Menjaga alam dengan penghijauan mangrove di Pulau Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Inisiatif warga desa yang melestarikan hutan hangrove untuk melawan abrasi.

Warga desa di Maluku Utara melestarikan hutan hangrove. (WALHI Malut)
Warga desa di Maluku Utara melestarikan hutan hangrove. (WALHI Malut)

Sudirahmat, anak muda dari Pulau Kayoa, tepatnya di Kampung Guruapin Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara, menjadi sumber inspiratif kami hingga berkunjung ke pulau tersebut meski harus diombang ambing ombak selama 5 jam. Sudirahmat menginisiasi beberapa teman kampungnya untuk melakukan pembibitan dan penghijauan mangrove di kampung halaman.

Sudirahmat bercerita, penghijauan ia lakukan karena kampungnya mengalami abrasi. Mangrove merupakan media yang ampuh untuk menahan tertelannya daratan oleh lautan.

“Inisiatif sendiri, karena abrasi di kampung tinggi, jadi batanam. Kebetulan banyak polyback untuk bibit pala tersisa, jadi saya manfaatkan saja buat pembibitan mangrove,” ujarnya saat bertemu dengan kami dari WALHI Maluku Utara dan salah satu media lingkungan di lokasi pembibitan samping rumahnya, diakses dari laman WALHI Maluku Utara, Minggu, 14 April 2024.

Sudirahmat, awalnya mengerjakan sendiri pembibitan dan penghijauan mangrove. Kemudian hari ia dibantu 4 orang kawan pemuda kampungnya. Baginya yang berat adalah tanggapan dan persepsi masyarakat terhadap yang dikerjakannya itu.

“Untuk apa tanam mangrove yang tak menghasilkan, mending tanam pala atau cengkih yang pasti dapat uang kalau dijual,” terangnya mengutip protes warga kepadanya sambil tertawa kepada kami.

Usaha kecil penuh kesungguhan di sebuah pulau yang tepat berada di garis equator ini telah dilakukan sejak 2014. Kecil tapi berdampak besar buat bumi dan kehidupan manusia.

Profil dan sejarah Halmahera Selatan Maluku Utara

Halmahera Selatan adalah salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Labuha. Sebagian besar wilayah Halmahera Selatan merupakan perairan, dengan luas sebesar 31.484,40 km2 atau mencapai 78 persen dari total luas Kabupaten Halmahera Selatan yang mencapai 40.263,72 km2 dan berpenduduk sebanyak 228.771 jiwa (2019).

Dikutip dari laman resmi, Kabupaten Halmahera Selatan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Utara atau saat ini menjadi Kabupaten Halmahera Barat berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 2003 tentang pemekaran wilayah Kabupaten Maluku Utara.

Kabupaten Halmahera Selatan pada awal pembentukannya memiliki 9 kecamatan namun kini menjadi 30 kecamatan.

Dilihat dari sejarah, di wilayah ini pernah berdiri Kerajaan Moloku yang dimulai pada tahun 1252 dengan Baab Mansur Malamo sebagai penguasa I. Berdasarkan Zeif Beztur Regeling Tahun 1930, Maluku Utara dibagi dalam 3 (tiga) Swapraja, yaitu: 1. Kesultanan Ternate 2. Kesultanan Tidore 3. Kesultanan Bacan.

Tiap Kesultanan dibagi menjadi distrik membawahi onder distrik yang dikepalai oleh Holf yang diangkat dan diberhentikan oleh Sultan yang bersangkutan. Pada tahun 1957 lahirlah Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang pembagian wilayah pemerintahan menjadi Pemerintahan Swapraja yang dipimpin oleh Kepala Pemerintahan setempat atau disebut KPS. Pada masa Inpassing pemerintahan pada tahun 1960, daerah-daerah dipecah dalam bentuk distrik.

Kemudian pemerintah melakukan perubahan distrik menjadi kecamatan. Pada tahun 1957 Camat Haerie menjadi camat pertama di kecamatan Bacan yang sekarang setelah lahirnya Undang-undang No. 1 tahun 2003 tentang pemekaran wilayah Kabupaten Maluku Utara, di mana Labuha sebagai ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan, terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan yang dipimpin oleh Bupati yang aktivitas pemerintahannya mulai berjalan pada tanggal 9 Juni 2003.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.