Kawasan industri nikel menghadirkan tantangan berat bagi masyarakat Morowali, Sulawesi Tengah.
Industri nikel di Kabupaten Morowali mendapat sorotan tajam akhir-akhir ini. Dengan nilai investasi mencapai 14 triliun rupiah, pembangunan industri di Kecamatan Bungku Barat, Morowali tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan.
Desa-desa seperti Ambunu, Topogaro, dan Tondo menjadi pusat konflik agraria yang memanas. Konflik tersebut terutama berkaitan dengan sengketa atas penggunaan jalan tani yang diklaim untuk kepentingan industri.
“Masyarakat setempat menegaskan bahwa jalan tersebut telah lama menjadi akses utama bagi kegiatan pertanian dan akses menuju situs budaya serta kebun warga sejak sebelum adanya perusahaan nikel,” demikian keterangan resmi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), diakses Jumat, 5 Juli 2024.
Pada tanggal 11 Juni 2024, lima warga dari Desa Tondo dan Topogaro, antara lain Rahman Ladanu, Wahid/Imran, Hamdan, Safaat, dan Sadam, melakukan blokade jalan tani di Desa Topogaro dan dusun Folili sebagai bentuk protes terhadap industri nikel. Mereka mendirikan tenda di tengah jalan untuk menghentikan aktivitas produksi perusahaan.
Aksi tersebut dipicu oleh video pernyataan dari perusahaan nikel yang menyatakan klaim atas jalan tani tersebut berdasarkan MoU Tukar Guling aset dengan Bupati Morowali, yang menurut masyarakat adalah tidak sah karena tidak pernah disosialisasikan dengan baik kepada mereka.
Kemarahan masyarakat semakin memuncak ketika aksi blokade menyebar ke Desa Ambunu dan sekitarnya. Pada tanggal 13 Juni 2024, kurang lebih 500 orang bergabung dalam aksi blokade di sekitar flyover di Desa Ambunu. Mereka menuntut pembatalan MoU yang kontroversial tersebut dan menghentikan aktivitas produksi nikel yang dianggap telah merampas hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya alam.
Tanggapan terhadap protes warga tidak kalah tajam. Perusahaan mengirimkan somasi kepada para pemimpin aksi blokade, menuduh mereka telah mengganggu aktivitas investasi perusahaan.
Pada tanggal 11 Juni 2024, somasi pertama dikeluarkan kepada empat orang pemimpin blokade, diikuti dengan somasi kedua pada tanggal 23 Juni 2024 kepada lima orang lainnya.
Pusat perhatian dalam konflik ini adalah MoU antara perusahaan nikel dan Pemda Morowali terkait penggunaan jalan tani sebagai jalan holing. Masyarakat menuding MoU tersebut tidak sah karena tidak ada sosialisasi yang memadai dan terkesan sepihak. Meskipun Pemda Morowali telah menyatakan pembatalan MoU pada pertemuan dengan masyarakat pada 22 Juni 2024, perusahaan tetap bersikeras bahwa MoU tersebut sah dan berlaku.
Dampak Sosial dan Lingkungan
Selain sengketa tanah, dampak industri nikel terhadap lingkungan juga menjadi perhatian serius. Pengurangan lahan pertanian, perubahan jalur sungai, hingga reklamasi pantai tanpa izin, semuanya telah merugikan masyarakat setempat. Lebih dari 115 nelayan rumput laut kehilangan mata pencaharian mereka karena kegiatan reklamasi ilegal yang dilakukan perusahaan nikel.
Terkait konflik ini, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan sejumlah organisasi masyarakat menuntut pemerintah untuk:
- Membatalkan MoU Tukar Guling aset terkait jalan tani di Desa Topogaro dan Ambunu.
- Menghentikan upaya kriminalisasi terhadap warga yang memprotes.
- Melakukan evaluasi dan menerapkan moratorium terhadap kegiatan tambang nikel tidak memiliki izin kawasan dan lingkungan yang lengkap.
- Memeriksa PJ Bupati Morowali yang diduga melanggar regulasi terkait.
Walhi menyatakan, konflik di Kabupaten Morowali tidak hanya menjadi perdebatan lokal, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam upaya mengintegrasikan pembangunan industri dengan perlindungan hak-hak masyarakat dan kelestarian lingkungan. Diperlukan transparansi, dialog yang inklusif, serta penegakan hukum yang adil untuk menyelesaikan konflik ini dengan baik demi kepentingan bersama.