Posted inArtikel / Energi

Perbaiki lingkungan dan ekonomi dengan peralatan hemat energi

Hingga tahun 2030 mendatang, pemerintah menargetkan penerapan SKEM dan LTHE pada 11 peralatan elektronik.

Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas peralatan elektronik yang hemat energi. Langkah itu ditempuh melalui penerapan standar kinerja energi minimum (SKEM) dan label tanda hemat energi (LTHE). Tujuannya, mengurangi biaya konsumsi energi serta menekan emisi gas rumah kaca.

Sejak 2021-2024, melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebanyak 7 peralatan telah diwajibkan mencantumkan SKEM dan LTHE. Ketujuh peralatan elektronik itu adalah AC (pengkondisi udara), penanak nasi, kipas angin, kulkas, lampu LED, televisi dan showcase (lemari pendingin minuman).

Anggraeni Ratri Nurwini, Sub Koordinator Penerapan Teknologi Efisiensi Energi, Direktorat Konservasi Energi Kementerian ESDM mengatakan, hingga tahun 2030 mendatang, pemerintah menargetkan penerapan SKEM dan LTHE pada 11 peralatan elektronik.

Menurut dia, penerapan SKEM dan LTHE pada 3 peralatan seperti AC, penanak nasi dan kipas angin, telah berkontribusi menghemat 2,07 TWh, biaya listrik Rp3 triliun dan penurunan emisi CO2 sebesar 2,18 juta ton.

Sementara, lanjut Anggraeni, penerapan SKEM dan LTHE pada 5 peralatan elektronik akan mengurangi beban listrik sebesar 599 MW dan menghemat energi 3,0 TWh pada 2025. “Juga mengurangi beban listrik sebesar 787 MW dan menghemat energi sebesar 3,8 TWh pada tahun 2030,” terangnya, Jumat (19/4/2024).

Endra Dedy Tamtama, Koordinator Pengawasan Konservasi Energi Direktorat Jenderal EBTKE menjelaskan, SKEM adalah spesifikasi kinerja energi untuk membatasi jumlah konsumsi maksimum dari produk pemanfaat energi. Melalui standarisasi kinerja tersebut, produsen atau importir tidak boleh lagi memasukkan peralatan yang konsumsi energinya besar.

“Jangan sampai nantinya negara kita jadi tempat produk buangan. Karena di sana (negara eksportir) SKEM-nya sudah tinggi, sehingga barang-barang yang tidak boleh beredar dimasukkan ke Indonesia,” ujarnya.

Sementara, LTHE adalah label yang menyatakan produk peralatan pemanfaat energi telah memenuhi syarat hemat energi tertentu. Dalam LTHE, label ditandai dengan bintang 1 hingga 5. “Semakin tinggi bintang, maka peralatan tersebut semakin hemat,” kata Endra.

Dia menilai, penggunaan peralatan hemat energi memberi banyak keuntungan di antaranya biaya listrik lebih rendah bagi masyarakat, persaingan yang sehat bagi industri manufaktur maupun importir, penurunan emisi gas rumah kaca dan lingkungan yang lebih bersih, serta menjaga ketahanan energi nasional.

Tantangan dan edukasi

Meski diketahui memberi banyak keuntungan bagi ekonomi masyarakat, negara maupun lingkungan, namun masih terdapat tantangan dalam penggunaan peralatan hemat energi.

Fadel Iqbal Muhammad, Senior Associate CLASP memaparkan, kesadaran kesadaran konsumen akan label tanda hemat energi ini masih rendah. Hasil survei end-use nasional CLASP tahun 2019 mengungkap, tingkat kesadaran masyarakat terhadap label hemat energi baru di angka 6,5%.

“Bahkan di pulau Jawa yang kepadatan penduduk paling tinggi, dan tingkat penggunaan peralatan listrik juga paling tinggi, hanya 7% yang memiliki kesadaran label tanda hemat energi,” terangnya.

Dia menilai, penggunaan peralatan hemat energi menjadi penting karena peralatan listrik berkontribusi terhadap 39,3% emisi CO2 di sektor energi. Angka itu disebutnya setara dengan total emisi CO2 di Tiongkok, Eropa dan Brazil.

Indah Sukmaningsih, Plt Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, perlu edukasi berulang untuk memaksimalkan penerapan SKEM dan LTHE. Menurut dia, pesan-pesan seperti hemat biaya listrik dapat ditonjolkan untuk menarik minat konsumen dalam memilih suatu produk.

Selain itu, Indah menambahkan, aduan maupun masukan dari masyarakat juga dapat menjadi bahan analisa untuk mengukur pengetahuan konsumen terkait produk ataupun proses binsis dari produsen. “Kemudian, yang harus diingatkan, konsumen tidak bisa hanya menuntut hak. Dia juga punya tanggung jawab berkonsumsi.”

Beasiswa liputan

Dalam kesempatan itu, The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dan CLASP juga meluncurkan beasiswa liputan bertajuk “Efisiensi Energi dalam Hal Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi di Indonesia (LTHE)”.

Fira Abdurachman, Sekretaris Jenderal SIEJ menjelaskan, seminar dan beasiswa liputan itu bertujuan agar jurnalis dapat memahami secara lebih mendalam tentang kerangka kebijakan tentang Standar Kinerja Energi Minimum dan Label Tanda Hemat Energi, serta sistem pengawasannya.

“Termasuk penerapannya di lapangan dalam kaitannya dengan efisiensi energi dan energi ramah lingkungan,” ujarnya.

Bagi Fira, kegiatan itu dapat memicu jurnalis untuk mengembangkan narasi segar tentang efisiensi energi yang bisa memperkuat kesadaran masyarakat, maupun stakeholders lainnya. Selain itu, dia berharap, jurnalis dari berbagai daerah mengikuti program liputan tersebut dan mengusung topik sesuai kondisi di wilayah masing-masing.


About the writer

Themmy Doaly

Themmy Doaly has been working as Mongabay-Indonesia contributor for North Sulawesi region since 2013. While in the last nine years he has also been writing for a number of news sites in Indonesia, including...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.