Gunungkidul dikenal sebagai daerah dengan curah hujan yang rendah, sehingga sering mengalami kekeringan yang berdampak signifikan pada lahan pertanian dan ketersediaan pakan ternak, mahasiswa KKN-T IPB University mengadakan sosialisasi tentang pengawetan pakan silase di Desa Wareng.
Mahasiswa KKN-T IPB University adakan kegiatan sosialisasi dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola pakan ternak secara efisien, khususnya melalui teknik pengawetan silase di Desa Wareng, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (28/7).
Gunungkidul dikenal sebagai daerah dengan curah hujan yang rendah, sehingga sering mengalami kekeringan yang berdampak signifikan pada lahan pertanian dan ketersediaan pakan ternak. Kondisi ini menyulitkan petani untuk menjaga ketersediaan pakan hijauan bagi ternak mereka, terutama di musim kemarau. Untuk membantu mengatasi masalah ini, mahasiswa KKN-T IPB University mengadakan sosialisasi tentang pengawetan pakan silase di Desa Wareng.
Silase adalah pakan ternak yang diawetkan melalui proses fermentasi anaerobik (tanpa oksigen). Proses ini dilakukan dengan cara menyimpan tanaman hijauan, seperti jagung, rumput, atau legum, dalam kondisi tertutup dan kedap udara. Bahan baku silase biasanya dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan ke dalam silo atau drum yang tertutup rapat.
Proses fermentasi ini menyebabkan bakteri asam laktat alami mengubah gula dalam tanaman menjadi asam laktat, yang berfungsi sebagai pengawet alami dan mencegah pembusukan. Hijauan yang digunakan dalam sosialisasi ini adalah tebon jagung, yaitu sisa tanaman jagung setelah panen.
Ketua Kelompok KKN-T IPB University Desa Wareng, Ikhsan Ramadhan menjelaskan sosialisasi ini dihadiri oleh 20 masyarakat Desa Wareng, termasuk anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan perwakilan dari 6 padukuhan Desa Wareng. Para mahasiswa memberikan penjelasan rinci mengenai cara pembuatan silase, mulai dari pemilihan bahan baku yang tepat, proses pemotongan dan pemadatan, hingga teknik penyimpanan yang harus memperhatikan kondisi kedap udara.
“Selain menjadi upaya menjaga ketahanan pakan, silase juga dapat memaksimalkan sisa pertanian lainnya seperti daun jati, sorgum, dan lainnya sebagai hijauan,” ucap Ikhsan.
“Mahasiswa juga menjelaskan manfaat silase, seperti meningkatkan nilai gizi pakan dan menjaga ketersediaan pakan ternak selama musim kemarau,” jelasnya.
Berkaitan dengan itu, Ketua Gabungan Kelompok Tani, Tugiyo (50) mengatakan kegiatan ini merupakan bagian dari upaya dari mahasiswa KKN-T IPB University dalam mendukung keberlanjutan pertanian lokal.
“Kami berharap para petani di Desa Wareng dapat memanfaatkan pengetahuan yang kami sampaikan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan mereka” ujarnya.
Kegiatan ini diakhiri dengan sesi praktik langsung dan tanya jawab, di mana petani berkesempatan untuk mencoba membuat silase sendiri dan berdiskusi dengan para mahasiswa tentang tantangan dan solusi dalam pengelolaan pakan ternak.
Salah satu anggota Gapoktan, Tugimin (40), berharap kegiatan serupa dapat terus diadakan untuk mendukung pertanian di Desa Wareng.
“Kami melihat bahwa silase dapat menjadi alternatif pengawetan pakan yang baik selain metode pengeringan yang biasa kami gunakan. Semoga apa yang kami pelajari hari ini dapat segera diimplementasikan di lapangan, terutama dalam menghadapi musim kemarau yang seringkali menyulitkan kami untuk mendapatkan pakan hijauan yang cukup,” harapnya saat praktik langsung dan sesi tanya jawab dengan mahasiswa.
- ESDM ‘memaksakan’ proyek PLTU Jawa 3 meski izin lingkungan dibatalkan
- Negara punya utang mengimplementasikan UU Reforma Agraria
- Survei keanekaragaman hayati di benteng terakhir hutan tropis Indonesia
- Menanti Pencabutan Izin PLTU Ombilin Sawahlunto
- Pengembangan pangan dan energi di Merauke berpotensi melanggar HAM