Brand Audit di 34 lokasi yang dilakukan jaringan masyarakat sipil mengungkap 5 produsen pencemar sampah saset terbanyak di Indonesia.

Jaringan masyarakat sipil mengungkap 5 produsen pencemar sampah saset terbanyak di Indonesia, yaitu Wings (1251), Salim Group (672), Mayora Indah (629), Unilever (603), PT Santos Jaya Abadi (454). Temuan itu merupakan hasil brand audit di 34 lokasi dengan saset yang terkumpul sebanyak 9.698 buah.

Hasil brand audit itu diungkap oleh Greenpeace Indonesia, Ecoton, Walhi, Trash Hero Indonesia, dan YPBB. Mereka adalah bagian dari 25 organisasi yang tergabung dalam jaringan gerakan Break Free From Plastic (BFFP).

Menurut mereka, secara global, saset terjual per tahun kurang lebih sebanyak 855 miliar buah. Di Asia Tenggara sendiri, konsumsi saset hampir mencapai separuh dari pangsa global dengan proyeksi mencapai angka 1,3 triliun saset terjual setiap tahunnya pada tahun 2027.

Alaika Rahmatullah, Koordinator Audit Merek Ecoton mengatakan, tingkat keresahan terhadap sampah plastik khususnya kemasan saset semakin tinggi dengan temuan audit merek saset.

Dia menilai, kembali munculnya nama-nama produsen yang sama memperlihatkan paradoks yang menggelisahkan. Bukan hanya karena jumlahnya, tetapi juga meningat tanggung jawab produsen terhadap dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka.

“Temuan audit merek ini penting dijadikan sebagai evaluasi untuk mempertimbangkan langkah-langkah produsen yang lebih bertanggung jawab kedepannya, terlebih tidak lagi menggunakan kemasan saset”, ujar Alaika pada jumpa pers di Jakarta, Selasa (30/4/2024).

Peta jalan pengurangan sampah

Tanggung jawab produsen itu secara khusus tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.

Ibar Akbar, Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia mengatakan, peraturan itu mewajibkan produsen, salah satunya manufaktur, untuk membuat peta jalan pengurangan sampah dari kemasannya sebesar 30%.

Namun, hingga saat ini, baru 18 produsen yang diketahui melakukan pilot project dari 42 produsen yang telah mempunyai dokumen peta jalan.

“Dari 10 produsen pencemar terbanyak di Indonesia, hanya Unilever dan Danone melalui PT Tirta Investama yang mengirimkan dokumen peta jalan pengurangan sampahnya,” terangnya.

Ibar menilai, tanpa adanya komitmen pengurangan produksi dan transparansi progress peta jalan pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30% di tahun 2029, sampah saset akan terus mencemari dan membebani lingkungan.

Kembangkan sistem guna ulang

Selain pengurangan produksi kemasan saset, langkah bertahap mendukung sistem guna ulang penting segera diterapkan. Fictor Ferdinand, Peneliti di YPBB menyebut, bisnis refill (isi ulang) dan reuse (guna ulang) yang dikembangkan masyarakat sebagai contoh yang dapat diterapkan produsen.

Saat ini bisnis-bisnis sistem guna ulang mulai berjalan seperti Kecipir, Alner, dan Hepicircle. Namun, menurut dia, bisnis reuse dan refill masyarakat ini tidak bisa menyelesaikan persoalan sampah saset dari produsen besar, karena kondisi regulasi dan mekanisme perizinan di Indonesia tidak mendukung pengemasan ulang.

“Karena itu, kami memandang, Pemerintah perlu lebih tegas meregulasi para produsen, sekaligus pada saat yang sama, menciptakan kondisi yang kondusif agar bisnis refill masyarakat ini bisa berkembang,” ujar Fictor.

Di sisi lain, tambahnya, para produsen perlu menjadi pionir refill dan reuse, serta tidak lagi menghasilkan sampah yang masih harus diolah oleh konsumennya.

Sejak Oktober 2023 hingga Februari 2024, BFFP melakukan audit di 50 titik yang tersebar di 4 Negara yaitu Indonesia, Filipina, Vietnam, dan India. Mereka melihat, pentingnya ambisi yang kuat untuk mengurangi produksi plastik dan mendorong beralihnya bisnis plastik sekali pakai ke sistem guna ulang.


There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.