Merkuri digunakan dalam proses penambangan emas. Berdampak buruk pada kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar.
Merkuri, logam yang dikenal sangat beracun, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, dari gejala ringan hingga kondisi yang mengancam jiwa.
Di Indonesia, penambangan emas skala kecil (PESK) yang menggunakan merkuri telah menjadi isu serius, baik bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Meskipun sering kali terabaikan, dampak dari kontaminasi merkuri ini tidak bisa diremehkan.
Dalam penambangan emas, merkuri digunakan untuk memisahkan emas dari bijih yang telah dihancurkan. Proses ini melibatkan pengikatan merkuri dengan partikel emas untuk membentuk amalgam merkuri-emas.
Amalgam kemudian dipanaskan, menyebabkan merkuri menguap dan meninggalkan emas. Proses ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia melalui paparan merkuri yang berlebihan.
Nexus3 Foundation, yang berpartisipasi dalam proyek Mercury Free Asia Project, melakukan studi untuk mengukur paparan merkuri di Indonesia. Proyek ini dipimpin oleh Wonjin Institute for Occupational and Environmental Health (WIOEH) dan melibatkan dua NGO lainnya dari Filipina dan Vietnam.
Studi ini bertujuan untuk menilai tingkat paparan merkuri di kalangan pekerja dan komunitas sekitar penambangan emas skala kecil di Jawa Barat.
Menurut Nexus3, penelitian ini difokuskan pada dua desa yang menjadi target utama serta satu desa kontrol yang tidak memiliki aktivitas penambangan emas. Penelitian menggunakan tiga metode pengambilan sampel: sampel rambut (hair sampling), sampel tangan (hand wipes sampling), dan sampel udara (air sampling).
Hasil studi menunjukkan bahwa paparan merkuri di Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan dengan dua negara lainnya dalam proyek tersebut. Temuan ini mencakup paparan yang signifikan tidak hanya pada pekerja, tetapi juga pada masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi penambangan.
“Paparan merkuri yang tinggi ini terjadi karena adanya proses pengolahan emas dengan merkuri yang sering dilakukan di halaman rumah para penambang,” jelas Nexus3, dikutip dari laman resmi, Selasa, 20 Agustus 2024.
“Uap merkuri yang terhirup oleh warga dan sisa merkuri yang dibuang langsung ke lingkungan menyebabkan kontaminasi yang meluas.”
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa cemaran merkuri dapat terdeteksi bahkan di desa kontrol yang tidak memiliki aktivitas penambangan dan berjarak cukup jauh dari desa target. Ini menunjukkan bahwa dampak merkuri bisa menyebar lebih luas dari lokasi penambangan itu sendiri.
Beberapa penemuan penting dari studi ini adalah sebagai berikut:
- Paparan dan kontaminasi merkuri di daerah penambangan emas skala kecil jauh lebih tinggi dibandingkan dengan desa kontrol.
- Penambang mengalami kontaminasi merkuri yang tinggi, terutama saat proses pembakaran amalgam.
- Kontaminasi merkuri pada tangan merupakan salah satu sumber paparan merkuri melalui jalur ingesti (penyebaran melalui konsumsi makanan atau minuman).
- Anak-anak di sekitar lokasi penambangan memiliki tingkat kontaminasi merkuri yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa.
- Semakin dekat jarak permukiman dengan tempat pengolahan emas, semakin tinggi tingkat kontaminasi merkuri, terutama pada anak-anak.
Infografis yang merangkum hasil penelitian dari tiga negara, termasuk Indonesia, dapat diakses melalui tautan berikut: Infografis Hasil Penelitian.
Nexus3 Foundation berkomitmen untuk melindungi masyarakat, terutama populasi yang rentan dari dampak pembangunan. Melalui penelitian ini, mereka berharap dapat meningkatkan kesadaran tentang risiko kesehatan dari paparan merkuri dan mendorong langkah-langkah mitigasi yang efektif untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.