Gugatan konsorsium terhadap pembatalan tender proyek PSEL Kota Bekasi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum di Jawa Barat secara umum.
Pembatalan tender Proyek Pengelolaan Sampah Menjadi Listik (PSEL) di Kota Bekasi masuk babak baru di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) wilayah Jawa Barat. Gugatan dengan nomor perkara 91/G/2024/PTUN.BDG tertanggal 15 Juli 2024 diajukan oleh konsorsium EEI-MHE-HDI-XHE terhadap Pemerintah Kota Bekasi. Konsorsium yang dinyatakan menang dalam tender tersebut menggugat pemerintah daerah karena proses tender dibatalkan.
Menanggapi gugatan tersebut, pengamat dan praktisi persampahan Gusti Raganata mengatakan, gugatan konsorsium ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum di Jawa Barat secara umum. Sebab menurut Gusti pelaksanaan tender PSEL oleh Kota Bekasi memang diduga memiliki cacat hukum sehingga hasilnya dipertanyakan.
Selain itu, pembatalan tersebut telah dikonsultasikan dengan berbagai pihak, di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Liaison Officer (LO) dari Kejaksaan Negeri.
“Apabila gugatan ini ternyata dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, maka Konsorsium EEI-MHE-HDI-XHE tetap dinyatakan sebagai pemenang, padahal proses tender yang digelar diduga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutur Gusti, dalam keterangan media, Senin (30/9).
Pemerintah Kota Bekasi sebelumnya telah mengeluarkan Surat Pembatalan Tender pelaksanaan Proyek Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik tertanggal 13 Juni 2024. Sehingga Konsorsium EEI-MHE-HDI-XHE yang telah diumumkan sebagai pemenang tidak memiliki kekuatan hukum. Adanya berbagai masalah selama tender, menyebabkan kemenangan tersebut dianggap mengandung banyak masalah dan dapat menimbulkan kerugian negara sehingga langkah Pemerintah Kota Bekasi dianggap sebagai tindakan yang tepat.
Perlu diketahui pemenangan Konsorsium EEI-MHE-HDI-XHE diduga tidak sesuai dengan apa yang dipersyaratkan dalam tender. Seperti Nilai Tipping Fee atau Biaya Layanan Pengangkutan Sampah (BLPS) yang diajukan Konsorsium pemenang lebih tinggi dari Nilai Maksimal yang dipersyaratkan oleh persyaratan tender. Akibatnya biaya Tipping Fee tersebut akan membebani APBD Kota Bekasi dan dapat menimbulkan kerugian negara.
Pemenang tender diduga mengajukan biaya layanan pengolahan sampah atau tipping fee sebesar Rp 458.000 per ton, di atas batas maksimal yang ditentukan dalam persyaratan tender sebesar Rp 405.000 per ton. Seharusnya peserta tender tersebut gugur secara otomatis.
Selain itu, pemenang tender belum memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang dipersyaratkan untuk Pengelolaan Sampah, sehingga kemenangan Konsorsium EEI-MHE-HDI-XHE menimbulkan problem dan beban baru bagi Pemerintah Kota Bekasi itu sendiri.
“Langkah Pemerintah Kota Bekasi membatalkan pemenang tender merupakan upaya melindungi Pemerintahan Kota Bekasi itu sendiri dan keuangan negara pada umumnya,” tutur Gusti.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemenang tender PLTSa proyek PSEL ini dimenangkan konsorsium asal Tiongkok, yaitu EEI (Everbright Environment Investment)-MHE-HDI-XHE. Pengumuman pemenang konsorsium asal Tiongkok itu dilakukan pada 19 September 2023, atau selang sehari sebelum Wali Kota Bekasi Tri Adhianto lengser dari kursi wali kota. Peserta lainnya, yaitu konsorsium CMC-ASG-SUS, dinyatakan tidak lulus atau kalah.
Tender proyek PSEL digelar berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Perpres ini menetapkan 12 kota di Indonesia sebagai lokasi pembangunan intalasi pengolahan sampah menjadi energi baru terbarukan, dengan konsep waste to electricity yang ramah lingkungan. Kota Bekasi yang menjadi salah satu dari 12 lokasi yang disebut dalam Perpres tersebut, merencanakan membangun Fasilitas Pengelolaan Sampah berbasis ramah lingkungan menjadi energi baru terbarukan.