Badan Perlindungan Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk mendorong produsen air minum dalam kemasan (AMDK) terutama galon guna ulang, untuk beralih ke kemasan bebas Bisphenol A (BPA) mulai tahun depan.
Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok meminta pemerintah untuk mendorong produsen air minum dalam kemasan (AMDK) terutama galon guna ulang, untuk beralih secara bertahap ke kemasan bebas Bisphenol A (BPA) mulai tahun depan.
Usul tersebut dinilai penting untuk melihat sejauh mana komitmen produsen menjalankan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 6 Tahun 2024. Regulasi itu mewajibkan produsen AMDK dalam tenggat empat tahun harus sudah mencantumkan label peringatan jika bahan polikarbonat pada galon mereka mengandung BPA.
“Kalau dari sisi konsumen, kita sudah sangat mendesak, harus segera. Kalau perlu, jangan empat tahun, (tapi) dua tahun sudah selesai (transisinya). Kalau misalnya bisa 1-2 tahun, kenapa harus 4 tahun? Itu kan hanya ngulur-ngulur waktu kalau enggak disegerakan,” cetus Mufti saat dihubungi, pekan lalu.
Proses transisi ini bisa dimulai dengan membuat purwarupa (prototype) atau mengikuti langkah perusahaan AMDK yang produknya sudah bebas BPA. Misalnya, 5-10 persen galon yang diproduksi dan beredar di masyarakat sudah mencantumkan label BPA mulai tahun depan.
“Harus ada tahapan yang konkrit, harus berapa persen capaiannya pada 2025. Kemudian, di 2026 sudah harus berapa persen dan pada waktu empat tahun ke depan semua harus sudah full bebas BPA. Harus mulai bertahap, misalnya 5%, 10% sudah harus beredar di masyarakat,” harapnya.
Mufti mengatakan rekomendasi ini sudah disampaikan ke pemerintah. Agar transisi berjalan, BPKN mendesak pemerintah agar segera dibuat petunjuk teknis (juknis) sehingga produsen AMDK bisa segera beradaptasi melakukan persiapan.
Menurut dia, semestinya aturan tersebut tidak merugikan produsen. Sebab, adaptasi terhadap regulasi BPOM itu tidak mewajibkan produsen untuk mengubah brand kemasannya.
“Kan enggak mengubah merek, hanya kandungan, mengubah kemasan yang memang harus bebas BPA,” timpalnya.
Mufti menegaskan, permintaan transisi ini merupakan bagian tanggung jawab BPKN dalam menjalankan UU Perlindungan Konsumen, bahwa keamanan, kenyamanan, dan keselamatan menjadi nomor satu. Peraturan BPOM tentang label BPA merupakan bagian usulan BPKN yang berharap ke depannya Indonesia bebas BPA.
Adanya transisi ini, konsumen akan lebih mudah untuk beralih mengonsumsi air minum kemasan bebas BPA. Sebab, BPA dalam kemasan polikarbonat merupakan senyawa berbahaya yang bisa sewaktu-waktu mudah larut dalam air kemasan. Hampir banyak temuan, penelitian, jurnal yang mengatakan banyak penyakit yang timbul dari BPA. []
- Mikroplastik mengintai otak kita, selain merusak lingkunganKonsumsi mikroplastik memiliki risiko penurunan fungsi kognitif hingga 36 kali lipat. Gangguan ini mencakup kemampuan berpikir, mengingat, dan mengambil keputusan.
- Masyarakat adat konsolidasikan kekuatan di tengah ancaman pembangunanRakernas AMAN VIII di Desa Kedang Ipil, Kaltim, fokus pada penguatan resiliensi Masyarakat Adat di tengah ancaman pembangunan seperti IKN dan ekspansi sawit.
- Kilau kendaraan listrik, derita di tanah nikelKisah dari Sulawesi dan Maluku Utara ini menyingkap kontradiksi fundamental narasi global transisi energi lewat kendaraan listrik
- Siap-siap bawa tumbler! Bali stop produksi air minum kemasan plastik kecilUntuk mengurangi sampah plastik secara drastis dari sumbernya, Bali kini melarang produksi air minum kemasan plastik di bawah 1 liter
- Benarkah mobil listrik lebih ramah lingkungan?Perjalanan menuju mobil listrik yang benar-benar berkelanjutan masih panjang, menuntut perbaikan di setiap tahap siklus hidupnya.
- Masyarakat Okaba kembangkan briket kelapa dan ayam petelurPengembangan briket kelapa merupakan kolaborasi antara YDML, Badan Pengembangan Ekonomi Gereja Protestan di Indonesia, dan Yayasan EcoNusa.