pada tahun 2023, spesies burung di Indonesia tercatat sebanyak 1.826 spesies. Terdapat dua hal yang dinilai mempengaruhi perubahan status itu, yakni perubahan taksonomi (klasifikasi makhluk hidup) dan catatan sebaran baru.

Ria Saryanthi, Conservation Partnership Adviser Burung Indonesia mengatakan, terdapat sembilan spesies burung baru yang menjadi hasil pemecahan taksa dari delapan spesies burung. Pemecahan itu dilakukan berdasarkan berdasarkan perbedaan morfologi, bioakustik, dan ekologi.

“Contohnya, kacamata morotai (Zosterops dehaani) dipisahkan dari kacamata halmahera (Zosterops atriceps),” ujarnya, Jumat (29/3/24).

Selain itu, terdapat pula lima spesies yang baru diketahui sebarannya di Indonesia. Yakni, camar paruh-putih (Larus genei), uncal kalimantan (Macropygia tenuirostris), petrel kermadec (Pterodroma neglecta), penggunting-laut hitam (Ardenna grisea), dan seriwang india (Terpsiphone paradisi).

“Informasi camar paruh-putih terpantau oleh pengamat saat burung tersebut sedang bermigrasi di wilayah Sumatera Selatan. Sementara, kehadiran empat spesies lainnya didapatkan dari penggalian data hasil observasi lapangan, yang dikumpulkan para pengamat burung di platform sains warga bernama eBird,” kata Ria.

Seturut jumlah spesies hasil pemecahan taksa dan spesies yang baru diketahui sebarannya, maka terjadi penambahan 14 spesies dalam daftar statistik burung di Indonesia 2024. Meski demikian, pada saat bersamaan, organisasi tersebut juga menemukan penyusutan spesies akibat penggabungan taksonomi.

Sebanyak sembilan spesies burung di Indonesia mengalami penggabungan menjadi lima spesies. Di mana, empat takson burung dikembalikan menjadi subspesies atau ras dari spesies burung yang telah ada sebelumnya.

Spesies endemis bertambah

Perubahan status itu disebut turut mempengaruhi penambahan jumlah spesies burung endemis di Indonesia, yang dinilai semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara dengan kekayaan spesies burung endemis terbanyak di dunia.

“Bertambah satu spesies (burung endemis). Pada tahun 2023, jumlahnya 541. Tahun ini, jumlah spesies burung endemis sebanyak 542 spesies,” kata Ria.

Dari 14 spesies yang baru masuk dalam daftar Status Burung di Indonesia 2024, empat di antaranya tersebar hanya di wilayah Indonesia. Empat spesies endemis itu adalah uncal enggano, (endemis Pulau Enggano, Bengkulu), punggok rote, (endemis Pulau Rote, NTT), punggok alor (endemis Pulau Alor, dan beberapa pulau sekitarnya, seperti Pantar dan Atauro), serta kacamata morotai (endemis Pulau Morotai, Maluku Utara).

Burung Indonesia mencatat, sebagian besar (169 spesies/31%) spesies endemis Indonesia tersebar di Sulawesi, diikuti Maluku (23%), dan Nusa Tenggara (20%). Sementara, Kalimantan menjadi wilayah sebaran spesies endemis paling sedikit (6 spesies/1%), karena sebagian besar spesies burung endemis pulau ini juga tersebar di wilayah Malaysia.

Statistik sebaran endemisitas itu disebut menjadikan region Wallacea sebagai hotspot spesies burung endemis Indonesia.

Perubahan status keterancaman

Laporan Burung Indonesia juga menyebut, penambahan jumlah spesies turut mempengaruhi perubahan status keterancaman pada 62 spesies burung di Indonesia.

“40 spesies burung mengalami penurunan status keterancaman, 14 spesies baru berhasil dievaluasi dan ditetapkan statusnya, lalu ada 8 spesies yang status keterancamannya menjadi lebih tinggi,” masih menurut Ria.

Sejak 2014, Burung Indonesia telah memperbarui data status burung di Indonesia untuk menjadi acuan praktis dalam program pelestarian burung dan habitatnya. Informasi yang terdapat dalam laporan ini merupakan hasil penelusuran dari berbagai sumber, seperti publikasi ilmiah, catatan tervalidasi pengamat burung, serta hasil diskusi dengan ahli di lembaga penelitian dan universitas.

Selain menjadi menjadi rujukan ilmu pengetahuan, Burung Indonesia berharap pendokumentasian perubahan status ini dapat menjadi landasan utama dalam menentukan prioritas konservasi.


About the writer

Themmy Doaly

Themmy Doaly has been working as Mongabay-Indonesia contributor for North Sulawesi region since 2013. While in the last nine years he has also been writing for a number of news sites in Indonesia, including...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.