Datangnya musim panas ini membuat pembelian AC dan kipas angin juga meningkat di kalangan masyarakat, terutama di kota-kota besar.

Fersa (36), salah satu penghuni kontrakan di daerah Pancoran Jakarta, merasa perlu melengkapi kamarnya dengan Air Conditioner (AC). Dua kipas angin sudah tidak bisa lagi mengatasi cuaca panas Jakarta yang makin terasa di kamarnya yang hanya berukuran 4X6 meter persegi.

“Belakangan suhu Jakarta panas banget. Anak saya jadi sering nangis kalau sudah panas gini. Benar-benar pengap di dalam rumah,” kata Fersa, Minggu (12/5).

Suhu panas yang terjadi sebenarnya tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi juga di sebagian besar di Indonesia. Kondisi tersebut dijelaskan Kepala Badan meteorologi, Klimatologi, dan geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati awal Mei ini seperti dikutip sejumlah media.

Dia menjelaskan kondisi ‘gerah’ yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini adalah yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau, sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini. Fenomena gelombang panas yang melanda negara-negara Asia Tenggara pada umumnya, untungnya tidak sampai ke Indonesia.

Dampak dari datangnya musim panas ini membuat pembelian AC dan kipas angin juga meningkat di kalangan masyarakat, terutama di kota-kota besar. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kebutuhan AC yang tinggi di pasar dalam negeri mencapai 2 juta unit di tiap tahun.

Kembali ke cerita Fersa. Dia pun membeli AC dengan harga Rp3,7 juta yang paling terjangkau dengan isi dompetnya. Dalam membeli dia termasuk peduli untuk mencari AC yang hemat energi dan kualitas teknologi yang baik. Tapi sayangnya dengan kemampuan membelinya dia hanya bisa membeli AC dengan stiker Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi, yang berbintang dua. Tapi ini pun menurutnya sudah cukup, terpenting selain hemat energi, barang AC nya dirasa “canggih,” yang membuatnya juga bisa hemat listrik.

“Mau yang lebih tinggi lagi (SKEM dan LTHE bertanda bintang lima) Bagi saya ini udah cukup mahal. Belum lagi dengan biaya pemasangannya saya harus keluar biaya hingga Rp 4,5 juta. Tapi enggak apa-apa deh (mahal) daripada saya pengap di dalam rumah, dan juga saya harus melihat produk yang saya beli apakah hemat energi atau tidak,” sambung Fersa.

Kondisi yang dihadapi Fersa, menurut Fadel Muhammad, Senior Associate CLASP Asia Tenggara, adalah salah satu dari sekian konsumen pengguna AC yang sudah berkesadaran mencari produk hemat energi. Hasil Studi CLASP juga menyebutkan AC dengan SKEM dan LTHE dianggap barang mewah. Saat ini hanya lima juta unit yang beredar.

SKEM itu sendiri merupakan spesifikasi yang memuat sejumlah persyaratan kinerja energi minimum pada alat-alat elektronik sehingga dalam kondisi tertentu bisa membatasi jumlah konsumsi energi maksimum dari produk pemanfaat energi yang diijinkan. Jadi, dengan membeli barang elektronik termasuk AC yang bertanda SKEM sudah dipastikan perangkatnya teruji kualitas dan kuantitasnya dalam hemat energi dan ramah lingkungan.

“Tapi yang harus diwaspadai ketika ada masyarakat juga punya opsi barang AC lainnya, lebih murah namun tidak ada tanpa SKEM dan LTHE. Hasil studi kami AC yang beredar sejauh ini di pasaran 45%-nya adalah AC tidak efisiensi energi yang berasal dari luar ASEAN, terutama Cina, Jepang dan Korea Selatan, dengan nilai SKEM yang rendah. Tidak banyak juga orang Indonesia seperti Fersa yang sudah mau memilih AC dengan tanda SKEM ini,”jelas Fadel.

CLASP sendiri adalah non government organization (NGO) yang memiliki misi untuk meningkatkan kinerja energi dan lingkungan dari peralatan dan perlengkapan listrik yang biasa digunakan masyarakat sehari-hari. Sehingga bisa mempercepat transisi energi Indoensia ke energi yang lebih berkelanjutan.

“Penting memilih alat elektronik sepertinya AC yang sudah ada tanda SKEM dan LTHE, karena ini juga menyangkut kontribusi kita terhadap emisi karbon yang kita hasilkan dari alat-alat elektronik yang sehari-hari kita pakai,” jelasnya.

Fadel menyebutkan untuk peralatan listrik saja sudah bisa berkontribusi terhadap 39,3% emisi CO2 terkait energi. Emisi ini kira-kira setara dengan total emisi CO2 yang ada di Cina, Eropa dan Brasil
Pemakain AC sendiri yang menggunakan Chlorofluorocarbon (CFC) salah satu unsur dari gas rumah kaca yang dapat merusak lapisan ozon bumi. Kerusakan ozon akibat penggunaan AC dapat meningkatkan pemanasan global.

Kendati demikian secara umum, tingkat kepemilikan AC meningkat drastis pada rumah tangga di Indonesia dengan pengeluaran bulanan utama > IDR 2.500.000. Data studi juga menyebutkan penjualan AC di Indonesia cukup besar, bersama dengan Vietnam. Indonesia ada 2,3 juta unit, Vietnam 2,4 juta unit.

Lebih jauh Fadel juga mengungkapkan, sayangnya, khusus AC yang beredar – dari hasil Studi CLASP – juga menemukan perusahaan asal China, Jepang, dan Korea Selatan melempar produk-produk AC rendah efisiensi energi mereka ke kawasan ASEAN termasuk Indonesia. Diperkirakan sekitar 6,2 juta AC yang tidak efisien energi ini terjual pada tahun 2021 (74% dari total penjualan di seluruh Asia Tenggara). Padahal negara-negara tersebut di negaranya hanya memberlakukan AC-AC dengan skem yang tinggi.

Merek AC dari Jepang sejuah ini yang paling besar beredar di pasar di Asia Tenggara (47%). Sementara merek terpopuler di enam pasar tersebut adalah Dakin (22%), Panasonic (18%), dan LG(7%). Mereka juga menemukan sebagian besar produk AC di atas yang beredar di pasar memiliki adopsi inverter yang relatif rendah. Efisiensi median untuk AC ruang be-inverter adalah CSPF 4,81 W/W dan untuk kecepatan tetap adalah CSPF 3,49 W/W. Intinya mayoritas yang beredar di pasar ASEAN selain Singapura, adalah di bawah 5kW.

Perlindungan Konsumen dan Penerapan AC

Sementara Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indah Suksmaningsih menyatakan rasa kagetnya dengan hasil studi ini. Karena produk-produk tersebut dibiarkan beredar di pasar. Menurutnya sejauh ini masyarakat hanya akan membeli barang apa yang tersedia di pasar, dan biasanya tidak peduli akan merek, namun dia akan mengikuti saran-saran penjualnya dengan menyesuaikan kebutuhan dan uang yang dimilikinya.

“Masyarakat yang paham soal SKEM dan LTHE akan kritis bertanya, tapi kebanyakan tidak. Di YLKI sendiri, yang paling sering jadi aduan konsumen adalah soal product knowledge akan produk. Sehingga sering jadi konflik produsen dan konsumen, karena barang yang dijual tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Sebaiknya produsesn juga aktif dan jujur menginformasikan AC yang efisiensi energi maupun tidak ketika menjualnya,” jelas Indah dalam berbagai Sosialisasi SKEM dan LTHE, dan launching hasil studi CLASP tahun lalu.

Pemerintah Indonesia sendiri dalam Keputusan Menteri ESDM No. 134.K/EK.07/DJE/2023 tentang Perubahan SKEM dan LTHE untuk AC, secara tegas kini meningkatkan nilai SKEM dari semula CSPF 3,10 menjadi CSPF 3,40 akan menyebabkan terjadinya phase-out AC LTHE bintang 1 kini menjadi bintang 2, dan mulai berlaku sejak 23 Oktober 2024.

“Dengan phase out 1 ini kita bisa mereduksi emisi CO2 sebesar 13,19 juta ton CO2 pada 2030 atau 21,54 juta ton CO2 pada 2060,” jelas Endra Dedy Tamtama, Koordinator Pengawasan Konservasi Energi, dari Direktorat EBTKE, Kementerian ESDM, dalam Seminar SKEM dan LTHE yang dilakukan bersam SIEJ belum lama ini.

Menurutnya, dengan perubahan regulasi ini pasti ada tantangan tersendiri juga karena semua produsen AC ke depan harus menyesuaikan produknya yang lebih hemat energi. Mungkin mahal, tapi masyarakat juga bisa terlindungi dalam hemat energi dan listriknya lebih dari itu juga mengurangi emisi karbon.

“Kita akan secara bertahap melakukan penyesuaian termasuk mendorong sosialiasasi ke publik lebih luas pentingnya memilih AC dan barang elektronik yang hemat energi sesuai dengan yang diatur pemerintah. Apalagi Indonesia kini berupaya keras juga ikut mendorong dan menyesuaikan target harmonisasi MEPS regional ASEAN untuk efisiensi energi produk-produk elektronik termasuk AC.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.