Dalam jiwa masyarakat Desa Riam Tinggi, hutan adalah identitas yang mengikat kehidupan dan budaya. Mereka berhak atas hutan.

Dalam jiwa masyarakat Desa Riam Tinggi, hutan adalah identitas yang mengikat kehidupan dan budaya. Mereka berhak atas hutan.
Kearifan lokal masyarakat Desa Riam Tinggi. (WALHI Kalumantan Tengah)

Hutan tidak sekadar merupakan gugusan pohon dan vegetasi, melainkan sebuah identitas yang mengakar dalam jiwa masyarakat. Di tengah perbukitan yang memikat dan aliran sungai yang meliuk, hutan menjadi tiang pengikat kehidupan bagi penduduk desa Riam Tinggi, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah.

Zhakiyah M dalam tulisannya di menyatakan, hutan dan budaya merupakan satu kesatuan bagi masyarakat desa Riam Tinggi. Hutan bagi mereka bukan hanya sekedar tempat di mana terdapat banyak sumber-sumber kehidupan, namun lebih dari pada itu hutan juga sebagai identitas masyarakat adat di mana bahan-bahan ritual adat berasal dari hutan yang terus di jaga dan dirawat oleh masyarakat.

Salah satu ritual adat yaitu Bosalih atau bisa disederhanakan sebagai ritual adat untuk meminta izin sebelum melakukan acara atau kegiatan, agar acara atau kegiatan tersebut berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan satu hal pun. Pada acara festival kampung 25 Februari 2023 lalu, pelaksanaan ritual menunjukkan bahwasanya hutan dan budaya memiliki keterikatan satu dan lainnya yang tidak bisa dipisahkan, oleh sebab itu hutan menjadi sangat berarti bagi masyarakat adat desa riam tinggi.

“Tetapi status kawasan hutan desa Riam Tinggi hingga saat ini masih menjadi hal yang terus dipertanyakan oleh masyarakat adat, yang mana diketahui bahwa wilayah desa Riam Tinggi terdapat tumpang tindih dengan izin IUPHHK_HA seluas 2.207 hektar atau kurang lebih 74,2%. Hal tersebut membuat masyarakat adat khawatir akan kelestarian hutan, adat dan budaya serta keberlangsungan hidup anak-cucu mereka,” tulis  Zhakiyah M .

Hak mengakses hutan

Wena Helda dalam tulisannya menyatakan, berbicara tentang hutan tidak hanya berbicara mengenai hasil kayunya melainkan juga hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang berupa tanaman pangan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari manusia. Masyarakat Desa Riam Tinggi sebagai contohnya, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka memanfaatkan sumber daya alam yang ada di wilayah Desa Riam Tinggi. 

Pemanfaatan sumber daya alam inilah yang menggambarkan kemandirian masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupannya, masyarakat Desa Riam Tinggi relatif bergantung pada hasil hutan. Hal ini dilihat berdasarkan sumber mata pencaharian mayoritas masyarakat Desa Riam Tinggi yaitu sebagai petani.

Pada Festival Kampung yang diadakan di Desa Riam Tinggi, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah pada 25-26 Februari 2023 lalu, dalam Perlombaan Memasak Masakan Tradisional, Masyarakat Desa Riam Tinggi menggunakan bahan masakan baik berupa rempah-rempahan, sayur-sayuran, lauk pauk maupun beras yang mereka ambil dari hasil hutan dan ladang mereka, misalnya seperti Sungkai sayur/ sengkuba, daun bebaro, kecombrang, lengkuas, cabai dan suna yang digunakan sebagai rempah-rempah.

Jenis sayur-sayuran yang digunakan yaitu kacang panjang, tebu telur, terong pipit, jenis umbut-umbutan, rimbang atau terong asam dan kanjat. Jenis ikan yang digunakan ikan kenompang (Gastromyzon sp), ikan baung (Bagrus nemurus) dan jenis ikan pempuju’an (Cyprinidae). Sungkai sayur/ sengkuba, daun bebaro, kecombrang, lengkuas, cabai dan suna yang digunakan sebagai rempah-rempah. Dari kegiatan perlombaan memasak masakan tradisional inilah, mereka secara tidak langsung menunjukan keterikatan antara kehidupan sehari-hari mereka yang tidak terlepas dari hasil hutan, ladang dan sumber daya alam yang ada di Wilayah Desa Riam Tinggi.

Dalam pemenuhan pangan, masyarakat Desa Riam Tinggi memanfaatkan lahan mereka dengan berladang. Masyarakat riam tinggi biasanya melakukan panen 1 kali dalam setahun. Hasil panen tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka dalam jangka waktu 2-3 tahun per satu keluarga. Kegiatan berladang mereka tidak hanya meliputi penanaman padi, namun juga penanaman sayur-sayuran seperti  Sensabi (Vernonia cinerea), singkong, kacang panjang, timun, jengkol, serai, petai, terong dan berbagai jenis tanaman lainnya yang dapat memenuhi makanan bergizi baik yang mengandung karbohidrat, protein, serat dan kandungan baik lainnya. Metode penanaman masyarakat riam ringgi dilakukan secara tumpang sari, dimana dalam satu lahan mereka dapat menanam dua sampai 3 lebih jenis tanaman.

Selain pemanfaatan hasil ladang, masyarakat Desa Riam Tinggi juga memanfaatkan hasil hutan yang berupa buah-buahan hutan seperti durian, mentawa, durian merah, manggis hutan, rambutan hutan dan berbagai jenis lainnya. Tidak hanya berupa buah-buahan Masyarakat Desa Riam Tinggi juga memanfaatkan hutan untuk mencari berbagai jenis sayuran seperti umbut-umbutan dan berbagai jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pangan lainnya.

“Namun, dengan adanya IUPHHK-HA di atas Wilayah Desa Riam Tinggi, masyarakat desa terbatas dalam mengelola wilayahnya akibat izin tersebut. Masyarakat khawatir jika korporasi ini beroperasi kembali, masyarakat akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka karena akses terhadap wilayah mereka yang sulit di jangkau. Jika pangan tidak terpenuhi, secara otomatis akan mengakibatkan pada penurunan ekonomi yang berimbas kepada naiknya angka kemiskinan,” tulis Wena Helda.

Oleh sebab itu, perlu adanya pengakuan atas hak wilayah kelola masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengakses lahan mereka dan dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya karena masyarakat yang mengelola hutannya sendiri akan tetap lestari karena pengetahuan-pengetahuan lokal yang ada sejak nenek moyang mereka memiliki sejarah dan pengetahun mengenai menjaga alam.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.